Bebaskan Anak Perempuan dari Ancaman Predator Seksual
Rabu, 12 Oktober 2022 - 09:00 WIB
Kekerasan Seksual pada Anak Perempuan
Dari jumlah tersebut, masih banyak masalah yang dialami anak-anak Indonesia, di antaranya menghadapi predator aksi kekerasan seksual. Menurut WHO, definisi kekerasan seksual sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa persetujuan, dengan unsur paksaan atau ancaman, termasuk perdagangan perempuan dengan tujuan seksual, dan pemaksaan prostitusi.
Komnas Perempuan membagi bentuk kekerasan seksual ke dalam 15 macam, di antaranya bentuk tindakan seksual maupun tindakan untuk mendapatkan seksual secara memaksa, pelecehan seksual baik secara fisik maupun verbal, mengeksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan dan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual, serta kontrol seksual yang mendiskriminasikan perempuan.
Aksi kekerasan seksual ini juga dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapa pun termasuk istri atau suami, pacar, orang tua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga orang yang tak dikenal. Kekerasan seksual ini dapat terjadi di mana saja, termasuk rumah, tempat kerja, atau lingkungan pendidikan (sekolah, tempat kursus, pesantren, atau kampus).
Merujuk pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dipublkikasi media, sepanjang Januari-Desember 2021, telah terjadi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sebanyak 18 kasus, yang tersebar di 17 kabupaten/kota di 9 provinsi. Meski “hanya” 18 kasus, namun jumlah korbannya mencapai 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki.
Ironisnya, 55,5% pelakunya adalah guru. Kekhawatiran masih terus membayang pada 2022. KPAI mencatat, sepanjang Januari - Juli 2022 telah terjadi 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. Jumlah total korbannya berjumlah 52 anak, terdiri atas 16 orang anak laki-laki dan 36 orang anak perempuan.
Fenomena ini hanya menggambarkan aksi kekerasan seksual di lingkungan sekolah yang terjadi pada anak perempuan. Bagaimana dengan aksi serupa di luar lingkungan sekolah? Melalui laman real-time Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tercatat sejak 1 Januari 2022 hingga saat ini, terdapat 17.426 perempuan dari berbagai usia yang menjadi korban kekerasan seksual.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,8% perempuan korban kekerasan seksual di usia 0-5 tahun; 14,6% korban perempuan di usia 6-12 tahun; dan 29,7% korban perempuan di usia 13-17 tahun. Bandingkan dengan korban laki-laki yang berjumlah 3.075 orang dari berbagai range usia.
Ringkihnya Posisi Anak Perempuan
Dari fenomena ini jelas terlihat, betapa ringkihnya posisi anak perempuan. Kekerasan seksual terhadap anak--baik laki-laki maupun perempuan--adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak menyenangkan karena dampaknya bisa menghancurkan psikososial, serta tumbuh dan kembangnya di masa depan.
Dari jumlah tersebut, masih banyak masalah yang dialami anak-anak Indonesia, di antaranya menghadapi predator aksi kekerasan seksual. Menurut WHO, definisi kekerasan seksual sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa persetujuan, dengan unsur paksaan atau ancaman, termasuk perdagangan perempuan dengan tujuan seksual, dan pemaksaan prostitusi.
Komnas Perempuan membagi bentuk kekerasan seksual ke dalam 15 macam, di antaranya bentuk tindakan seksual maupun tindakan untuk mendapatkan seksual secara memaksa, pelecehan seksual baik secara fisik maupun verbal, mengeksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan dan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual, serta kontrol seksual yang mendiskriminasikan perempuan.
Aksi kekerasan seksual ini juga dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapa pun termasuk istri atau suami, pacar, orang tua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga orang yang tak dikenal. Kekerasan seksual ini dapat terjadi di mana saja, termasuk rumah, tempat kerja, atau lingkungan pendidikan (sekolah, tempat kursus, pesantren, atau kampus).
Merujuk pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dipublkikasi media, sepanjang Januari-Desember 2021, telah terjadi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sebanyak 18 kasus, yang tersebar di 17 kabupaten/kota di 9 provinsi. Meski “hanya” 18 kasus, namun jumlah korbannya mencapai 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki.
Ironisnya, 55,5% pelakunya adalah guru. Kekhawatiran masih terus membayang pada 2022. KPAI mencatat, sepanjang Januari - Juli 2022 telah terjadi 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. Jumlah total korbannya berjumlah 52 anak, terdiri atas 16 orang anak laki-laki dan 36 orang anak perempuan.
Fenomena ini hanya menggambarkan aksi kekerasan seksual di lingkungan sekolah yang terjadi pada anak perempuan. Bagaimana dengan aksi serupa di luar lingkungan sekolah? Melalui laman real-time Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tercatat sejak 1 Januari 2022 hingga saat ini, terdapat 17.426 perempuan dari berbagai usia yang menjadi korban kekerasan seksual.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,8% perempuan korban kekerasan seksual di usia 0-5 tahun; 14,6% korban perempuan di usia 6-12 tahun; dan 29,7% korban perempuan di usia 13-17 tahun. Bandingkan dengan korban laki-laki yang berjumlah 3.075 orang dari berbagai range usia.
Ringkihnya Posisi Anak Perempuan
Dari fenomena ini jelas terlihat, betapa ringkihnya posisi anak perempuan. Kekerasan seksual terhadap anak--baik laki-laki maupun perempuan--adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak menyenangkan karena dampaknya bisa menghancurkan psikososial, serta tumbuh dan kembangnya di masa depan.
tulis komentar anda