Bola, Maulid Nabi, dan Pendidikan Karakter
Sabtu, 29 Oktober 2022 - 16:37 WIB
Ditinjau dari kaca mata psikologis, sepak bola mengandung unsur pendidikan karakter. Apa dan bagaimana pendidikan karakter dalam sepak bola? Dalam artikel ini akan diulas nilai-nilai positif permainan bola dengan teori pendidikan karakter. Terlebih pada momentum bulan Maulid Nabi Muhammad saw saat ini, di mana kita dituntut dapat meneladani karakter mulia Rasulullah.
Pendidikan Karakter Bola
Setiap pertandingan olah raga, tak terkecuali sepak bola, sebenarnya mengandung pendidikan karakter. Minimal, olah raga itu mengajarkan tentang sportifitas dan kejujuran. Sportivitas sangat diperlukan agar pertandingan berjalan fairness. Kejujuran dibutuhkan agar olahraga dapat dijadikan media persahabatan yang tulus antar manusia sebagai makhluk sosial.
Sir Alex Ferguson, mantan manajer Mancester United (MU) paling sukses sepanjang sejarahnya mengatakan dalam auto-biografinya: Sometimes in football you have to hold your hand up and say, yeah, they're better than us". (Terkadang dalam sepak bola Anda harus mengangkat tangan dan berkata, ya, mereka lebih baik dari kami).
Apa yang diajarkan Fergie (panggilan akrabnya) adalah pentingnya bermain fairness dan respek terhadap kemenangan lawan dan mengakui kekalahan timnya. Bukankah sepak bola itu sekadar permainan, yang sudah sewajarnya ada yang menang dan juga kalah? Lalu bagaimana kalau kita ingin menang?
Dalam pernyataan lain Fergie menyampaikan: "Once you bid farewell to discipline you say goodbye to success". (Begitu Anda mengucapkan selamat tinggal pada kedisiplinan, Anda mengucapkan selamat tinggal pada kesuksesan).
Jelas sekali apa yang diajarkan oleh Fergie itu menunjukkan bahwa bermain bola tidak cukup hanya bermodal otot. Bermain bola butuh kendali emosi yang cukup. Juga perlu disiplin, strategi dan kemampuan analisis yang memadai. Perpaduan antara kontrol emosi dan kemampuan analisis akan membentuk karakter individu yang utuh.
Tentu, sepak bola bukan hanya milik para pemainnya. Semua pihak yang terlibat (stake holders), khususnya pada suporternya, juga harus memiliki cara pandang yang sama, sehingga saat terjadi kekalahan bisa dipahami dengan baik.
Tidak saling menyalahkan, apalagi memunculkan kekerasan fisik. Sehingga, dalam sepak bola diperlukan evaluasi yang holistik untuk memetakan kelemahan dan membangun kekuatan.
Apa saja unsur pendidikan karakter dalam sepak bola itu? Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, dalam magnum opusnya kitab Ihya Ulumiddin, mengatakan bahwa pendidikan karakter hendaknya mampu mengembangkan karakter individu diantaranya: terdorong untuk berpikir, merenung (muhasabah), ikhlas, sabar, syukur, murah hati, jujur, cinta, dan lain-lain sebagainya.
Pendidikan Karakter Bola
Setiap pertandingan olah raga, tak terkecuali sepak bola, sebenarnya mengandung pendidikan karakter. Minimal, olah raga itu mengajarkan tentang sportifitas dan kejujuran. Sportivitas sangat diperlukan agar pertandingan berjalan fairness. Kejujuran dibutuhkan agar olahraga dapat dijadikan media persahabatan yang tulus antar manusia sebagai makhluk sosial.
Sir Alex Ferguson, mantan manajer Mancester United (MU) paling sukses sepanjang sejarahnya mengatakan dalam auto-biografinya: Sometimes in football you have to hold your hand up and say, yeah, they're better than us". (Terkadang dalam sepak bola Anda harus mengangkat tangan dan berkata, ya, mereka lebih baik dari kami).
Apa yang diajarkan Fergie (panggilan akrabnya) adalah pentingnya bermain fairness dan respek terhadap kemenangan lawan dan mengakui kekalahan timnya. Bukankah sepak bola itu sekadar permainan, yang sudah sewajarnya ada yang menang dan juga kalah? Lalu bagaimana kalau kita ingin menang?
Dalam pernyataan lain Fergie menyampaikan: "Once you bid farewell to discipline you say goodbye to success". (Begitu Anda mengucapkan selamat tinggal pada kedisiplinan, Anda mengucapkan selamat tinggal pada kesuksesan).
Jelas sekali apa yang diajarkan oleh Fergie itu menunjukkan bahwa bermain bola tidak cukup hanya bermodal otot. Bermain bola butuh kendali emosi yang cukup. Juga perlu disiplin, strategi dan kemampuan analisis yang memadai. Perpaduan antara kontrol emosi dan kemampuan analisis akan membentuk karakter individu yang utuh.
Tentu, sepak bola bukan hanya milik para pemainnya. Semua pihak yang terlibat (stake holders), khususnya pada suporternya, juga harus memiliki cara pandang yang sama, sehingga saat terjadi kekalahan bisa dipahami dengan baik.
Tidak saling menyalahkan, apalagi memunculkan kekerasan fisik. Sehingga, dalam sepak bola diperlukan evaluasi yang holistik untuk memetakan kelemahan dan membangun kekuatan.
Apa saja unsur pendidikan karakter dalam sepak bola itu? Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, dalam magnum opusnya kitab Ihya Ulumiddin, mengatakan bahwa pendidikan karakter hendaknya mampu mengembangkan karakter individu diantaranya: terdorong untuk berpikir, merenung (muhasabah), ikhlas, sabar, syukur, murah hati, jujur, cinta, dan lain-lain sebagainya.
tulis komentar anda