Memperjelas Arah Pendidikan Hukum di Negara Hukum
loading...
A
A
A
Di sini peran pendidikan tinggi hukum sangat dibutuhkan, Pendidikan tinggi hukum adalah pondasi, diibaratkan pohon adalah akarnya, kalau pondasi dan akarnya kuat, maka batang dan rantingnya juga akan ikut kuat, tidak akan mudah diombang ambingkan oleh angin, (dipermainkan oleh oknum yang ingin mempermainkan hukum).
Pada 2023 Indonesia harus memperjelas arah pendidikan tinggi hukum. Karena selain sebagai pengawal penegakan hukum dan keadilan, pendidikan tinggi hukum juga dapat berfungsi membekali dan menyiapkan sedini mungkin para calon sarjana dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan dan kemahiran hukum yang cukup memadai. Sehingga setiap lulusan sarjana hukum mampu merumuskan dan memecahkan berbagai macam persoalan hukum yang muncul dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya dituntut untuk mengisi jabatan-jabatan pemerintahan semata.
Fakultas Hukum dan Tanggung Jawabnya
Usaha pembaharuan hukum di Indonesia adalah suatu “conditio sine qua non”, sebagai suatu usaha yang harus terus dilakukan oleh fakultas hokum. Fakultas hukum mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang kompeten, profesionalitas, berintegritas dan tanggung jawab.
Fakultas hukum merupakan masa depan bagi dunia peradilan dan berbagai profesi hukum, sehingga perguruan tinggi hukum harus senantiasa mengevaluasi diri demi pengembangan sistem pendidikan yang melahirkan lulusannya berkualitas. Selama ini out put dari fakultas hukum dianggap hanya menghasilkan para yuris profesional yang berpandangan normatif, tidak mampu melihat kenyataan yang sesungguhnya didalam masyarakat, sehingga cenderung melihat hukum sebagai “rulee and logic”.
Dapat dikatakan bahwa hampir semua fakultas hukum di Indonesia mempunyai visi untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai penguasaan keterampilan hukum yang didukung penguasaan aspek teoritik dan dilandasi oleh etik. Oleh karena itu, tantangan pendidikan hukum senantiasa pada kualitas dan integritas moral lulusan yang akan bekerja pada area profesi hukum, sehingga pendidikan hukum harus dilakukan dengan standar kualitas yang tinggi.
Fakultas hukum sebagai lembaga yang menghasilkan para sarjana dan ahli hukum, jika dilihat tentu ukuran paling relevan terhadap keberhasilannya adalah apakah para lulusan tersebut memiliki peran positif bagi perkembangan bidang hukum atau tidak.
Oleh karena itu, tidak salah kiranya jika ada gugatan terhadap eksistensi dan peran pendidikan tinggi hukum jika dibenturkan dengan kondisi atas carut-marutnya hukum di Indonesia yang belum banyak berubah dari kondisi dari sebelum-sebelumnya.
Berbagai persoalan hukum yang muncul akhir-akhir ini seperti tertangkapnya beberapa hakim agung, panitera dan pengacara serta tercorengnya institusi Polri akibat dari perbuatan mantan anggotanya Ferdi Sambo, benar-benar telah merusak wajah aparat penegak hukum, mereka dianggab bermain-main dalam kasus hukum yang ditangani dan menjadi aktornya. Oleh karenanya pendidikan tinggi hukum dan fakultas hukum dianggap juga harus ikut bertanggung jawab terhadap tingkah polah para lulusannya tersebut.
Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah para sarjana hukum harus memiliki Integritas, idealisme, perilaku dan moral yang baik, jujur, berkeadilan, dan bijaksana. Selama ini komponen idealisme, moral, dan perilaku kurang mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum.
