Hari Ozon Internasional dan Kerja Sama Global Melindungi Kehidupan di Bumi
Jum'at, 16 September 2022 - 15:48 WIB
Para ilmuwan pertama kali mengemukakan terkait lapisan ozon yang rusak pada akhir 1970. Informasi tersebut berdasarkan penelitian oleh “WMO Global Ozone Observing System”, yang mempunyai 150 stasiun pengamat ozon pada pertengahan 1950. Hasil penelitian mengungkapkan terdapat hubungan antara aktivitas manusia dengan kerusakan ozon. Umat manusia telah menciptakan lubang diperisai pelindung lapisan ini.
Selanjutnya, pada pertengahan 1974, para ahli dan peneliti dari Inggris, yaitu British Antartic Survey (BAS) mengumumkan bahwa lapisan ozon di atas Halley Bay – Antartika, menunjukkan adanya penipisan drastis yang diakibatkan reaksi kimia chlorin (C20H16N4) dan nitrogen (N). Observasi di Halley Bay tersebut tercatat bahwa penipisan yang terjadi mencapai sekitar 30-40% dalam satu dekade.
Sementara itu, kutub utara mulai diketahui kehilangan lapisan ozon pada 1980. Berdasarkan penelitian yang dilakukan antara 1950-1970 terukur rata-rata lapisan ozon sebesar 300 DU (Dobson Unit), akan tetapi dalam kurun waktu Oktober 1978-Oktober 1984, terukur lapisan ozon mencapai titik terendah yaitu sebesar 125 DU.
Dobson Unit adalah satuan yang digunakan untuk menggambarkan konsentrasi ozon. Secara umum, ketebalan lapisan ozon di Bumi adalah 300 DU atau 3 mm. Satu DU didefinisikan sebagai banyaknya molekul ozon untuk membuat suatu lapisan ozon murni dengan ketebalan 0,01 mm pada suhu 0 derajat Celsius dan tekanan 1 atmosfer.
Kemudian, berdasarkan peta konsentrasi ozon yang diambil oleh NASA Ozone Watch pada 8 September 2021, menjelaskan bahwa terdapat sebuah lubang konsentrasi ozon di daerah kutub selatan. Hal ini ditandai dengan adanya lingkaran dengan konsentrasi ozon yang lebih rendah dibandingkan daerah lain, yaitu sebesar 100-200 DU. Ilmuwan sepakat bahwa penurunan konsentrasi ozon di atmosfer disebabkan oleh zat penipis ozon atau ozone depleting substances (ODS).
Pada Protokol Montreal diatur sekitar 100 jenis ODS, di antaranya adalah senyawa metil bromida, metil kloroform, karbon tetraklorida, dan kelompok senyawa kimia yang disebut sebagai halon, chlorofluorocarbon (CFC), dan hydrochlorofluorocarbon (HCFC). CFC dan HCFC merupakan senyawa yang sering digunakan pada pendingin ruangan dan kulkas, serta pada manufaktur kemasan di industri. Satu molekul CFC dapat merusak puluhan ribu molekul ozon.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang ikut berkomitmen untuk mengatasi penipisan lapisan ozon ditandai dengan menandatangani Konvensi Wina dan Protokol Montreal. Sebagai bentuk tindakan nyata, Indonesia mempunyai kewajiban untuk melaksanakan program perlindungan lapisan ozon secara bertahap dan sudah dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992.
Salah satu tindaklanjut komitmen tersebut, Indonesia melalui Kementerian Perindustrian melarang penggunaan HCFC pada 1 Januari 2015 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 41/M-IND/PER/5/2014 tentang Larangan Penggunaan Hydrochloroflourocarbon (HCFC) di Bidang Perindustrian. HCFC yang dilarang meliputi jenis HCFC-22 dan HCFC-141b.
Kedua jenis HCFC tersebut dilarang digunakan pada pengisian dalam proses produksi mesin pendingin ruangan (AC), mesin pengatur suhu udara dan alat refrigerasi, proses produksi rigit foam untuk barang freezer, domestic refrigerator, boardstock/laminated, refrigerated truck, dan proses produksi integral skin untuk penggunaan di sektor otomotif dan furnitur.
