Penolakan Rumah Ibadah dan Absolutisme Beragama
Jum'at, 16 September 2022 - 15:24 WIB
Wildani Hefni
Kepala Pusat Penelitian LP2M, Dosen Fakultas Syariah dan Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
RENCANA pembangunan gereja di tanah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha di lingkungan Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon Banten menuai perdebatan panjang. Rencana pendirian rumah ibadah ini mendapatkan penolakan dari sejumlah orang yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon. Persoalan ini kemudian riuh di publik karena Wali Kota Cilegon dan wakilnya turut menandatangani kain putih penolakan pendirian gereja tersebut.
Apa boleh dikata, nasi sudah menjadi bubur. Kecaman dari pelbagai kelompok berdatangan. Betapa tidak, urusan teknis administratif pun dalam proses pendirian gereja mengalami kendala dari tingkat paling bawah yaitu saat pengurusan di tingkat kelurahan untuk memperoleh validasi atas tujuh puluh dukungan warga.
Peminggiran atas hak-hak minoritas semakin memperlihatkan stagnasi dan regresi demokrasi Indonesia, sebagaimana yang ditulis secara komprehensif dalam buku Contentious Belonging: The Place of Minorities in Indonesia (2019).
Kekuatan kelompok tertentu memberangus kekayaan bangsa akan keragaman. Manifestasi dari moto persatuan dalam keragaman (unity in diversity) hangus ditelan oleh semburan intoleransi yang saling mencakar antara satu kelompok dengan kelompok lain.
Anehnya, pertikaian itu sebagian disebabkan oleh runyamnya cara beragama. Tidak jarang, elite negara mengambil bagian dengan cara terlibat dalam tindakan diskriminatif yang antiminoritas, marginalisasi, dan tidak jarang mengamini persekusi.
Absolutisme Beragama
Prosedur pendirian rumah ibadah telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di Republik ini. Satu di antaranya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Kepala Pusat Penelitian LP2M, Dosen Fakultas Syariah dan Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
RENCANA pembangunan gereja di tanah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha di lingkungan Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon Banten menuai perdebatan panjang. Rencana pendirian rumah ibadah ini mendapatkan penolakan dari sejumlah orang yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon. Persoalan ini kemudian riuh di publik karena Wali Kota Cilegon dan wakilnya turut menandatangani kain putih penolakan pendirian gereja tersebut.
Apa boleh dikata, nasi sudah menjadi bubur. Kecaman dari pelbagai kelompok berdatangan. Betapa tidak, urusan teknis administratif pun dalam proses pendirian gereja mengalami kendala dari tingkat paling bawah yaitu saat pengurusan di tingkat kelurahan untuk memperoleh validasi atas tujuh puluh dukungan warga.
Peminggiran atas hak-hak minoritas semakin memperlihatkan stagnasi dan regresi demokrasi Indonesia, sebagaimana yang ditulis secara komprehensif dalam buku Contentious Belonging: The Place of Minorities in Indonesia (2019).
Kekuatan kelompok tertentu memberangus kekayaan bangsa akan keragaman. Manifestasi dari moto persatuan dalam keragaman (unity in diversity) hangus ditelan oleh semburan intoleransi yang saling mencakar antara satu kelompok dengan kelompok lain.
Anehnya, pertikaian itu sebagian disebabkan oleh runyamnya cara beragama. Tidak jarang, elite negara mengambil bagian dengan cara terlibat dalam tindakan diskriminatif yang antiminoritas, marginalisasi, dan tidak jarang mengamini persekusi.
Absolutisme Beragama
Prosedur pendirian rumah ibadah telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di Republik ini. Satu di antaranya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
tulis komentar anda