Riset Operasional Tuberkulosis
Selasa, 27 September 2022 - 10:43 WIB
Sementara itu, artikel lain berjudul “What is operational research and how can national tuberculosis programmes in low and middle income countries use it to end TB” yang dipublikasi di “Indian Journal of Tuberculosis” menyampaikan empat hal tentang riset operasional tuberkulosis. Pertama, mengakhiri TB di suatu negara memang memerlukan respons multisektoral dan juga intervensi tepat, tetapi riset operasional juga amat penting dilakukan.
Kedua, riset operasional punya peran penting untuk identifikasi masalah implementasi yang akan mungkin timbul, bagaimana latar belakangnya dan upaya mengatasinya. Ketiga, riset operasional akan dapat mengoptimasi implementasi program, memperbaiki kinerja program dan pada gilirannya akan berperan penting dalam eliminasi tuberkulosis. Keempat, penanggung jawab program penanggulangan TB di suatu negara perlu mengambil peran untuk mengintegrasikan dan membentuk budaya riset operasional dalam konteks penentu kebijakan publik secara keseluruhan dan juga masyarakat pada umumnya.
Area
Sedikitnya ada delapan area yang dapat dilakukan dalam riset operasional tuberkulosis. Ini meliputi aspek epidemiologi, klinik, ilmu dasar, sistem kesehatan, dampak pada program, intervensi kesehatan masyarakat, dampak sosio ekonomik dan juga hubungannya dengan kesiapan menghadapi pandemi (pandemic preparedness). Tentang metodologi bagaimana memulai suatu riset operasional tuberkulosis, maka baiknya dimulai dari proses persiapan yang meliputi cakupan dan proses yang akan dilakukan serta sensitisasi pada pemangku kepentingan yang terkait.
Lalu, dirumuskan ide riset operasional yang lebih jelas dan kemudian dilakukan penilaian / skoring untuk menilai prioritas ide yang ada. Kemudian dilakukan kompilasi, finalisasi dan juga prioritasi agenda riset oparasional yang akan dipilih. Untuk melakukan penilaian atau skoring dapat dipertimbangkan sedikitnya enam hal, yaitu relevansi di tingkat nasional / daerah, dampak kesehatan masyarakat, apakah memang perlu segera dilakukan (urgency), faktor ekuitas untuk berbagai pihak yang akan terkena dampak program, ketersediaan sumber daya serta analisa jenis kapasitas apa yang diperlukan.
Dalam perkembangannya, pada 2022 ini memang ada beberapa kebijakan global baru dalam hal tuberkulosis. Ini tentu dibuat berdasar riset operasional dan penerapannya di negara kita akan memerlukan kajian ilmiah lapangan pula. Kebijakan baru ini antara lain dalam bentuk pengobatan TB selama empat bulan dari tadinya enam bulan atau bahkan lebih, pentingnya memperluas skrining di masyarakat untuk meningkatkan penemuan kasus untuk dapat diobati dan memutus rantai penularan, upaya mendapatkan vaksin baru serta alat diagnosis baru dalam bentuk tuberculosis antigen-based skin test – ABST.
Selain itu juga banyak kajian tentang terapi pencegahan TB, penemuan kasus secara aktif, TB dan HIV, TB dan Diabetes Mellitus, TB pada anak, hubungan TB dan kebiasaan merokok serta integrasi kedua program ini agar pasien TB didukung untuk dapat berhenti merokok, dan lain-lain.
Dalam waktu dekat, mungkin akhir September atau di Oktober ini, akan dikeluarkan buku “Global TB Report 2022” dan akan kita lihat bagaimana data dan angka epidemiologi serta kinerja program pengendalian TB di negara kita, bersama dengan data negara-negara lain di dunia.
