Polri, Sambo, dan Kanjuruhan
Sabtu, 08 Oktober 2022 - 09:26 WIB
Pada pasal tersebut disebutkan bahwa penggunaan gas air mata dapat dilakukan pada tahap 5, setelah upaya persuasif dan penggunaan tangan kosong dilakukan untuk menghalau massa. Terlepas dari perdebatan tentang penggunaan gas air mata, namun persepsi publik telah terbangun bahwa tembakan gas air mata oleh anggota Polri saat pertandingan usai menjadi pemicu dari terjadinya tragedi tersebut.
Liam O’Shea (2022) mengungkapkan bahwa kesalahan-kesalahan bersifat elementer baik teknis operasional maupun upaya penegakan hukum dari personel dalam tugas pemolisiannya akan berakibat pada kemungkinan hilangnya dukungan publik pada institusi kepolisian tersebut.
Sejumlah temuan dari riset O’Shea di negara-negara bekas Uni Soviet menggambarkan bagaimana sentimen negatif publik atas kinerja kepolisian berakibat pada gagalnya institusi kepolisian menjadi lebih demokratik dan profesional.
Penelitian dari O’Shea sesungguhnya menggambarkan bahwa sebagai institusi penegak hukum, posisi kepolisian harus bisa membangun hubungan baik dengan publik.
Bahkan, O’Shea menarik kesimpulan bahwa kunci utama dari profesionalisme institusi kepolisian adalah dapat meyakinkan publik dengan kinerja dan pelayanan prima, dengan catatan mengurangi kesalahan elementer seolah publik tidak paham berkaitan dengan pelayanan kepolisian dan penegakan hukum.
Dibutuhkan Komitmen Perbaikan
Langkah yang dilakukan oleh Kapolri dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J sesungguhnya sudah sangat baik, tapi belum cukup untuk benar-benar membuat persepsi publik pulih kembali.
Pada kasus Brigadir J, misalnya, memproses hukum eks Kadiv Propam dan sejumlah tersangka lainnya serta memproses secara etik sejumlah personel yang dianggap terlibat harus juga dilanjutkan dengan melakukan bersih-bersih internal Polri. Terutama berkaitan dengan dugaan adanya kasus lainnya, mulai dari "Konsorsium 303 Judi Online" serta praktik penyimpangan kepolisian lainnya.
Momentum tersebut terbuka lebar karena publik masih menunggu langkah pimpinan Polri agar dapat bersikap tegas atas praktik penyimpangan dan memalukan institusi tersebut.
Upaya untuk memproses secara terbuka para pelaku kasus pembunuhan Brigadir J menjadi momentum baik bagi kembalinya dukungan publik kepada Polri. Satu di antaranya memastikan agar proses persidangan dari pelaku pembunuhan Brigadir J dapat dilakukan dengan baik dan di sisi lain penyegeraan proses hukuman bagi personel yang terlibat juga menjadi bagian penting untuk dilakukan.
Liam O’Shea (2022) mengungkapkan bahwa kesalahan-kesalahan bersifat elementer baik teknis operasional maupun upaya penegakan hukum dari personel dalam tugas pemolisiannya akan berakibat pada kemungkinan hilangnya dukungan publik pada institusi kepolisian tersebut.
Sejumlah temuan dari riset O’Shea di negara-negara bekas Uni Soviet menggambarkan bagaimana sentimen negatif publik atas kinerja kepolisian berakibat pada gagalnya institusi kepolisian menjadi lebih demokratik dan profesional.
Penelitian dari O’Shea sesungguhnya menggambarkan bahwa sebagai institusi penegak hukum, posisi kepolisian harus bisa membangun hubungan baik dengan publik.
Bahkan, O’Shea menarik kesimpulan bahwa kunci utama dari profesionalisme institusi kepolisian adalah dapat meyakinkan publik dengan kinerja dan pelayanan prima, dengan catatan mengurangi kesalahan elementer seolah publik tidak paham berkaitan dengan pelayanan kepolisian dan penegakan hukum.
Dibutuhkan Komitmen Perbaikan
Langkah yang dilakukan oleh Kapolri dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J sesungguhnya sudah sangat baik, tapi belum cukup untuk benar-benar membuat persepsi publik pulih kembali.
Pada kasus Brigadir J, misalnya, memproses hukum eks Kadiv Propam dan sejumlah tersangka lainnya serta memproses secara etik sejumlah personel yang dianggap terlibat harus juga dilanjutkan dengan melakukan bersih-bersih internal Polri. Terutama berkaitan dengan dugaan adanya kasus lainnya, mulai dari "Konsorsium 303 Judi Online" serta praktik penyimpangan kepolisian lainnya.
Momentum tersebut terbuka lebar karena publik masih menunggu langkah pimpinan Polri agar dapat bersikap tegas atas praktik penyimpangan dan memalukan institusi tersebut.
Upaya untuk memproses secara terbuka para pelaku kasus pembunuhan Brigadir J menjadi momentum baik bagi kembalinya dukungan publik kepada Polri. Satu di antaranya memastikan agar proses persidangan dari pelaku pembunuhan Brigadir J dapat dilakukan dengan baik dan di sisi lain penyegeraan proses hukuman bagi personel yang terlibat juga menjadi bagian penting untuk dilakukan.
tulis komentar anda