Gejolak Konsumsi dan Inflasi Ramadhan

Jum'at, 17 Maret 2023 - 07:41 WIB
loading...
Gejolak Konsumsi dan...
Edy Purwo Saputro (Foto: Ist)
A A A
Edy Purwo Saputro
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

KURANG sepekan lagi bulan suci Ramadhan tiba, tepatnya Kamis, 23 Maret 2023. Menjelang puasa harga sejumlah komoditas pangan pun naik dan berpotensi memicu inflasi Ramadhan-Lebaran.

Terkait ancaman inflasi musiman Ramadhan-Lebaran, Presiden Joko Widodo pernah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Melalui perpres ini diharapkan harga sembako selama Ramadhan-Lebaran bisa terkendali. Sayangnya, regulasi ini juga tidak bisa meredam gejolak harga sehingga ancaman inflasi musiman saat puasa dan Lebaran masih terjadi.

Baca Juga: koran-sindo.com

Terkait fakta ini: mengapa Ramadhan menjadi ancaman inflasi? Pertanyaan ini tidak lepas dari realitas bahwa selama Ramadhan terjadi perubahan perilaku konsumsi yang dilakukan mayoritas umat Islam.

Tingginya inflasi Ramadhan-Lebaran secara tidak langsung mengindikasikan “kegagalan” menahan nafsu, terutama nafsu perut. Padahal kualitas dan keberhasilan berpuasa salah satu indikatornya adalah keberhasilan menahan nafsu. Jadi harus ada komitmen reorientasi terkait niat menjalankan puasa sehingga ancaman inflasi Ramadhan-Lebaran bisa direduksi.

Relevan dengan ancaman laju inflasi selama Ramadhan, inflasi Maret-April 2023 justru diprediksi akan tinggi. Terkait ini, Badan Pusat Statistik (BPS) meyakini bahwa puncak inflasi 2023 akan terjadi di April yang tidak lain adalah Lebaran. Karena itu, tidak salah jika Ramadhan selalu identik dengan ancaman inflasi musiman. Indikasi ini terlihat dari laju harga pada Maret 2023 yang merangkak naik.

Meski data menunjukkan bahwa inflasi tahun kalender Januari-Februari 2023 masih aman, tetapi ancaman terhadap belit inflasi Ramadhan–Lebaran tetap tidak bisa diremehkan.

Data inflasi Januari 2023 mencapai 0,34% (month-to-month/mtm) lebih rendah dari inflasi Desember 2022 yaitu 0,66% (mtm) dan inflasi Februari 2023 yaitu 0,16% (mtm). Data inflasi Ramadhan-Lebaran per April 2022 yaitu 0,95% (tertinggi Ramadhan sejak 2017) dan inflasi Mei 2021, yaitu 0,32% (dampak Ramadhan-Lebaran). Bandingkan inflasi musiman Ramadhan-Lebaran Juni 2017 sebesar 0,69%, Ramadhan-Lebaran 2016 yaitu Juli 0,69% dan periode 2015 dan 2014 pada Juli sama, yaitu 0,93%.

Distribusi
Fakta ini mengindikasikan antisipasi melalui distribusi seharusnya cepat dilakukan, tidak hanya berupa operasi pasar. Ironisnya, meski pemerintah selalu menyampaikan jaminan ketersediaan pasokan barang kebutuhan konsumsi, laju inflasi tetap tidak terkendali dan hal ini bisa berdampak serius terhadap ancaman kemiskinan akibat belit inflasi yang tidak terjangkau oleh daya beli.

Realitas kemiskinan yang terjadi akibat rendahnya daya beli menjadi problem mendasar di hampir semua negara berkembang. Karena itu, menekan inflasi adalah satu di antara cara mereduksi kemiskinan. Ironisnya, operasi pasar yang selama ini dilakukan tetap tidak bisa mengendalikan harga sembako dan laju inflasi musiman selama Ramadhan-Lebaran masih menjadi PR bagi pemerintah. Setidaknya, ini telah menjadi persoalan tahunan.