Tidak hanya pemerintah, semua pihak perlu berkontribusi dalam melindungi dan melestarikan lapisan ozon di bumi. Pertama, kontribusi sektor universitas/akademisi yaitu menciptakan produk-produk rumah tangga ramah lapisan ozon melalui novasi riset/ kajian llmiah. Selain itu, juga dapat melakukan studi literatur terkait dampak penggunaan ODS terhadap lapisan ozon dan mendiseminasikan kepada masyarakat umum.
Selanjutnya, pada pertengahan 1974, para ahli dan peneliti dari Inggris, yaitu British Antartic Survey (BAS) mengumumkan bahwa lapisan ozon di atas Halley Bay – Antartika, menunjukkan adanya penipisan drastis yang diakibatkan reaksi kimia chlorin (C20H16N4) dan nitrogen (N). Observasi di Halley Bay tersebut tercatat bahwa penipisan yang terjadi mencapai sekitar 30-40% dalam satu dekade.
Sementara itu, kutub utara mulai diketahui kehilangan lapisan ozon pada 1980. Berdasarkan penelitian yang dilakukan antara 1950-1970 terukur rata-rata lapisan ozon sebesar 300 DU (Dobson Unit), akan tetapi dalam kurun waktu Oktober 1978-Oktober 1984, terukur lapisan ozon mencapai titik terendah yaitu sebesar 125 DU.
Dobson Unit adalah satuan yang digunakan untuk menggambarkan konsentrasi ozon. Secara umum, ketebalan lapisan ozon di Bumi adalah 300 DU atau 3 mm. Satu DU didefinisikan sebagai banyaknya molekul ozon untuk membuat suatu lapisan ozon murni dengan ketebalan 0,01 mm pada suhu 0 derajat Celsius dan tekanan 1 atmosfer.
Kemudian, berdasarkan peta konsentrasi ozon yang diambil oleh NASA Ozone Watch pada 8 September 2021, menjelaskan bahwa terdapat sebuah lubang konsentrasi ozon di daerah kutub selatan. Hal ini ditandai dengan adanya lingkaran dengan konsentrasi ozon yang lebih rendah dibandingkan daerah lain, yaitu sebesar 100-200 DU. Ilmuwan sepakat bahwa penurunan konsentrasi ozon di atmosfer disebabkan oleh zat penipis ozon atau ozone depleting substances (ODS).
Pada Protokol Montreal diatur sekitar 100 jenis ODS, di antaranya adalah senyawa metil bromida, metil kloroform, karbon tetraklorida, dan kelompok senyawa kimia yang disebut sebagai halon, chlorofluorocarbon (CFC), dan hydrochlorofluorocarbon (HCFC). CFC dan HCFC merupakan senyawa yang sering digunakan pada pendingin ruangan dan kulkas, serta pada manufaktur kemasan di industri. Satu molekul CFC dapat merusak puluhan ribu molekul ozon.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang ikut berkomitmen untuk mengatasi penipisan lapisan ozon ditandai dengan menandatangani Konvensi Wina dan Protokol Montreal. Sebagai bentuk tindakan nyata, Indonesia mempunyai kewajiban untuk melaksanakan program perlindungan lapisan ozon secara bertahap dan sudah dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992.
Salah satu tindaklanjut komitmen tersebut, Indonesia melalui Kementerian Perindustrian melarang penggunaan HCFC pada 1 Januari 2015 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 41/M-IND/PER/5/2014 tentang Larangan Penggunaan Hydrochloroflourocarbon (HCFC) di Bidang Perindustrian. HCFC yang dilarang meliputi jenis HCFC-22 dan HCFC-141b.
Kedua jenis HCFC tersebut dilarang digunakan pada pengisian dalam proses produksi mesin pendingin ruangan (AC), mesin pengatur suhu udara dan alat refrigerasi, proses produksi rigit foam untuk barang freezer, domestic refrigerator, boardstock/laminated, refrigerated truck, dan proses produksi integral skin untuk penggunaan di sektor otomotif dan furnitur.
Tidak hanya pemerintah, semua pihak perlu berkontribusi dalam melindungi dan melestarikan lapisan ozon di bumi. Pertama, kontribusi sektor universitas/akademisi yaitu menciptakan produk-produk rumah tangga ramah lapisan ozon melalui novasi riset/ kajian llmiah. Selain itu, juga dapat melakukan studi literatur terkait dampak penggunaan ODS terhadap lapisan ozon dan mendiseminasikan kepada masyarakat umum.
Lihat Juga :
tulis komentar anda