Mata kuliah yang membahas moral sangat minim, hanya sekitar 8 (delapan) SKS yang terbagi kedalam mata kuliah hukum yaitu: Etika profesi hukum, filsafat hukum, Pancasila dan Agama yang masing-masing 2 (dua) SKS. Perbaikan kurikulum, metode pengajaran, serta bahan ajar, dan sumber daya pengajar yang berkualitas harus segera dibenahi.
Pada 2023 Indonesia harus memperjelas arah pendidikan tinggi hukum. Karena selain sebagai pengawal penegakan hukum dan keadilan, pendidikan tinggi hukum juga dapat berfungsi membekali dan menyiapkan sedini mungkin para calon sarjana dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan dan kemahiran hukum yang cukup memadai. Sehingga setiap lulusan sarjana hukum mampu merumuskan dan memecahkan berbagai macam persoalan hukum yang muncul dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya dituntut untuk mengisi jabatan-jabatan pemerintahan semata.
Fakultas Hukum dan Tanggung Jawabnya
Usaha pembaharuan hukum di Indonesia adalah suatu “conditio sine qua non”, sebagai suatu usaha yang harus terus dilakukan oleh fakultas hokum. Fakultas hukum mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang kompeten, profesionalitas, berintegritas dan tanggung jawab.
Fakultas hukum merupakan masa depan bagi dunia peradilan dan berbagai profesi hukum, sehingga perguruan tinggi hukum harus senantiasa mengevaluasi diri demi pengembangan sistem pendidikan yang melahirkan lulusannya berkualitas. Selama ini out put dari fakultas hukum dianggap hanya menghasilkan para yuris profesional yang berpandangan normatif, tidak mampu melihat kenyataan yang sesungguhnya didalam masyarakat, sehingga cenderung melihat hukum sebagai “rulee and logic”.
Dapat dikatakan bahwa hampir semua fakultas hukum di Indonesia mempunyai visi untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai penguasaan keterampilan hukum yang didukung penguasaan aspek teoritik dan dilandasi oleh etik. Oleh karena itu, tantangan pendidikan hukum senantiasa pada kualitas dan integritas moral lulusan yang akan bekerja pada area profesi hukum, sehingga pendidikan hukum harus dilakukan dengan standar kualitas yang tinggi.
Fakultas hukum sebagai lembaga yang menghasilkan para sarjana dan ahli hukum, jika dilihat tentu ukuran paling relevan terhadap keberhasilannya adalah apakah para lulusan tersebut memiliki peran positif bagi perkembangan bidang hukum atau tidak.
Oleh karena itu, tidak salah kiranya jika ada gugatan terhadap eksistensi dan peran pendidikan tinggi hukum jika dibenturkan dengan kondisi atas carut-marutnya hukum di Indonesia yang belum banyak berubah dari kondisi dari sebelum-sebelumnya.
Berbagai persoalan hukum yang muncul akhir-akhir ini seperti tertangkapnya beberapa hakim agung, panitera dan pengacara serta tercorengnya institusi Polri akibat dari perbuatan mantan anggotanya Ferdi Sambo, benar-benar telah merusak wajah aparat penegak hukum, mereka dianggab bermain-main dalam kasus hukum yang ditangani dan menjadi aktornya. Oleh karenanya pendidikan tinggi hukum dan fakultas hukum dianggap juga harus ikut bertanggung jawab terhadap tingkah polah para lulusannya tersebut.
Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah para sarjana hukum harus memiliki Integritas, idealisme, perilaku dan moral yang baik, jujur, berkeadilan, dan bijaksana. Selama ini komponen idealisme, moral, dan perilaku kurang mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum.
Mata kuliah yang membahas moral sangat minim, hanya sekitar 8 (delapan) SKS yang terbagi kedalam mata kuliah hukum yaitu: Etika profesi hukum, filsafat hukum, Pancasila dan Agama yang masing-masing 2 (dua) SKS. Perbaikan kurikulum, metode pengajaran, serta bahan ajar, dan sumber daya pengajar yang berkualitas harus segera dibenahi.