Dari draf awal buku ini nampaknya masih akan sangat banyak tantangan kita di waktu ke depan. Juga perlu disampaikan bahwa walaupun sekarang kita dalam pandemi Covid-19 tetapi TB tetap harus mendapat perhatian penting. Semoga kita semua dapat berupaya keras dan memberi peran masing-masing untuk Indonesia dapat lebih baik menangani tuberkulosis bagi kesehatan bangsa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Kedua, riset operasional punya peran penting untuk identifikasi masalah implementasi yang akan mungkin timbul, bagaimana latar belakangnya dan upaya mengatasinya. Ketiga, riset operasional akan dapat mengoptimasi implementasi program, memperbaiki kinerja program dan pada gilirannya akan berperan penting dalam eliminasi tuberkulosis. Keempat, penanggung jawab program penanggulangan TB di suatu negara perlu mengambil peran untuk mengintegrasikan dan membentuk budaya riset operasional dalam konteks penentu kebijakan publik secara keseluruhan dan juga masyarakat pada umumnya.
Area
Sedikitnya ada delapan area yang dapat dilakukan dalam riset operasional tuberkulosis. Ini meliputi aspek epidemiologi, klinik, ilmu dasar, sistem kesehatan, dampak pada program, intervensi kesehatan masyarakat, dampak sosio ekonomik dan juga hubungannya dengan kesiapan menghadapi pandemi (pandemic preparedness). Tentang metodologi bagaimana memulai suatu riset operasional tuberkulosis, maka baiknya dimulai dari proses persiapan yang meliputi cakupan dan proses yang akan dilakukan serta sensitisasi pada pemangku kepentingan yang terkait.
Lalu, dirumuskan ide riset operasional yang lebih jelas dan kemudian dilakukan penilaian / skoring untuk menilai prioritas ide yang ada. Kemudian dilakukan kompilasi, finalisasi dan juga prioritasi agenda riset oparasional yang akan dipilih. Untuk melakukan penilaian atau skoring dapat dipertimbangkan sedikitnya enam hal, yaitu relevansi di tingkat nasional / daerah, dampak kesehatan masyarakat, apakah memang perlu segera dilakukan (urgency), faktor ekuitas untuk berbagai pihak yang akan terkena dampak program, ketersediaan sumber daya serta analisa jenis kapasitas apa yang diperlukan.
Dalam perkembangannya, pada 2022 ini memang ada beberapa kebijakan global baru dalam hal tuberkulosis. Ini tentu dibuat berdasar riset operasional dan penerapannya di negara kita akan memerlukan kajian ilmiah lapangan pula. Kebijakan baru ini antara lain dalam bentuk pengobatan TB selama empat bulan dari tadinya enam bulan atau bahkan lebih, pentingnya memperluas skrining di masyarakat untuk meningkatkan penemuan kasus untuk dapat diobati dan memutus rantai penularan, upaya mendapatkan vaksin baru serta alat diagnosis baru dalam bentuk tuberculosis antigen-based skin test – ABST.
Selain itu juga banyak kajian tentang terapi pencegahan TB, penemuan kasus secara aktif, TB dan HIV, TB dan Diabetes Mellitus, TB pada anak, hubungan TB dan kebiasaan merokok serta integrasi kedua program ini agar pasien TB didukung untuk dapat berhenti merokok, dan lain-lain.
Dalam waktu dekat, mungkin akhir September atau di Oktober ini, akan dikeluarkan buku “Global TB Report 2022” dan akan kita lihat bagaimana data dan angka epidemiologi serta kinerja program pengendalian TB di negara kita, bersama dengan data negara-negara lain di dunia.
Dari draf awal buku ini nampaknya masih akan sangat banyak tantangan kita di waktu ke depan. Juga perlu disampaikan bahwa walaupun sekarang kita dalam pandemi Covid-19 tetapi TB tetap harus mendapat perhatian penting. Semoga kita semua dapat berupaya keras dan memberi peran masing-masing untuk Indonesia dapat lebih baik menangani tuberkulosis bagi kesehatan bangsa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Lihat Juga :
tulis komentar anda