Lebaran Vibe, Konsumsi, Digitalisasi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
TAHUN 2023 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Meski demikian, di tengah badai ekonomi global dan inflasi yang tinggi, Indonesia masih menunjukkan ketangguhan. Kapal ekonomi Indonesia pun masih terus melaju, meski diterpa gelombang ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa di tahun 2023, Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,05% (yoy), lebih tinggi dari angka consensus forecast sebesar 5,03%. Artinya, di tengah melambatnya perekonomian global dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan, ekonomi Indonesia tahun 2023 masih mampu untuk tetap tumbuh solid.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh 5 (lima) komponen yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pengeluaran investasi, ekspor, dan impor. Dari kelima komponen tersebut, komponen yang relatif dapat didorong oleh Pemerintah dalam jangka pendek adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Sementara untuk investasi, membutuhkan waktu relatif panjang.
Demikian pula untuk ekspor, membutuhkan upaya yang lebih karena dunia usaha nasional belum pulih dan kondisi ekonomi global yang masih lesu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga sejumlah komoditas unggulan perdagangan Indonesia pada Desember 2023 turun dibandingkan dengan Januari 2022. Minyak kelapa sawit yang pada Januari 2022 seharga 1.344 dollar AS per metrik ton turun menjadi 813,5 dollar AS per metrik ton pada Desember 2023.
Harga nikel dan batubara juga merosot. Beruntung, mendung perdagangan global ini masih bisa dihalau produksi dan konsumsi di dalam negeri. Pada 2023, penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah peningkatan konsumsi rumah tangga.
Di tengah tantangan ekonomi global dan inflasi yang tinggi, peningkatan konsumsi rumah tangga berhasil menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih terjaga. Konsumsi rumah tangga, yang memiliki kontribusi lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, berhasil tumbuh 4,82% di 2023.
Kenaikan upah minimum dan bantuan sosial pemerintah menjadi faktor pendorong utama peningkatan konsumsi rumah tangga Indonesia. Kini, memasuki 2024, sejumlah kalangan pun menilai bahwa Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh di atas level 5% seiring dengan masih tetap kuatnya konsumsi masyarakat, terutama pada kuartal pertama 2024 dengan adanya momentum Ramadan dan Idulfitri.
Indikator tersebut terlihat dari hasil survei Bank Indonesia (BI) yang dirilis pada Maret 2024 yang menunjukkan bahwa ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan terpantau meningkat. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Februari 2024 berada dalam zona optimistis sebesar 135,3 lebih tinggi dibandingkan dengan 134,5 pada Januari 2024.
Selain itu, di sisi ekspektasi konsumen terhadap penghasilan ke depan, juga mengalami peningkatan pada seluruh tingkat pengeluaran. Terutama pada responden dengan pengeluaran Rp1 juta - Rp2 juta. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok usia 31-40 tahun.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
TAHUN 2023 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Meski demikian, di tengah badai ekonomi global dan inflasi yang tinggi, Indonesia masih menunjukkan ketangguhan. Kapal ekonomi Indonesia pun masih terus melaju, meski diterpa gelombang ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa di tahun 2023, Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,05% (yoy), lebih tinggi dari angka consensus forecast sebesar 5,03%. Artinya, di tengah melambatnya perekonomian global dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan, ekonomi Indonesia tahun 2023 masih mampu untuk tetap tumbuh solid.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh 5 (lima) komponen yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pengeluaran investasi, ekspor, dan impor. Dari kelima komponen tersebut, komponen yang relatif dapat didorong oleh Pemerintah dalam jangka pendek adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Sementara untuk investasi, membutuhkan waktu relatif panjang.
Demikian pula untuk ekspor, membutuhkan upaya yang lebih karena dunia usaha nasional belum pulih dan kondisi ekonomi global yang masih lesu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga sejumlah komoditas unggulan perdagangan Indonesia pada Desember 2023 turun dibandingkan dengan Januari 2022. Minyak kelapa sawit yang pada Januari 2022 seharga 1.344 dollar AS per metrik ton turun menjadi 813,5 dollar AS per metrik ton pada Desember 2023.
Harga nikel dan batubara juga merosot. Beruntung, mendung perdagangan global ini masih bisa dihalau produksi dan konsumsi di dalam negeri. Pada 2023, penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah peningkatan konsumsi rumah tangga.
Di tengah tantangan ekonomi global dan inflasi yang tinggi, peningkatan konsumsi rumah tangga berhasil menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih terjaga. Konsumsi rumah tangga, yang memiliki kontribusi lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, berhasil tumbuh 4,82% di 2023.
Kenaikan upah minimum dan bantuan sosial pemerintah menjadi faktor pendorong utama peningkatan konsumsi rumah tangga Indonesia. Kini, memasuki 2024, sejumlah kalangan pun menilai bahwa Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh di atas level 5% seiring dengan masih tetap kuatnya konsumsi masyarakat, terutama pada kuartal pertama 2024 dengan adanya momentum Ramadan dan Idulfitri.
Indikator tersebut terlihat dari hasil survei Bank Indonesia (BI) yang dirilis pada Maret 2024 yang menunjukkan bahwa ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan terpantau meningkat. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Februari 2024 berada dalam zona optimistis sebesar 135,3 lebih tinggi dibandingkan dengan 134,5 pada Januari 2024.
Selain itu, di sisi ekspektasi konsumen terhadap penghasilan ke depan, juga mengalami peningkatan pada seluruh tingkat pengeluaran. Terutama pada responden dengan pengeluaran Rp1 juta - Rp2 juta. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok usia 31-40 tahun.