Serangan Rusia ke Ukraina, di Manakah Hukum Internasional?
Kamis, 24 Maret 2022 - 17:50 WIB
Aturan hukum internasional kontemporer yang paling umum tentang konflik bersenjata dapat ditemukan dalam Piagam PBB yang menjadi ketentuan umum yang mengatur Mengenai hubungan antara negara-negara di dunia.Dalam Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB terdapat ketentuan yang sangat jelas menyebutkan bahwa setiap negara harusmenahan diri dalam hubungan internasional mereka dari penggunaan kekerasan atau kekuatan bersenjata terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara lainnya.
Pengecualian terhadap ketentuan mengenai larangan penggunaan kekerasan atau kekuatan bersenjata tersebut diatur dalam pasal 51 Piagam PBB yang menyatakan bahwa penggunaan kekuatan bersenjata diperkenankan sepanjang dilakukan untuk melaksanakan hak pembelaan diri (right of self-defence), dan juga dapat dilakukan jika terdapat otorisasi dari Dewan Keamanan PBB dalam rangka menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Artinya, selain dua skenario tersebut, setiap negara di dunia dilarang untuk menggunakan kekerasan bersenjata terhadap negara lainnya, dan ketentuan tersebut harus dipegang teguh dan menjadi kewajiban serta mengikat semua negara anggota PBB.
Dengan kata lain, serangan Rusia terhadap Ukraina yang terjadi saat ini adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran yang serius terhadap norma dan ketentuan hukum internasional. Karena tidak ada hal yang relevan dan faktual yang telah dilakukan Ukraina hingga saat ini yang dapat ditafsirkan sebagai “serangan bersenjata” terhadap Rusia dan kemudian membenarkan klaim Rusia untuk “membela diri” sehingga menyerang Ukraina.
Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah siapa yang dapat menegakan aturan ketika ada pelanggaran terhadap aturan hukum internasional tersebut?
Dalam kasus ini, jawabannya tidak ada, dan disitulah letak keterbatasan hukum internasional. Artinya kepatuhan dan kesediaan negara-yang terlibat konflik untuk mematuhi aturan dan ketentuan hukum internasional tersebut adalah hal yang utama dan jalan satu-satunya saat ini.
Seharusnya Rusia dapat menggunakan cara-cara damai sebagaimana yang dinyatakan dengan tegas dalam pasal 2 ayat (3) dan pasal 33 Piagam PBB, dan meninggalkan kekerasan bersenjata sebagai pilihan kebijakan dan instrumen untuk menyelesaikan perselisihannya dengan Ukraina.
Dan, untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina, Opsi Dewan Keamanan PBB yang memiliki tanggung jawab utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional berdasarkan pasal 24 piagam PBB menjadi tidak realistis untuk saat ini. Karena desain kelembagaan Dewan keamanan PBB menempatkan Rusia sebagai salah satu dari 5 pemilik kursi tetap di dewan keamanan PBB yang memegang hak veto atas rancangan resolusi apa pun nantinya.
Dan, sebagai gantinya, Majelis Umum PBB dapat “bertindak” melalui prosedur uniting for peace untuk membuat resolusi dan rekomendasi perdamaian.
Meskipun resolusi Majelis Umum PBB tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak akan berdampak langsung dalam mengakhiri perang. Akan tetapi, opsi ini memiliki arti yang sangat penting yang dapat menunjukkan apa yang menjadi keinginan atau aspirasi kolektif dari negara-negara anggota PBB terkait krisis Rusia-Ukraina. Dengan harapan bahwa Rusia mau untuk menghentikan serangannya, dan menjadikan perdamaian sebagai prioritas guna mengembalikan stabilitas kawasan dan hubungan internasional.
Pengecualian terhadap ketentuan mengenai larangan penggunaan kekerasan atau kekuatan bersenjata tersebut diatur dalam pasal 51 Piagam PBB yang menyatakan bahwa penggunaan kekuatan bersenjata diperkenankan sepanjang dilakukan untuk melaksanakan hak pembelaan diri (right of self-defence), dan juga dapat dilakukan jika terdapat otorisasi dari Dewan Keamanan PBB dalam rangka menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Artinya, selain dua skenario tersebut, setiap negara di dunia dilarang untuk menggunakan kekerasan bersenjata terhadap negara lainnya, dan ketentuan tersebut harus dipegang teguh dan menjadi kewajiban serta mengikat semua negara anggota PBB.
Dengan kata lain, serangan Rusia terhadap Ukraina yang terjadi saat ini adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran yang serius terhadap norma dan ketentuan hukum internasional. Karena tidak ada hal yang relevan dan faktual yang telah dilakukan Ukraina hingga saat ini yang dapat ditafsirkan sebagai “serangan bersenjata” terhadap Rusia dan kemudian membenarkan klaim Rusia untuk “membela diri” sehingga menyerang Ukraina.
Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah siapa yang dapat menegakan aturan ketika ada pelanggaran terhadap aturan hukum internasional tersebut?
Dalam kasus ini, jawabannya tidak ada, dan disitulah letak keterbatasan hukum internasional. Artinya kepatuhan dan kesediaan negara-yang terlibat konflik untuk mematuhi aturan dan ketentuan hukum internasional tersebut adalah hal yang utama dan jalan satu-satunya saat ini.
Seharusnya Rusia dapat menggunakan cara-cara damai sebagaimana yang dinyatakan dengan tegas dalam pasal 2 ayat (3) dan pasal 33 Piagam PBB, dan meninggalkan kekerasan bersenjata sebagai pilihan kebijakan dan instrumen untuk menyelesaikan perselisihannya dengan Ukraina.
Dan, untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina, Opsi Dewan Keamanan PBB yang memiliki tanggung jawab utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional berdasarkan pasal 24 piagam PBB menjadi tidak realistis untuk saat ini. Karena desain kelembagaan Dewan keamanan PBB menempatkan Rusia sebagai salah satu dari 5 pemilik kursi tetap di dewan keamanan PBB yang memegang hak veto atas rancangan resolusi apa pun nantinya.
Dan, sebagai gantinya, Majelis Umum PBB dapat “bertindak” melalui prosedur uniting for peace untuk membuat resolusi dan rekomendasi perdamaian.
Meskipun resolusi Majelis Umum PBB tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak akan berdampak langsung dalam mengakhiri perang. Akan tetapi, opsi ini memiliki arti yang sangat penting yang dapat menunjukkan apa yang menjadi keinginan atau aspirasi kolektif dari negara-negara anggota PBB terkait krisis Rusia-Ukraina. Dengan harapan bahwa Rusia mau untuk menghentikan serangannya, dan menjadikan perdamaian sebagai prioritas guna mengembalikan stabilitas kawasan dan hubungan internasional.
Lihat Juga :
tulis komentar anda