Majelis Hakim Harus Hindari Persepsi Subjektif Dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
Senin, 12 Desember 2022 - 12:57 WIB
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara pembunuhan Brigadir J belakangan ini menarik perhatian publik. Lantaran majelis hakim kerap memarahi dan menyangkal keterangan disampaikan beberapa orang terdakwa maupun saksi yang dihadirkan dalam kasus Duren Tiga itu.
Ahli Hukum Pidana UI Chudry Sitompul menjelaskan majelis hakim seharusnya tidak boleh memimpin persidangan seolah milik dan kehendaknya sendiri. Chudry mengingatkan, dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman amat diatur bahwa hakim dilarang menunjukkan perasaan pada kasus dipimpinnya serta tak boleh emosional ketika mengingatkan saksi atau terdakwa.
"Kebebasan dan kemerdekaan hakim harus tetap di dalam aturan. Hakim dalam persidangan tidak boleh memperlihatkan emosi pribadinya. Jangan sampai hakim ingin sidang berjalan sesuai persepsinya," ujar Chudry dalam keterangannya, Senin (12/12/2022).
Selanjutnya Chudry mengatakan, kadang ketika berjalannya persidangan, seperti dalam kasus Duren Tiga sekarang, terdakwa dan saksi dapat saja lupa serta bingung. Faktor penyebabnya seperti tenggat waktu yang lama saat memberikan keterangan pada penyidik dengan jarak dimulainya persidangan perkara.
"Bila selisih sehari atau dua hari mungkin para terdakwa dan saksi masih kuat ingatannya. Tetapi kalau telah sebulan, dua bulan, atau malah lebih, membuat kadang orang juga lupa. Di sinilah hakim harus bersikap sabar," tandas Chudry.
Chudry mengemukakan hakim dalam memimpin perkara diwajibkan tidak bersikap subjektif dan terkesan mengambil kesimpulan sendiri. Menurut Chudry, sifat hakim seperti itu menunjukkan tidak profesional dan dibolehkan untuk dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) oleh pihak yang merasa dirugikan.
Kasus pembunuhan Brigadir J telah menetapkan lima orang terdakwa yakni Ferdy Sambo,Putri Candrawathy, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Selama sidang digelar, majelis hakim perkara terlihat acap kali memarahi para saksi, seperti membentak Susi, Asisten Rumah Tangga (ART) Ferdy Sambo, sebab dianggap berbohong keterangannya.
Peristiwa serupa juga terjadi pada terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Maruf yang 'disemprot' hakim secara keras karena dinilai berbelit penjelasannya serta tidak konsisten.
Majelis hakim menyimpulkan keterangan dari saksi Susi, Ricky Rizal, maupun Kuat Maruf hanya bernilai kebohongan. Berbeda dengan terrdakwa dan saksi Eliezer, justru majelis hakim anggap semua yang disampaikannya adalah benar dan dipercaya.
Ahli Hukum Pidana UI Chudry Sitompul menjelaskan majelis hakim seharusnya tidak boleh memimpin persidangan seolah milik dan kehendaknya sendiri. Chudry mengingatkan, dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman amat diatur bahwa hakim dilarang menunjukkan perasaan pada kasus dipimpinnya serta tak boleh emosional ketika mengingatkan saksi atau terdakwa.
Baca Juga
"Kebebasan dan kemerdekaan hakim harus tetap di dalam aturan. Hakim dalam persidangan tidak boleh memperlihatkan emosi pribadinya. Jangan sampai hakim ingin sidang berjalan sesuai persepsinya," ujar Chudry dalam keterangannya, Senin (12/12/2022).
Selanjutnya Chudry mengatakan, kadang ketika berjalannya persidangan, seperti dalam kasus Duren Tiga sekarang, terdakwa dan saksi dapat saja lupa serta bingung. Faktor penyebabnya seperti tenggat waktu yang lama saat memberikan keterangan pada penyidik dengan jarak dimulainya persidangan perkara.
"Bila selisih sehari atau dua hari mungkin para terdakwa dan saksi masih kuat ingatannya. Tetapi kalau telah sebulan, dua bulan, atau malah lebih, membuat kadang orang juga lupa. Di sinilah hakim harus bersikap sabar," tandas Chudry.
Chudry mengemukakan hakim dalam memimpin perkara diwajibkan tidak bersikap subjektif dan terkesan mengambil kesimpulan sendiri. Menurut Chudry, sifat hakim seperti itu menunjukkan tidak profesional dan dibolehkan untuk dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) oleh pihak yang merasa dirugikan.
Kasus pembunuhan Brigadir J telah menetapkan lima orang terdakwa yakni Ferdy Sambo,Putri Candrawathy, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Selama sidang digelar, majelis hakim perkara terlihat acap kali memarahi para saksi, seperti membentak Susi, Asisten Rumah Tangga (ART) Ferdy Sambo, sebab dianggap berbohong keterangannya.
Peristiwa serupa juga terjadi pada terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Maruf yang 'disemprot' hakim secara keras karena dinilai berbelit penjelasannya serta tidak konsisten.
Majelis hakim menyimpulkan keterangan dari saksi Susi, Ricky Rizal, maupun Kuat Maruf hanya bernilai kebohongan. Berbeda dengan terrdakwa dan saksi Eliezer, justru majelis hakim anggap semua yang disampaikannya adalah benar dan dipercaya.
(kri)
tulis komentar anda