Perlu Pengaturan Jam Kerja untuk Kurangi Kepadatan di Transportasi Umum

Minggu, 14 Juni 2020 - 16:18 WIB
Ratusan calon penumpang KRL Commuter Line mengantre menuju pintu masuk Stasiun Bogor, Senin 8 Juni 2020. Antrean calon penumpang tersebut terjadi saat dimulainya aktivitas perkantoran di Jakarta di tengah masa transisi PSBB. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/ws
JAKARTA - Saat ini masyarakat cenderung beralih menggunakan transportasi pribadi untuk bepergian. Hal itu disebabkan masih ada rasa takut terjadinya penularan virus Corona (Covid-19) di angkutan umum.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, pemerintah harus mengelola mobilitas warga mulai dari hulu hingga hilir dengan tetap mengutamakan transportasi umum.

“Terkait pandemi Covid-19 menuju kenormalan baru (new normal) perlu kehati-hatian dan tanggung jawab semua pihak terkait mobilitas warga. Mobilitas bukan hanya tanggung jawab Kementerian Perhubungan (Kemenhub),” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (14/6/2020).

Djoko menilai, penanganan mobilitas masyarakat di tengah pandemi Covid-19 baru sebatas di hilir, seperti membatasi jumlah penumpang di angkutan umum dan sejenisnya. Namun, penanganan di hulu masih terlihat kedodoran untuk membatasi pergerakan masyarakat dengan travel demand management (TDM).



Salah satu cara mengatur TDM dengan pembagian jam kerja. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dapat meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengatur pola kerja aparatur sipil negara (ASN).

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Ketenagakerjaan juga mengatur pola kerja pegawai BUMN dan swasta. Djoko setuju ekonomi harus pulih, tapi perlu dipilih sektor mana yang harus bergerak lebih dulu.

“Intinya sektor-sektor esensial perlu dilepas terlebih dahulu di era kenormalan baru. Sektor non-esensial dilepas belakangan saat kurva Covid-19 sudah turun,” ucapnya.( )

Pandei Covid-19 ini membuat semua industri transportasi babak belur. Ini terjadi di semua negara, termasuk Amerika Serikat. Pemerintah Paman Sam itu memberikan insentif kepada pelaku industri transportasi. Itu sebagai jaring pengaman agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.Setelah kondisi menuju normal, insentif itu digunakan untuk modal operasi.

Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu melanjutkan, sistem pembelian layanan (buy the service) yang dilakukan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub bisa digunakan untuk membantu pelaku industri transportasi.

Pengguna Transjakarta, KRL Jabodetabek, serta MRT dan LRT Jakarta pasti mengalami penurunan. Otomatis dana buy the service tidak terpakai optimal. “Sehubungan dengan ini, perlu kiranya agar dana buy the service ini juga dapat ditransfer menjadi jaring sosial industri transportasi. Tujuannya agar tidak ada PHK massal,” tuturnya.

Dia juga mengusulkan adanya kerja sama antara perusahaan jasa transportasi dengan bidang lain untuk pengangkutan pegawai. Perusahaan dapat mengalihkan tunjangan transportasi pekerja untuk sewa bus.

“Bus umum dapat beroperasi. Pengusaha dapat menghemat biaya transportasi yang diberikan perorangan. Pekerja yang biasa naik sepeda motor dan memenuhi ruang parkir, sekarang naik bus umum,” tuturnya.
(dam)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More