Jaminan Sosial Pekerja Harus Mampu Menjawab Kebutuhan Para Pekerja

Rabu, 23 Februari 2022 - 22:27 WIB
Irma menyarankan, Menteri Tenaga Kerja mencabut Permenaker No 2 tahun 2022 yang bertentangan dengan peraturan pemerintah dan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kemudian, ujar Irma, aturan jaminan hari tua sebenarnya tidak kaku, bisa dicairkan setelah usia pekerja 56 tahun atau sebelumnya sudah membayar iuran selama 10 tahun.

Pemerintah, tambah Irma, juga sudah mengedepankan opsi jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk menjawab kebutuhan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Yang menjadi persoalan bagi buruh, menurut Irma, adalah besaran JKP lebih rendah daripada JHT, sehingga tidak mampu menjawab kebutuhan buruh.

Editor di salah satu media massa, Soelistijono berpendapat kekisruhan yang terjadi setelah diterbitkannya Permenaker No 2 tahun 2022 karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah terkait kebijakan tersebut. Negara, menurut Soelistijono, memang memiliki kewajiban dan harus terlibat dalam upaya melindungi warga negara termasuk para pekerja.

Menurut dia, hingga saat ini masih banyak pekerja yang belum mendapat perlindungan yang memadai dari negara, seperti antara lain pekerja di sektor informal dan pekerja outsourching.

Terkait jaminan sosial pekerja, Soelistijono menyarankan agar dibangun komunikasi yang intens antara Menteri Tenaga Kerja dan para perwakilan buruh agar menghasilkan aturan jaminan sosial yang mampu menjawab kebutuhan para pekerja.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Sabilar Rosyad mengungkapkan persoalan yang dihadapi buruh saat ini adalah besaran JKP yang ditawarkan jauh lebih kecil dari nilai JHT. Selain itu, di lapangan banyak perusahaan yang memaksa pekerjanya mengundurkan diri agar tidak melakukan PHK yang berdampak pada pemberian pesangon.

"Pada posisi tersebut, tambah Sabilar, buruh berada di pihak yang lemah, sehingga sangat membutuhkan bantuan," katanya.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengungkapkan, sejak awal sudah menyampaikan kepada pemerintah bahwa Permenaker No 2 tahun 2022 itu merupakan kebijakan yang tidak lengkap. Ada kesan terburu-buru, karena Permenaker itu ternyata bertentangan dengan aturan yang sudah ada.

"Penerbitan aturan yang sensitif membutuhkan sikap kehati-hatian dari para menteri terkait agar tidak menimbulkan kegaduhan," katanya.

Pakar Hukum Tata Negara, Atang Irawan mengatakan, terbitnya Permenaker No 2 tahun 2022 memperlihatkan politik legislasi yang buram dari penyelenggara negara. Menaker melanggar keputusan judicial review Mahkamah Konstitusi terhadap UU Cipta Kerja yang melarang penerbitan aturan-aturan turunan dari UU Cipta Kerja selama pemerintah merevisi undang-undang tersebut. Aspek tenaga kerja adalah salah satu yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More