Kartu Kredit dan Penjara Keuangan
Kamis, 04 Juni 2020 - 05:16 WIB
akibatnya? Tentu akhirnya hanya bisa membayar pembayaran minimalnya dan terjebak dalam penjara utang.
Ketiga, adanya budaya memberi ke orang lain atau memberi ke diri sendiri. Budaya ini sebenarnya positif telah mendorong terjadinya konsumsi berlebihan. Misalnya, memberi hadiah kepada teman yang ulang tahun, hadiah untuk tetangga yang baru saja melahirkan, bahkan memberi hadiah kepada diri sendiri, misalnya ketika sudah selesai mengerjakan sesuatu,
entah itu secangkir kopi atau jalan-jalan ke luar negeri telah mendorong terjadinya konsumsi, dan jika sedang tidak punya dana cadangan, maka kartu kredit seakan menjadi solusi.
Kebanyakan dari mereka tidak sadar jika ini terus berulang, maka penjara utang telah menanti. Keempat, paling parah adalah budaya gali utang tutup utang. Tidak jarang, seseorang memiliki banyak kartu kredit dan menggunakan fasilitas tarik tunai dari salah satu kartu kreditnya untuk membayar tagihan kartu kredit lainnya. Celakanya, dalam laporan bank, jika masih lancar membayar tagihan minimal, maka debitur tetap dianggap lancar kualitas kreditnya dan tidak masuk daftar hitam di catatan Bank Indonesia.
Hal inilah yang terus mendorong terjadinya praktik gali lubang tutup lubang yang sungguh menjerumuskan banyak masyarakat Indonesia. Sebagai buktinya, lihat saja di kolom iklan kecil surat kabar, pasti di situ banyak jasa penutupan kartu kredit.
Bahkan banyak juga iklan yang menawarkan fasilitas gesek tunai, yaitu kartu kredit digesek di gerai tertentu untuk mendapatkan uang tunai, tentu dengan potongan 3% atau lebih di awal. Meskipun hal ini sudah dilarang BI, namun pada praktik nya masih saja terjadi dibuktikan dengan masih adanya iklan gesek tunai di surat kabar.
Melihat uraian keempat hal yang mendorong terjadinya peningkatan penjara utang terjadi di Amerika, saya rasa juga fenomena yang sama terjadi di Indonesia, maka marilah kita semua bijak dalam mengatur keuangan kita. Perlu dicamkan dengan baik bahwa kartu kredit hanyalah sebagai alat bayar dan bukan sumber pemasukan penghasilan. Jika Anda merasa sebagai manusia yang gampang tergoda dengan diskon atau memiliki kecenderungan konsumtif, sebaiknya segera tutup kartu kredit Anda sebelum terjebak dalam penjara utang.
Kartu kredit hanya bermanfaat jika kita bisa mengontrol keinginan kita dan digunakan hanya untuk membeli sesuatu
yang benar-benar dibutuhkan atau dalam kondisi darurat. Apalagi dalam kondisi penuh ketidakpastian seperti saat ini,
memiliki dana segar sangatlah penting untuk berjaga-jaga dan hindarilah perilaku konsumtif, yaitu membeli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan melainkan hanya mengikuti tren atau untuk menunjang gaya hidup saja.
Ketiga, adanya budaya memberi ke orang lain atau memberi ke diri sendiri. Budaya ini sebenarnya positif telah mendorong terjadinya konsumsi berlebihan. Misalnya, memberi hadiah kepada teman yang ulang tahun, hadiah untuk tetangga yang baru saja melahirkan, bahkan memberi hadiah kepada diri sendiri, misalnya ketika sudah selesai mengerjakan sesuatu,
entah itu secangkir kopi atau jalan-jalan ke luar negeri telah mendorong terjadinya konsumsi, dan jika sedang tidak punya dana cadangan, maka kartu kredit seakan menjadi solusi.
Kebanyakan dari mereka tidak sadar jika ini terus berulang, maka penjara utang telah menanti. Keempat, paling parah adalah budaya gali utang tutup utang. Tidak jarang, seseorang memiliki banyak kartu kredit dan menggunakan fasilitas tarik tunai dari salah satu kartu kreditnya untuk membayar tagihan kartu kredit lainnya. Celakanya, dalam laporan bank, jika masih lancar membayar tagihan minimal, maka debitur tetap dianggap lancar kualitas kreditnya dan tidak masuk daftar hitam di catatan Bank Indonesia.
Hal inilah yang terus mendorong terjadinya praktik gali lubang tutup lubang yang sungguh menjerumuskan banyak masyarakat Indonesia. Sebagai buktinya, lihat saja di kolom iklan kecil surat kabar, pasti di situ banyak jasa penutupan kartu kredit.
Bahkan banyak juga iklan yang menawarkan fasilitas gesek tunai, yaitu kartu kredit digesek di gerai tertentu untuk mendapatkan uang tunai, tentu dengan potongan 3% atau lebih di awal. Meskipun hal ini sudah dilarang BI, namun pada praktik nya masih saja terjadi dibuktikan dengan masih adanya iklan gesek tunai di surat kabar.
Melihat uraian keempat hal yang mendorong terjadinya peningkatan penjara utang terjadi di Amerika, saya rasa juga fenomena yang sama terjadi di Indonesia, maka marilah kita semua bijak dalam mengatur keuangan kita. Perlu dicamkan dengan baik bahwa kartu kredit hanyalah sebagai alat bayar dan bukan sumber pemasukan penghasilan. Jika Anda merasa sebagai manusia yang gampang tergoda dengan diskon atau memiliki kecenderungan konsumtif, sebaiknya segera tutup kartu kredit Anda sebelum terjebak dalam penjara utang.
Kartu kredit hanya bermanfaat jika kita bisa mengontrol keinginan kita dan digunakan hanya untuk membeli sesuatu
yang benar-benar dibutuhkan atau dalam kondisi darurat. Apalagi dalam kondisi penuh ketidakpastian seperti saat ini,
memiliki dana segar sangatlah penting untuk berjaga-jaga dan hindarilah perilaku konsumtif, yaitu membeli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan melainkan hanya mengikuti tren atau untuk menunjang gaya hidup saja.
tulis komentar anda