Blackpink, Kaum Muda dan Nasionalisme

Sabtu, 11 Maret 2023 - 08:32 WIB
loading...
A A A
Setelah janji-janji Jepang tak dipenuhi, para seniman tanah air melawan dengan memproduksi lagu-lagu patriotik, yang kita kenal dan kenang sampai sekarang. Saking pentingnya peran para seniman dalam propaganda dan perjuangan kemerdekaan, Soedarsono dalam bukunya “Seni Pertunjukan di Era Globalisasi”, 1998, menyebut mereka sebagaiart of participation. Atau seni melibatkan diri dalam perjuangan.

Lalu bagaimana cara mentransfer semangat musik perjuangan tersebut di era kini yang tentu saja dengan tantangan berbeda?Pertama, stakeholders industri musik harus memikirkan bagaimana caranya membuat musik lokal, musisi dalam negeri menjadi tuan di negeri ini. Tak bisa kita berhenti dan meratapi nasib.

Pemerintah harus membantu, namunleading sectordalam kegiatan kreatif menjadi domain para musisi dan industri musik. Meski kita risau dengan dominasi K-Pop di dunia, namun kita juga perlu belajar dari mereka. Khususnya terkait metode menciptakan ikon musik populer di era modern melalui cara yang benar, bertahap, bukan sim-salabim.

Dari pengamatan penulis beberapa kali ke negeri Gingseng tersebut, tempaan untuk para artis dan musisi di sana sangat ketat, bahkan bisa dikatakan mendekati semi-militer. Tidak ada musisi atau penyanyi yang ujug-ujug tampil dan terkenal. Semua berjuang dari bawah dengan kompetisi ketat, dengan produk akhir menghasilkan karya-karya besar. Tak heran K-Pop bahkan bisa merajai hingga ke Eropa dan AS, negara yang puluhan tahun menjadi kiblat musik dunia.

Kedua, setelah ikon musik terlahir kembali, kita bisa memanfaatkanpreviledgetersebut lalu mengisinya dengan pesan-pesan Pancasila, Kebhinekaan, Religiusitas, dan Kebangsaan, melalui pendekatan kekinian. Cara dan metode dalam koteks ini penting, karena kita harus beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan.

Nilai-nilai Pancasila tidak mungkin “didakwahkan” dengan metodeold schoolala Penataran P-4, karena memang zamannya sudah berubah. Penulis awalnya tidak percaya Pancasila bisa disampaikan dengan cara yang ringan. Selama inistereotypeideologi negara cenderung dipahami sebagai sesuatu yang formal, bahkan mistik.

Padahal dunia sudah bergerak jauh, seperti Hollywood, Bollywood, K-Pop dan Drakor yang menjual nasionalisme dengan sentuhan baru. Sentuhan nge-pop, rock and rool, bahkan jumping.

Kaum Muda Adalah Masa Depan
Ketiga, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan lembaga terkait harus memompa proses ini agar lebih cepat mengembang. Dalam konteks ini, pengalaman penulis bersama BPIP, kami mencoba mengubah cara pandang budaya menggunakan kaca mata yang lebih lebar.

Budaya bangsa adiluhung tidak melulu dimaknai kebudayaan klasik dan tradisional, melainkan juga menyentuh budaya pop yang dekat dengan anak muda. Kita bahkan memodi?kasi “harta karunlocal wisdom”, baik wayang, produk buaya, pertunjukan, lagu maupun musik dengan sentuhan baru yang relate dengan anak muda. Mengapa kaum muda di tulisan ini selalu diulang untuk kitamention? Tak lain karena mereka lah masa depan negeri ini.

Kekuatan musik dalam mengubah kondisi di masyarakat (social change) juga diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sehingga musik digunakan sebagai media akselerasi 17 tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Sebagaimana disampaikan oleh Dr. Natalia Kanem, Executive Director of the United Nations Population Fund, bahwa, “Music is a wonderful medium to raise awareness about our collective quest for peace, justice, equality and dignity – the noble ideals of the United Nations. It is a powerful, unifying language that can help build bridges and advance social justice in all of its forms”.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2338 seconds (0.1#10.140)