RUU Cipta Kerja Disinyalir Bakal Menggerus Kelestarian Lingkungan
Senin, 29 Juni 2020 - 21:47 WIB
JAKARTA - Puluhan manekin berjajar di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020). Patung-patung itu dipajang sebagai perwakilan para aktivis yang menyerukan kepada para wakil rakyat tentang penolakan terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja. Tampak beragam poster penolakan terpampang dan dikalungkan ke leher manekin.
(Baca juga: Pandemi Corona, Kadin Nilai RUU Cipta Kerja Bisa Bangkitkan UMKM
Rupanya, pajangan itu wujud aspirasi dari Greenpeace Indonesia yang menentang beleid sapu jagad tersebut. Melalui aksi damai, lembaga pemerhati lingkungan itu menyatakan kepada pemerintah dan DPR bahwa rakyat tidak memerlukan undang-undang yang merugikan rakyat dan hanya akan menguntungkan korporasi.
(Baca juga: TGB Sebut Kemudahan Jaminan di RUU Cipta Kerja Mampu Mendukung UMKM)
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Asep Komarudin, mengatakan lembaganya mendesak pemerintah dan para anggota DPR untuk segera membatalkan RUU Cipta Kerja karena hanya akan mengancam kelestarian lingkungan, menyuburkan praktik korupsi oligarki, mengesampingkan hak-hak rakyat dan buruh, dan menurunkan kualitas demokrasi.
"Omnibus Law Cipta Kerja merupakan produk yang akan melanggengkan oligarki, menindas hak asasi manusia, melukai rasa keadilan masyarakat, meminggirkan perlindungan lingkungan serta memperlemah demokrasi di Indonesia. Tidak akan ada ekonomi maju yang dibangun di atas ekologi yang rusak,” celetuk Asep dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (29/6/2020).
Alih-alih memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya di tengah pandemi Covid-19, pemerintah dan DPR telah mengabaikan aspirasi masyarakat dengan membahas RUU Cipta Kerja. Bahkan sebelumnya, mereka telah bersekongkol secara diam-diam meloloskan UU Minerba yang memberikan karpet merah kepada industri batubara.
“RUU Cipta Kerja sangat problematik. Seperti yang dinyatakan dengan jelas oleh pemerintah, gagasan utama RUU ini adalah untuk mempercepat proses perizinan untuk mendukung investasi yaitu dengan menghilangkan hambatan-hambatan yang ada dalam proses perizinan. Tujuan RUU ini adalah untuk memfasilitasi investasi, dengan meminggirkan aspek-aspek lingkungan,” tegas Asep dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Senin (29/6/2020).
Proses penyiapan RUU Cipta Kerja ini sangat kontroversial karena pelaku yang terlibat, terutama berbagai asosiasi bisnis yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan Bank Dunia. Sebaliknya, penyiapan beleid itu tidak melibatkan para pemangku kepentingan lain seperti serikat-serikat buruh dan masyarakat sipil.
(Baca juga: Pandemi Corona, Kadin Nilai RUU Cipta Kerja Bisa Bangkitkan UMKM
Rupanya, pajangan itu wujud aspirasi dari Greenpeace Indonesia yang menentang beleid sapu jagad tersebut. Melalui aksi damai, lembaga pemerhati lingkungan itu menyatakan kepada pemerintah dan DPR bahwa rakyat tidak memerlukan undang-undang yang merugikan rakyat dan hanya akan menguntungkan korporasi.
(Baca juga: TGB Sebut Kemudahan Jaminan di RUU Cipta Kerja Mampu Mendukung UMKM)
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Asep Komarudin, mengatakan lembaganya mendesak pemerintah dan para anggota DPR untuk segera membatalkan RUU Cipta Kerja karena hanya akan mengancam kelestarian lingkungan, menyuburkan praktik korupsi oligarki, mengesampingkan hak-hak rakyat dan buruh, dan menurunkan kualitas demokrasi.
"Omnibus Law Cipta Kerja merupakan produk yang akan melanggengkan oligarki, menindas hak asasi manusia, melukai rasa keadilan masyarakat, meminggirkan perlindungan lingkungan serta memperlemah demokrasi di Indonesia. Tidak akan ada ekonomi maju yang dibangun di atas ekologi yang rusak,” celetuk Asep dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (29/6/2020).
Alih-alih memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya di tengah pandemi Covid-19, pemerintah dan DPR telah mengabaikan aspirasi masyarakat dengan membahas RUU Cipta Kerja. Bahkan sebelumnya, mereka telah bersekongkol secara diam-diam meloloskan UU Minerba yang memberikan karpet merah kepada industri batubara.
“RUU Cipta Kerja sangat problematik. Seperti yang dinyatakan dengan jelas oleh pemerintah, gagasan utama RUU ini adalah untuk mempercepat proses perizinan untuk mendukung investasi yaitu dengan menghilangkan hambatan-hambatan yang ada dalam proses perizinan. Tujuan RUU ini adalah untuk memfasilitasi investasi, dengan meminggirkan aspek-aspek lingkungan,” tegas Asep dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Senin (29/6/2020).
Proses penyiapan RUU Cipta Kerja ini sangat kontroversial karena pelaku yang terlibat, terutama berbagai asosiasi bisnis yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan Bank Dunia. Sebaliknya, penyiapan beleid itu tidak melibatkan para pemangku kepentingan lain seperti serikat-serikat buruh dan masyarakat sipil.
tulis komentar anda