Beritakan Pilkada Serentak 2024, Pers Harus Selalu Pikirkan Dampak

Minggu, 24 Maret 2024 - 16:56 WIB
loading...
Beritakan Pilkada Serentak 2024, Pers Harus Selalu Pikirkan Dampak
GM News Gathering iNews Media Group Armydian Kurniawan dalam diskusi Pemberitaan Pilkada 2024 yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Denpasar, Bali, Sabtu (23/4/2024). Foto/MPI
A A A
DENPASAR - Tahapan panjang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 telah di depan mata. Seperti pemilu legislatif dan pemilihan presiden, peran media massa sangat strategis dan krusial mengawal berbagai tahapan pilkada.

Dalam setiap proses produksi berita, pers perlu benar-benar selalu mempertimbangkan dampak. Media idealnya menjadi sumber referensi terpercaya sekaligus menjadi penjernih informasi di tengah maraknya hoaks dan fake news yang muncul mewarnai pesta demokrasi.



“Media punya daya gugah tinggi. Setelah mengonsumsi berita, publik akan berpikir lalu bersikap lantas bertindak. Secara individu maupun berkelompok. Jangan sampai pers justru menjadi perangsang ketegangan bahkan pemicu konflik,” ujar GM News Gathering iNews Media Group Armydian Kurniawan dalam diskusi Pemberitaan Pilkada 2024 yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Denpasar, Bali, Sabtu (23/4/2024).

Seperti diketahui, pada 27 November 2024 pilkada serentak akan dilaksanakan di 545 daerah yang terdiri atas 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Apabila tidak berhati-hati dalam pemberitaan pilkada baik teknis maupun agenda politis aktor-aktor yang berlaga, maka media dapat menjadi memancing konflik horisontal di berbagai daerah.

“Jadi media harus bijak. Hati-hati ditunggangi kepentingan untuk menguntungkan bahkan merugikan kontestan tertentu. Terapkan jurnalisme damai. Sensitif pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebenaran,” kata Armydian di hadapan peserta diskusi yang terdiri atas wartawan, pemantau pemilu, dan mahasiswa.

Pada Januari hingga Maret 2024, Satgas Pengaduan Pemilu Dewan Pers telah menerima tujuh pengaduan terkait pemberitaan. Sebagian besar lantaran media mengambil informasi dari media sosial tanpa melakukan konfirmasi dan tidak mematuhi Kode Etik Jurnalistik terutama dalam hal keberimbangan atau cover both sides.

Menurut Armydian, info awal boleh dari mana saja. Namun insan pers wajib untuk menempuh langkah verifikasi berlapis dan konfirmasi sebelum melempar berita ke ruang publik. Selain sebagai institusi pers, organisasi media juga entitas bisnis yang beroperasi dengan fondasi trust atau kepercayaan.

“Kalau media sudah tak dipercaya maka reputasinya hancur, bisnisnya runtuh. Di sisi lain, ingat selalu dengan firewall, pembatas kuat antara jurnalistik dan bisnis,” pungkas Kepala Peliputan Nasional MNC Portal Indonesia ini.

Pembicara lain, Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, Budiharjo mengingatkan bahwa pers adalah pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pers menjadi saluran bagi publik untuk mendapatkan kebenaran sekaligus simbol keterbukaan dan kebebasan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1286 seconds (0.1#10.140)