HIPMI Dukung Media Baru Diatur dalam UU Penyiaran
Jum'at, 03 Juli 2020 - 16:26 WIB
"Fungsi pengawasan sebenarnya lebih ke arah untuk menjaga keamanan nasional, bukan sekedar sensor kepantasan pada konten dengan kategori dewasa yang berbau pornografi. Perlu segera dipastikan siapa yang akan mengawasi ke depan juga," tambahnya.
Anthony yang juga CEO Menara Digital Enterprise ini menjelaskan, bila perlu bisa dilakukan harmonisasi antara Netflix dan Youtube dengan televisi FTA dan kreator konten nasional seperti yang dilakukan di Australia.
Pemerintah Negeri Kanguru meminta Netflix dan YouTube untuk menayangkan konten lokal dan meminta mereka bergabung dengan televisi bebas bayar. "Dengan mengadopsi kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Australia, akan tercipta keadilan dalam industri penyiaran (Equal Playing Field)," ujarnya.
"Prinsipnya perlu didefinisikan details makna penyiran. Dan menurut saya penyiaran kepada masyarakat dalam bentuk apapun perlu diatur, diawasi, dan dikendalikan dengan regulasi yang sinkron," sambungnya.
Sebelumnya, stasiun televisi RCTI dan iNews mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan definisi Penyiaran pada UU Penyiaran yang sudah ada.
Keduanya mendorong agar perusahaan penyedia layanan streaming film dan video on demand (VoD) dilakukan pengawasan terhadap isi siaran mereka. Tidak hanya kepada OTT asing tapi hal seperti itu berlaku juga pada OTT lokal/nasional.
Kedua stasiun televisi tersebut khawatir bakal muncul konten-konten yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila lewat layanan perusahaan OTT. Gugatan ini terungkap dalam permohonan judicial review di situs MK.
Anthony yang juga CEO Menara Digital Enterprise ini menjelaskan, bila perlu bisa dilakukan harmonisasi antara Netflix dan Youtube dengan televisi FTA dan kreator konten nasional seperti yang dilakukan di Australia.
Pemerintah Negeri Kanguru meminta Netflix dan YouTube untuk menayangkan konten lokal dan meminta mereka bergabung dengan televisi bebas bayar. "Dengan mengadopsi kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Australia, akan tercipta keadilan dalam industri penyiaran (Equal Playing Field)," ujarnya.
"Prinsipnya perlu didefinisikan details makna penyiran. Dan menurut saya penyiaran kepada masyarakat dalam bentuk apapun perlu diatur, diawasi, dan dikendalikan dengan regulasi yang sinkron," sambungnya.
Sebelumnya, stasiun televisi RCTI dan iNews mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan definisi Penyiaran pada UU Penyiaran yang sudah ada.
Keduanya mendorong agar perusahaan penyedia layanan streaming film dan video on demand (VoD) dilakukan pengawasan terhadap isi siaran mereka. Tidak hanya kepada OTT asing tapi hal seperti itu berlaku juga pada OTT lokal/nasional.
Kedua stasiun televisi tersebut khawatir bakal muncul konten-konten yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila lewat layanan perusahaan OTT. Gugatan ini terungkap dalam permohonan judicial review di situs MK.
(maf)
tulis komentar anda