Uji Materi UU Pemilu, Perludem: Agar Basis Ambang Batas Terbuka
Minggu, 28 Juni 2020 - 11:34 WIB
JAKARTA - Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan uji materi tentang ambang batas parlemen ( parliamentary threshold /PT) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun gugatan ini tidak bertujuan untuk menghilangkan ketentuan PT tersebut.
Program Manager Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan besaran ambang batas dari pemilhan umum (pemilu) 2009 sebesar 2,5 persen, 2014 itu 3,5 persen, dan dan 2019 sebesar 4 persen, tidak pernah dihasilkan dari basis perhitungan terbuka.
“Yang kami ajukan, tidak apa-apa ada ambang batas, tapi harus dengan rumusan yang terbuka. Itu ketentuan yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” ujarnya dalam diskusi virtual, Minggu (28/6/2020).
(Baca: Tak Proporsional, Perludem Kembali Uji Materi Ambang Batas Parlemen ke MK)
Adapun pasal yang diuji adalah pasal 414 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Pasal 414 ayat 1 berbunyi partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Ini 4 persen datang dari mana. Argumentasi kami ketika ada konsistensi sebuah pengaturan dalam sistem pemilu dan menyebabkan ketidakproporsionalan itu berpengaruh dalam pemenuhan asas pemilu.
(Baca: Perludem Nilai Partisipasi Pemilih di Pilkada 2020 Berpotensi Menurun)
Landasan pengujian besaran ambang batas ini adalah pasal 1, 22, ,27, dan 28 D ayat 1 UUD 1945. Perludem meminta MK memeriksa dan membuka rumusan besaran ambang batas sehingga memberikan keadilan dalam penyelenggaraan pemilu.
“Dalam putusan MK sebelumnya, ambang batas itu tetap diberlakukan karen tidak bertentangan dengan raisonal dan kedaulatan rakyat. Rasional itu penting. Tentu harus dihitung degan rumusan terbuka. Agar ambang batas ini tidak turun dari langit,” pungkasnya.
Program Manager Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan besaran ambang batas dari pemilhan umum (pemilu) 2009 sebesar 2,5 persen, 2014 itu 3,5 persen, dan dan 2019 sebesar 4 persen, tidak pernah dihasilkan dari basis perhitungan terbuka.
“Yang kami ajukan, tidak apa-apa ada ambang batas, tapi harus dengan rumusan yang terbuka. Itu ketentuan yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” ujarnya dalam diskusi virtual, Minggu (28/6/2020).
(Baca: Tak Proporsional, Perludem Kembali Uji Materi Ambang Batas Parlemen ke MK)
Adapun pasal yang diuji adalah pasal 414 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Pasal 414 ayat 1 berbunyi partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Ini 4 persen datang dari mana. Argumentasi kami ketika ada konsistensi sebuah pengaturan dalam sistem pemilu dan menyebabkan ketidakproporsionalan itu berpengaruh dalam pemenuhan asas pemilu.
(Baca: Perludem Nilai Partisipasi Pemilih di Pilkada 2020 Berpotensi Menurun)
Landasan pengujian besaran ambang batas ini adalah pasal 1, 22, ,27, dan 28 D ayat 1 UUD 1945. Perludem meminta MK memeriksa dan membuka rumusan besaran ambang batas sehingga memberikan keadilan dalam penyelenggaraan pemilu.
“Dalam putusan MK sebelumnya, ambang batas itu tetap diberlakukan karen tidak bertentangan dengan raisonal dan kedaulatan rakyat. Rasional itu penting. Tentu harus dihitung degan rumusan terbuka. Agar ambang batas ini tidak turun dari langit,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda