RUU Cipta Kerja Disinyalir Bakal Menggerus Kelestarian Lingkungan
Senin, 29 Juni 2020 - 21:47 WIB
Bahkan, menurut Asep, RUU ini banyak dipengaruhi oleh aktor-aktor industri ekstraktif seperti pertambangan, migas, perkebunan sehingga dikhawatirkan akan menjadi ancaman besar bagi lingkungan hidup Indonesia.
“Penyederhanaan dan penghapusan peraturan-peraturan penting untuk perlindungan lingkungan jelas akan semakin menggerus kelestarian lingkungan. Perizinan bagi investor akan mudah diberikan, sementara perlindungan bagi masyarakat dan masyarakat adat akan dilemahkan,” jelas dia.
Berdasarkan RUU tersebut, Asep berpandangan bahwa izin lingkungan akan dihapuskan. Begitu juga analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) akan dikurangi cakupan kerjanya.
Prinsip tanggung jawab mutlak atas kebakaran hutan juga akan dihapuskan. Sementara, peraturan kepemilikan tanah atau lahan konsesi bagi para investor akan dilonggarkan. Sebaliknya, partisipasi masyarakat dalam proses pemberian izin usaha akan semakin terbatas.
Selain itu, Asep menilai resentralisasi kewenangan pemberian izin dan pengawasan pada pemerintah pusat merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang merupakan mandat reformasi. Pemusatan kewenangan ini memberi peluang lebih besar bagi oligarki politik dan bisnis untuk mempengaruhi pengambilan keputusan tentang izin investasi. Hal itu diyakini akan melemahkan pengawasan pelanggaran lingkungan di lapangan, memperburuk kondisi lingkungan dan berpotensi menurunkan kualitas demokrasi Indonesia.
“Penyederhanaan dan penghapusan peraturan-peraturan penting untuk perlindungan lingkungan jelas akan semakin menggerus kelestarian lingkungan. Perizinan bagi investor akan mudah diberikan, sementara perlindungan bagi masyarakat dan masyarakat adat akan dilemahkan,” jelas dia.
Berdasarkan RUU tersebut, Asep berpandangan bahwa izin lingkungan akan dihapuskan. Begitu juga analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) akan dikurangi cakupan kerjanya.
Prinsip tanggung jawab mutlak atas kebakaran hutan juga akan dihapuskan. Sementara, peraturan kepemilikan tanah atau lahan konsesi bagi para investor akan dilonggarkan. Sebaliknya, partisipasi masyarakat dalam proses pemberian izin usaha akan semakin terbatas.
Selain itu, Asep menilai resentralisasi kewenangan pemberian izin dan pengawasan pada pemerintah pusat merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang merupakan mandat reformasi. Pemusatan kewenangan ini memberi peluang lebih besar bagi oligarki politik dan bisnis untuk mempengaruhi pengambilan keputusan tentang izin investasi. Hal itu diyakini akan melemahkan pengawasan pelanggaran lingkungan di lapangan, memperburuk kondisi lingkungan dan berpotensi menurunkan kualitas demokrasi Indonesia.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda