Keindahan 'New Zealand' di Pinggir Danau Toba
Selasa, 28 September 2021 - 12:26 WIB
Ketua Rumah Karya Indonesia, Ojak Manalu menjelaskan salah satu budaya yang terus dijaga oleh masyarakat Meat adalah tarian Sipitu Cawan. Tarian ini merupakan tarian turun temurun bagi warga Batak. Mengenakan ulos buatan sendiri yang menjadi ciri khas, warga Desa Meat meyakini tarian yang menjadi warisan budaya ini sebagai salah satu ritual yang wajib dilestarikan.
"Tari sipitu cawan itu maknanya adalah membersihkan hal-hal yang nggak benar atau nggak baik-lah, supaya jalannya baik," ujar Ojak.
Selain tarian, warga Desa Meat juga merupakan pengerajin tenun ulos dan sarung. Salah satu perajin, Hertati mengatakan dirinya masuk ke dalam kelompok penenun sarung yang ada di Desa Meat. Adapun, jenis-jenis sarung yang mereka buat antara lain Sibolang rastra, Maulana tarutung, Tobu-tobu dan jenis-jenis sarung lainnya.
"Beda dengan ulos, kalo ulos itu khusus untuk adat. Nah, kalau sarung ya bisa dipakai kaum muda, tua, bisa dipakai juga untuk ke gereja, menghadiri pesta adat," imbuhnya.
Kepala Desa Meat, Janri Simanjuntak juga menjelaskan warga masih sangat menjaga kelestarian adat Batak. Sebab, selain menjaga amanat leluhur, budaya Batak yang perlu dijaga ini bisa menjadi potensi pariwisata yang menjanjikan.
"Termasuk itu penenun, rumah adat, jadi sama-sama untuk pengembangan pariwisata masih sama-sama kuat. Makanya kita juga sedang membuat homestay juga untuk menunjang para tamu kita," kata Janri.
Selain pengembangan seni dan budaya, Inalum juga mengisiasi ruang kreatif dan sudut baca untuk anak-anak desa. Program yang dimulai pada Desember 2019 hingga Maret 2020 ini berkolaborasi dengan Rumah Karya Indonesia untuk menciptakan salah satu pusat ruang kreasi, ruang baca, dan pelestarian nilai-nilai budaya.
"Kami mengapresiasi Inalum yang telah membantu kami melestarikan budaya sekaligus mengembangkan wisata di Meat." ucap Janri.
Janri berharap upaya masyarakat adat melestarikan budaya dan kekayaan adat batak sebagai upaya meneruskan warisan leluhur. Selain itu, menjaga budaya menjadi salah satu aset untuk mengembangkan Desa Meat kedepannya. CM
"Tari sipitu cawan itu maknanya adalah membersihkan hal-hal yang nggak benar atau nggak baik-lah, supaya jalannya baik," ujar Ojak.
Selain tarian, warga Desa Meat juga merupakan pengerajin tenun ulos dan sarung. Salah satu perajin, Hertati mengatakan dirinya masuk ke dalam kelompok penenun sarung yang ada di Desa Meat. Adapun, jenis-jenis sarung yang mereka buat antara lain Sibolang rastra, Maulana tarutung, Tobu-tobu dan jenis-jenis sarung lainnya.
"Beda dengan ulos, kalo ulos itu khusus untuk adat. Nah, kalau sarung ya bisa dipakai kaum muda, tua, bisa dipakai juga untuk ke gereja, menghadiri pesta adat," imbuhnya.
Kepala Desa Meat, Janri Simanjuntak juga menjelaskan warga masih sangat menjaga kelestarian adat Batak. Sebab, selain menjaga amanat leluhur, budaya Batak yang perlu dijaga ini bisa menjadi potensi pariwisata yang menjanjikan.
"Termasuk itu penenun, rumah adat, jadi sama-sama untuk pengembangan pariwisata masih sama-sama kuat. Makanya kita juga sedang membuat homestay juga untuk menunjang para tamu kita," kata Janri.
Selain pengembangan seni dan budaya, Inalum juga mengisiasi ruang kreatif dan sudut baca untuk anak-anak desa. Program yang dimulai pada Desember 2019 hingga Maret 2020 ini berkolaborasi dengan Rumah Karya Indonesia untuk menciptakan salah satu pusat ruang kreasi, ruang baca, dan pelestarian nilai-nilai budaya.
"Kami mengapresiasi Inalum yang telah membantu kami melestarikan budaya sekaligus mengembangkan wisata di Meat." ucap Janri.
Janri berharap upaya masyarakat adat melestarikan budaya dan kekayaan adat batak sebagai upaya meneruskan warisan leluhur. Selain itu, menjaga budaya menjadi salah satu aset untuk mengembangkan Desa Meat kedepannya. CM
(srf)
tulis komentar anda