DPR Dorong Pembentukan Komite Independen Pasca-Pengesahan Publisher Rights
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyampaikan perlunya disegerakan pembentukan Komite Independen dari Dewan Pers sebagai implementasi pelaksanaan publisher rights yang sudah diteken oleh Presiden Joko Widodo.
Diketahui, publisher rights merupakan regulasi yang mengatur platform digital global seperti meta Facebook, Google, Instagram, Tiktok, X dan lainnya guna memberikan timbal balik yang seimbang dalam penayangan konten berita yang diambil dari media lokal dan nasional.
Politikus Partai Golkar itu menilai, pembentukan Komite Independen yang diatur dalam Pasal 9 dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024, perlu dilaksanakan untuk mengatur penyelesaian sengketa antara perusahaan pers dengan perusahaan platform digital.
"Ini menurut saya krusial. Jadi berhasil atau tidaknya sebuah ekosistem digital yang baik terbentuk itu nanti akan sangat bergantung dengan komite independen, yang memang dalam perpres ini diberikan sebuah kewenangan yang cukup besar," ujar Meutya dalam diskusi Editor's Talk Forum Pemred di Gedung Antara, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).
Dia menuturkan, Komite Independen dari Dewan Pers ini diperlukan guna menjembatani konflik kepentingan antara perusahaan platform digital dengan perusahaan pers. Meutya melanjutkan, sengketa yang dikhawatirkan terutama dalam perkara pembagian capital share atau hasil keuntungan iklan dari masing-masing media.
"Nanti teman-teman pers ini kalau memang kemudian ada sengketa dari capital share yang tidak adil begitu dengan antara perusahaan pers dengan platform digital maka teman-teman pers nanti ini kan kasusnya dibawa ke Komite Independen," ujarnya.
Meutya menjelaskan, setelah upaya insan pers yang kini masuk dalam pusaran ekosistem digital, meminta dukungan pemerintah dalam legalisasi publiser rights, sebaiknya selepas Perpres Nomor 32 Tahun 2024 sudah diteken, insan pers yang dinaungi oleh Dewan Pers perlu mendukung regulasi tersebut berikutnya. Hal ini, lanjut Meutya, juga tidak menafikan untuk melibatkan para perusahaan platform digital untuk mematuhi regulasi publisher rights tersebut.
"Karena kalau membiarkan kepada ekosistem yang belum ditata dengan baik maka tentu amat sangat berat. Tadi Mas Taufiq sampaikan kurvanya itu mengkhawatirkan dan meskipun itu sebuah keniscayaan dari kemajuan teknologi tapi kemudian ya kita enggak boleh tinggal diam," tutur Meutya.
Mantan wartawan itu pun mengungkapkan tantangan ekosistem digital yang terlampau terlambat untuk diregulasikan ini, juga berpengaruh pada kualitas jurnalistik yang ada di Indonesia.
"Saya enggak menafikan bahwa kita juga mencatat, mau berkualitas bagaimanapun persnya, dengan tantangan teknologi yang dahsyat, teman-teman tidak atau akan sulit untuk survive kalau tidak dibantu oleh sebuah peraturan, yang kemudian menjadi ekosistem yang baik," tegas Meutya.
Untuk diketahui, Meutya Hafid hadir sebagai salah satu pembicara dalam acara diskusi Editor's Talk Forum Pemred, yang dihadiri pula oleh sejumlah narasumber.
Mereka yang hadir antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie, Stafsus Kementerian BUMN Arya Sinulingga, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid, Ketua Umum PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), Muhammad Rafi, dan Pemred The Jakarta Post, M. Taufiqurrahman. Hadir pula sejumlah pemimpin redaksi dari sejumlah media dan lembaga serta kementerian.
Diketahui, publisher rights merupakan regulasi yang mengatur platform digital global seperti meta Facebook, Google, Instagram, Tiktok, X dan lainnya guna memberikan timbal balik yang seimbang dalam penayangan konten berita yang diambil dari media lokal dan nasional.
Politikus Partai Golkar itu menilai, pembentukan Komite Independen yang diatur dalam Pasal 9 dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024, perlu dilaksanakan untuk mengatur penyelesaian sengketa antara perusahaan pers dengan perusahaan platform digital.
"Ini menurut saya krusial. Jadi berhasil atau tidaknya sebuah ekosistem digital yang baik terbentuk itu nanti akan sangat bergantung dengan komite independen, yang memang dalam perpres ini diberikan sebuah kewenangan yang cukup besar," ujar Meutya dalam diskusi Editor's Talk Forum Pemred di Gedung Antara, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).
Dia menuturkan, Komite Independen dari Dewan Pers ini diperlukan guna menjembatani konflik kepentingan antara perusahaan platform digital dengan perusahaan pers. Meutya melanjutkan, sengketa yang dikhawatirkan terutama dalam perkara pembagian capital share atau hasil keuntungan iklan dari masing-masing media.
"Nanti teman-teman pers ini kalau memang kemudian ada sengketa dari capital share yang tidak adil begitu dengan antara perusahaan pers dengan platform digital maka teman-teman pers nanti ini kan kasusnya dibawa ke Komite Independen," ujarnya.
Meutya menjelaskan, setelah upaya insan pers yang kini masuk dalam pusaran ekosistem digital, meminta dukungan pemerintah dalam legalisasi publiser rights, sebaiknya selepas Perpres Nomor 32 Tahun 2024 sudah diteken, insan pers yang dinaungi oleh Dewan Pers perlu mendukung regulasi tersebut berikutnya. Hal ini, lanjut Meutya, juga tidak menafikan untuk melibatkan para perusahaan platform digital untuk mematuhi regulasi publisher rights tersebut.
"Karena kalau membiarkan kepada ekosistem yang belum ditata dengan baik maka tentu amat sangat berat. Tadi Mas Taufiq sampaikan kurvanya itu mengkhawatirkan dan meskipun itu sebuah keniscayaan dari kemajuan teknologi tapi kemudian ya kita enggak boleh tinggal diam," tutur Meutya.
Mantan wartawan itu pun mengungkapkan tantangan ekosistem digital yang terlampau terlambat untuk diregulasikan ini, juga berpengaruh pada kualitas jurnalistik yang ada di Indonesia.
"Saya enggak menafikan bahwa kita juga mencatat, mau berkualitas bagaimanapun persnya, dengan tantangan teknologi yang dahsyat, teman-teman tidak atau akan sulit untuk survive kalau tidak dibantu oleh sebuah peraturan, yang kemudian menjadi ekosistem yang baik," tegas Meutya.
Untuk diketahui, Meutya Hafid hadir sebagai salah satu pembicara dalam acara diskusi Editor's Talk Forum Pemred, yang dihadiri pula oleh sejumlah narasumber.
Mereka yang hadir antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie, Stafsus Kementerian BUMN Arya Sinulingga, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid, Ketua Umum PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), Muhammad Rafi, dan Pemred The Jakarta Post, M. Taufiqurrahman. Hadir pula sejumlah pemimpin redaksi dari sejumlah media dan lembaga serta kementerian.
(zik)