Data kemiskinan per September 2022 adalah 9,57% (ada 26,36 juta orang di bawah garis kemiskinan) atau naik dari Maret 2022 (9,54%), tapi lebih rendah dari September 2021 (9,71%). Ambang batas garis kemiskinan per September 2022 naik 5,95% menjadi Rp535.547 dari sebelumnya Rp505.468 pada Maret 2022.

Tingkat kemiskinan di perkotaan naik menjadi 7,53% (Maret 2022 yaitu 7,5%) dan di perdesaan juga naik menjadi 12,36% (Maret 2022 yaitu 12,29%). Ketimpangan pengeluaran penduduk atau rasio Gini pada September 2022 yaitu 0,381 (turun 0,003 poin dari Maret 2022 yaitu 0,384). Inflasi bahan pangan (volatile food) turun signifikan dari September 2022 (9,0%, yoy) hingga Desember 2022 (5,6%, yoy).

Mencermati perkembangan inflasi selama Ramadhan secara tidak langsung terkait aspek distribusi sehingga orientasinya adalah mencapai titik keseimbangan demand-supply di semua level konsumsi masyarakat. Artinya pemerintah, melalui otoritas terkait, sejatinya mengetahui faktor apa saja yang dominan berpengaruh terhadap laju inflasi, tidak hanya Ramadhan-Lebaran, tetapi juga di 11 bulan lain, termasuk Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Seharusnya mekanisme kontrol terhadap distribusi menjadi model yang paling efektif untuk mereduksi inflasi di Ramadhan-Lebaran dan juga Nataru khususnya.

Ironisnya, hal ini tetap tidak bisa mereduksi inflasi. Tingginya perilaku konsumsi selama Ramadhan-Lebaran pada 2022 lalu direspons Bank Indonesia (BI) dengan menyiapkan uang tunai Rp175,26 triliun dan tetap mendorong masyarakat memanfaatkan pembayaran nontunai (masih pandemi). Prediksi pada Lebaran 2023 pastinya BI akan menambah pasokan uang beredar karena pandemi berlalu, selain karena larangan mudik juga ditiadakan. Data BI uang beredar dalam arti luas (M2) pada Januari 2023 naik 8,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy) menjadi Rp8.271,7 triliun.

Pasokan jumlah uang yang beredar tersebut ternyata naik tiga kali lipat jika dibandingkan dengan hari-hari biasa. Fakta ini juga ditambah dengan laju transaksi nontunai melalui kartu kredit yang menurut prediksi bisa mencapai 3 kali lipat.

Selain itu, nilai transaksi e-commerce juga diprediksi naik seiring kemudahan transaksi dan peningkatan jumlah uang beredar. Artinya, frekuensi transaksi tunai dan nontunai pada bulan puasa dan Lebaran akan naik 3 kali lipat dan ini berpengaruh terhadap perputaran uang sehingga rentan terhadap ancaman inflasi musiman.

Konsistensi
Fakta di atas mengindikasikan inflasi Ramadhan-Lebaran menjadi ancaman terhadap akses harga terutama untuk sembako. Hal ini pada dasarnya terkait dengan ketidakseimbangan demand-supply. Teoretis menyebutkan, ketidakseimbangan berpengaruh terhadap harga. Artinya, jika demand lebih besar dibanding supply maka harga menjadi naik, begitu juga sebaliknya.

Dari teoritis tersebut, pemerintah bisa melakukan berbagai cara mereduksi ketidakseimbangan sehingga harga tidak berfluktuasi, terutama untuk inflasi musiman Ramadhan-Lebaran dan Nataru. Paling tidak, hal ini terlihat dari lonjakan harga sepekan terakhir menjelang Ramadhan.

Realitas menunjukkan bahwa lonjakan harga tersebut akan terus meningkat sampai Lebaran. Imbas dari kasus klasik ini yaitu terjadinya inflasi dan secara tidak langsung berpengaruh pada penurunan daya beli. Artinya, prediksi bahwa April 2023 sebagai inflasi yang tertinggi akan terbukti.

