Jaminan Sosial Pekerja Harus Mampu Menjawab Kebutuhan Para Pekerja

Rabu, 23 Februari 2022 - 22:27 WIB
loading...
Jaminan Sosial Pekerja Harus Mampu Menjawab Kebutuhan Para Pekerja
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Kebijakan publik harus berpijak pada asas dialogis, sehingga untuk menata sistem jaminan sosial bagi pekerja tidak hanya berdasarkan alasan teoritis dan yuridis. Namun juga harus mampu menjawab kondisi sosial yang dihadapi para pekerja.

"Aturan jaminan hari tua bagi pekerja seharusnya juga lahir dari proses dialog antarsejumlah pihak yang terkait, sehingga sistem jaminan sosial yang dibangun itu benar-benar bisa bermanfaat bagi pekerja," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tata Kelola Sistem Jaminan Sosial yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/2/2022).

Menurut Lestari, pada dasarnya manusia memiliki nilai personal, sosial dan spiritual. Selain untuk memenuhi kebutuhan dasar dan aktualisasi diri, kerja juga memiliki tujuan agar bisa berbagi manfaat bagi orang lain.



Dinamika kerja manusia dalam konteks bernegara, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, menuntut tanggung jawab perlindungan negara atas warga negaranya. Salah satu tanggung jawab itu, diatur dengan mekanisme melalui ragam jaminan, salah satunya jaminan hari tua (JHT) bagi para pekerja.

Peraturan baru tentang JHT pekerja, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, dalam beberapa pekan terakhir ramai menjadi pembicaraan publik. Bahkan, sejumlah kalangan mendorong agar aturan baru tersebut direvisi agar sistem jaminan bagi pekerja itu mampu menjawab kebutuhan para pekerja di era yang penuh ketidakpastian ini.

Rerie sangat berharap sistem jaminan sosial yang diterapkan pemerintah benar-benar bisa bermanfaat bagi para pekerja yang saat ini menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja, sebagai dampak dari perubahan di sejumlah sektor akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Revisi Aturan JHT, Menaker Janji Libatkan Pekerja dan Para Pakar

Kapoksi Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago mengatakan, kegaduhan yang terjadi terkait terbitnya Permenaker No 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua karena bertentangan dengan PP No 60 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua yang memperbolehkan pekerja yang berhenti bekerja bisa langsung mengambil JHT-nya di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Irma menyarankan, Menteri Tenaga Kerja mencabut Permenaker No 2 tahun 2022 yang bertentangan dengan peraturan pemerintah dan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kemudian, ujar Irma, aturan jaminan hari tua sebenarnya tidak kaku, bisa dicairkan setelah usia pekerja 56 tahun atau sebelumnya sudah membayar iuran selama 10 tahun.

Pemerintah, tambah Irma, juga sudah mengedepankan opsi jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk menjawab kebutuhan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Yang menjadi persoalan bagi buruh, menurut Irma, adalah besaran JKP lebih rendah daripada JHT, sehingga tidak mampu menjawab kebutuhan buruh.

Editor di salah satu media massa, Soelistijono berpendapat kekisruhan yang terjadi setelah diterbitkannya Permenaker No 2 tahun 2022 karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah terkait kebijakan tersebut. Negara, menurut Soelistijono, memang memiliki kewajiban dan harus terlibat dalam upaya melindungi warga negara termasuk para pekerja.

Menurut dia, hingga saat ini masih banyak pekerja yang belum mendapat perlindungan yang memadai dari negara, seperti antara lain pekerja di sektor informal dan pekerja outsourching.

Terkait jaminan sosial pekerja, Soelistijono menyarankan agar dibangun komunikasi yang intens antara Menteri Tenaga Kerja dan para perwakilan buruh agar menghasilkan aturan jaminan sosial yang mampu menjawab kebutuhan para pekerja.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Sabilar Rosyad mengungkapkan persoalan yang dihadapi buruh saat ini adalah besaran JKP yang ditawarkan jauh lebih kecil dari nilai JHT. Selain itu, di lapangan banyak perusahaan yang memaksa pekerjanya mengundurkan diri agar tidak melakukan PHK yang berdampak pada pemberian pesangon.

"Pada posisi tersebut, tambah Sabilar, buruh berada di pihak yang lemah, sehingga sangat membutuhkan bantuan," katanya.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengungkapkan, sejak awal sudah menyampaikan kepada pemerintah bahwa Permenaker No 2 tahun 2022 itu merupakan kebijakan yang tidak lengkap. Ada kesan terburu-buru, karena Permenaker itu ternyata bertentangan dengan aturan yang sudah ada.

"Penerbitan aturan yang sensitif membutuhkan sikap kehati-hatian dari para menteri terkait agar tidak menimbulkan kegaduhan," katanya.

Pakar Hukum Tata Negara, Atang Irawan mengatakan, terbitnya Permenaker No 2 tahun 2022 memperlihatkan politik legislasi yang buram dari penyelenggara negara. Menaker melanggar keputusan judicial review Mahkamah Konstitusi terhadap UU Cipta Kerja yang melarang penerbitan aturan-aturan turunan dari UU Cipta Kerja selama pemerintah merevisi undang-undang tersebut. Aspek tenaga kerja adalah salah satu yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

Selain itu, Permenaker No 2 tahun 2022 itu tidak memiliki legal standing yang jelas karena tidak ada aturan di atasnya yang memerintahkan diterbitkannya Permenaker tersebut. Menurut Atang, terjadi problem inkonstitusional dalam penerbitan Permenaker No 2 tahun 2022. Karena itu dia menyarankan agar Permenaker tersebut segera dicabut.

Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan, jaminan hari tua itu sudah dipandang sebagai tabungan oleh para pekerja yang bisa diambil sewaktu-waktu. Berlakunya Permenaker NO 2 tahun 2022 itu, menurut Saur, mencederai pemahaman tersebut. Selain itu, jumlah orang yang memiliki dana cadangan di atas enam bulan biaya hidup di Indonesia, sangat sedikit. Sehingga, pekerja yang terkena PHK seperti orang yang hampir tenggelam dengan air yang sudah sampai leher.

"Pemenaker NO 2 tahun 2022 yang membatasi bahwa dana tersebut baru bisa diambil pada usia pekerja 56 tahun, harus segera dicabut," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1327 seconds (0.1#10.140)