Hakim Tengku Oyong Cs Bakal Dilaporkan ke KY dan MA
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kongres Pemuda Indonesia berencana melaporkan Hakim Tengku Oyong , H Bakri, dan Dominggus Silaban ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). Ketiga orang itu adalah Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan Pemilu 2024 ditunda hingga Juli 2025.
“Kongres Pemuda Indonesia menyayangkan sikap dan keputusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Perdata Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang mengabulkan Gugatan tersebut,” kata Presiden Kongres Pemuda Indonesia Pitra Romadoni Nasution dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/3/2023).
Dia menilai Majelis Hakim Oyong Cs telah keliru dalam memahami dan menafsirkan terkait dengan kewenangan mengadili pengadilan negeri atas perkara aquo yakni kompetensi absolut. Dia melanjutkan, di dalam petitum sudah jelas yang dimohonkan oleh Penggugat kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai administrasi partai politik.
“Sehingga tidak masuk lagi ranah pengadilan negeri melainkan administrasi negara serta ditelaah lagi pada petitum nomor 5 yang menyatakan menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” tuturnya.
Menurut dia, hal tersebut semakin menguatkan atas petitum yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut sudah masuk ranahnya sengketa pemilu dan administrasi yang kewenangan absolutnya berada pada Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pengadilan negeri. Karena, lanjut dia, menyangkut administrasi sesuai petitum nomor 2 dan nomor 5 terkait dengan tahapan pemilu yang bukan ranah pengadilan negeri.
Untuk itu, Kongres Pemuda Indonesia menilai Majelis Hakim perkara aquo telah masuk ke dalam ranah politik yang bukan kewenangannya untuk mengadili.
“Dan untuk menjaga marwah dan martabat hukum sebagai panglima terkait dengan amar putusan tersebut, untuk itu Kongres Pemuda Indonesia mengambil sikap untuk melaporkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI untuk diberikan sanksi,” ungkapnya.
Dia mengatakan, putusan Hakim Oyong Cs juga harus ditelaah dan dieksaminasi oleh KY dan MA agar tidak terkontaminasi dengan politik. “Sebab hukum adalah Panglima di Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan politik,” pungkasnya.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan permohonan Partai Prima. Gugatan itu berdampak pada penundaan pemilu 2024 hingga Juli 2025. Gugatan tersebut diputus pada Kamis, 2 Maret 2023, dengan Ketua Majelis Hakim Tengku Oyong dan Hakim Anggota H Bakri serta Dominggus Silaban.
PN Jakpus menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta untuk menghentikan sisa tahapan pemilihan umum 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diminta untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.
Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan lewat Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai PRIMA dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
“Kongres Pemuda Indonesia menyayangkan sikap dan keputusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Perdata Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang mengabulkan Gugatan tersebut,” kata Presiden Kongres Pemuda Indonesia Pitra Romadoni Nasution dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/3/2023).
Dia menilai Majelis Hakim Oyong Cs telah keliru dalam memahami dan menafsirkan terkait dengan kewenangan mengadili pengadilan negeri atas perkara aquo yakni kompetensi absolut. Dia melanjutkan, di dalam petitum sudah jelas yang dimohonkan oleh Penggugat kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai administrasi partai politik.
“Sehingga tidak masuk lagi ranah pengadilan negeri melainkan administrasi negara serta ditelaah lagi pada petitum nomor 5 yang menyatakan menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” tuturnya.
Menurut dia, hal tersebut semakin menguatkan atas petitum yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut sudah masuk ranahnya sengketa pemilu dan administrasi yang kewenangan absolutnya berada pada Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pengadilan negeri. Karena, lanjut dia, menyangkut administrasi sesuai petitum nomor 2 dan nomor 5 terkait dengan tahapan pemilu yang bukan ranah pengadilan negeri.
Untuk itu, Kongres Pemuda Indonesia menilai Majelis Hakim perkara aquo telah masuk ke dalam ranah politik yang bukan kewenangannya untuk mengadili.
“Dan untuk menjaga marwah dan martabat hukum sebagai panglima terkait dengan amar putusan tersebut, untuk itu Kongres Pemuda Indonesia mengambil sikap untuk melaporkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI untuk diberikan sanksi,” ungkapnya.
Dia mengatakan, putusan Hakim Oyong Cs juga harus ditelaah dan dieksaminasi oleh KY dan MA agar tidak terkontaminasi dengan politik. “Sebab hukum adalah Panglima di Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan politik,” pungkasnya.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan permohonan Partai Prima. Gugatan itu berdampak pada penundaan pemilu 2024 hingga Juli 2025. Gugatan tersebut diputus pada Kamis, 2 Maret 2023, dengan Ketua Majelis Hakim Tengku Oyong dan Hakim Anggota H Bakri serta Dominggus Silaban.
PN Jakpus menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta untuk menghentikan sisa tahapan pemilihan umum 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diminta untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.
Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan lewat Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai PRIMA dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
(rca)