Inflasi musiman Ramadhan-Lebaran jelas berdampak sistemik terhadap masyarakat yang daya belinya melemah, apalagi angka kemiskinan masih menjadi isu sensitif dan kondisi makro ekonomi sedang bergejolak akibat perilaku hedonis yang diperlihatkan sebagian oknum pejabat kementerian dan lembaga yang memicu kecemburuan sosial.

Selain itu, pandemi yang berubah menjadi endemi dan juga pencabutan pembatasan aktivitas warga, termasuk juga mudik yang tidak lagi dilarang pasti akan memacu geliat ekonomi selama bulan puasa hingga Lebaran, apalagi ditambah jumlah uang beredar dan pembayaran THR. Itu semua yang akan memacu perilaku konsumsi dan pasti akan berdampak terhadap ancaman inflasi musiman selama Ramadhan-Lebaran.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Kelakar Prabowo Harga...
Kelakar Prabowo Harga Cabai Naik: Saran Saya, Jangan Terlalu Banyak Makan Pedas
Inflasi Rendah, Target...
Inflasi Rendah, Target Pertumbuhan, Peran Pemda
Mendagri Sebut Inflasi...
Mendagri Sebut Inflasi 1,84% Berkat Kerja Sama Pemerintah Pusat dan Daerah
Kemendagri Minta Pemda...
Kemendagri Minta Pemda Cek Kenaikan Insidentil Komoditas Tertentu
Kemendagri Minta Pemda...
Kemendagri Minta Pemda Kendalikan Inflasi
Jaga Stabilitas Daerah,...
Jaga Stabilitas Daerah, Diperlukan Strategi Pengendalian Inflasi
Jokowi Sebut Masih Ada...
Jokowi Sebut Masih Ada Kepala Daerah Tak Bisa Jawab Soal Inflasi di Daerahnya
Talkshow Fodim, Kadin...
Talkshow Fodim, Kadin DKI Ajak Sama-sama Jaga Stabilitas Inflasi
Lebaran Vibe, Konsumsi,...
Lebaran Vibe, Konsumsi, Digitalisasi
Rekomendasi
Petualangan Seru Titus...
Petualangan Seru Titus dan Kawan-Kawan dalam 'Titus: Mystery of the Enygma'
Its Family Time! Weekend...
It's Family Time! Weekend Waktunya Marathon Series Bareng GTV!
Gelar Rakerwil di NTB,...
Gelar Rakerwil di NTB, Partai Perindo Bangun Kekuatan dari Akar Rumput Demi Kemenangan Pemilu 2029
Berita Terkini
Sikapi Usulan Forum...
Sikapi Usulan Forum Purnawirawan Jenderal TNI, Wiranto: Prabowo Prioritaskan Harmonisasi
14 menit yang lalu
Gelar Halalbihalal,...
Gelar Halalbihalal, IKAPI Tekankan Pentingnya Kebersamaan dan Solidaritas Anggota
46 menit yang lalu
Wiranto Ungkap Respons...
Wiranto Ungkap Respons Prabowo soal Purnawirawan TNI Minta Wapres Gibran Diganti
1 jam yang lalu
Langkah Hukum Jokowi...
Langkah Hukum Jokowi Tanggapi Tudingan Ijazah Palsu Dinilai Pelajaran Berdemokrasi
1 jam yang lalu
Roy Suryo Nilai Bukti...
Roy Suryo Nilai Bukti yang Diajukan JPU di Kasus Isa Zega Tidak Jelas
1 jam yang lalu
Eks Penyidik KPK: Pelantikan...
Eks Penyidik KPK: Pelantikan Harun Al Rasyid Bukti Prabowo Ingin Penyelenggaraan Haji Bebas Korupsi
1 jam yang lalu
Infografis
Puluhan Rudal dan Ratusan...
Puluhan Rudal dan Ratusan Drone Rusia Bombardir Ibu Kota Ukraina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved