Dewan Pers Nilai Pernyataan Jokowi soal Pers Sedang Tidak Baik-baik Saja Masukan Positif

Kamis, 09 Februari 2023 - 15:53 WIB
loading...
Dewan Pers Nilai Pernyataan Jokowi soal Pers Sedang Tidak Baik-baik Saja Masukan Positif
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Dewan Pers menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pers sedang tidak baik-baik saja merupakan masukan positif yang harus diperbaiki bersama. Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam sambutannya pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2023 di Sumatera Utara (Sumut), Kamis (9/2/2023).

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers , Yadi Hendriana mengatakan, pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi tersebut merupakan pernyataan yang harus bersama-sama diperbaiki.

"Dewan Pers menganggap pernyataan Presiden adalah concern positif terhadap pers," kata Yadi saat dihubungi MNC Portal Indonesia melalui saluran telepon, Kamis (9/2/2023).



Indonesia mengalami peningkatan jumlah media online yang tumbuh subur. Namun, meningkatan jumlah media tersebut tidak dibarengi dengan kualitas dari jurnalis yang ada di dalam media tersebut.

"Pertama secara kualitas memang pers kita ada problem. Banyaknya media online tidak dibarengi dengan kualitas jurnalis yang mumpuni," tambahnya.

Dia membeberkan tercatat selama tahun 2022 ada ada 691 kasus pengaduan ke Dewan Pers. Dari total pengaduan karya pers tersebut sebanyak 97 persen terjadi di media online.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut, menjadi catatan bagi insan pers untuk berbenah. Berdasarkan jenisnya, pelanggaran verifikasi menjadi yang paling banyak dilanggar media digital.

"Pelanggarannya beragam, berupa berita tanpa konfirmasi, tanpa verifikasi, berita bohong, berita asal kutip dari sosial media dengan informasi tidak jelas dan berita-berita hanya amplifikasi klik bite dan juga berita berita asusila," jelasnya.

Terjadinya banyak pelanggaran tersebut menjadi bukti minimnya pemahaman jurnalis dalam memahami kode etik. Minimnya pemahaman kode etik tersebut harus menjadi titik utama mengatasi masalah pers Indonesia.

Perlu dilakukan peningkatan edukasi dan literasi tentang kode etik jurnalis. Hal itu menjadi tanggung jawab bersama baik Dewan Pers, organisasi pers, perusahaan pers, dan masyarakat.

"Masyarakat harus ikut mengontrol pers dengan melaporkan pelanggaran pelanggaran pers ke dewan pers," jelasnya.

Problematika lainnya, tidak berimbangnya perusaan pers dengan perusahaan teknologi global. Perusahaan pers tidak dapat bersaing secara ekonomi dengan perusahaan teknologi yang dapat membagikan konten secara dominan.

Akibatnya, secara konten digital perusahaan teknologi global lebih mendominasi dibanding dengan konten hasil karya jurnalistik yang sudah terverifikasi. Dampak lain ialah pembagian kue iklan antara perusahaan media dengan perusahaan teknologi.

"Pembagian kue iklan yang tidak merata dan cenderung mengabaikan jurnalisme berkualitas, karena konten konten yang tersebar banyak konten-konten recahan," kata Yadi.

Dia menilai, akibat dampak tersebut perlu adanya aturan yang tegas dan mengikat untuk memperbaiki konten berkualitas di media sosial.

"Perlu didorong dengan aturan yang mengikat dan berdampak baik bagi perusahaan media lokal dan nasional serta penekanan terhadap tersebarnya karya jurnalistik yang sesuai code of conduct," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1347 seconds (0.1#10.140)