Memahami Hak Narapidana

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 10:39 WIB
Dalam UU Pemasyarakatan, reward ini disebut sebagai hak-hak narapidana. Di dalam rancangan UU Pemasyarakatan yang baru (draf September 2019) reward ini disebut sebagai hak-hak bersyarat. Disebut bersyarat karena ada persyaratan administratif dan substantif yang harus dipenuhi sebelum seorang narapidana mendapatkan hak tersebut.

Ini berbeda dengan hak mutlak yang tanpa syarat, seperti hak untuk makan, minum, beribadah, hingga hak untuk tidak disiksa. Beberapa hak-hak bersyarat yang sering menjadi perbincangan publik adalah remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, hingga pembebasan bersyarat.

Mengapa hak-hak bersyarat yang sejatinya reward diperlukan di dalam pembinaan? Jawaban dari pertanyaan ini berkaitan dengan filosofi dari pembinaan itu sendiri. Seperti disebutkan sebelumnya, Lapas adalah pelaksana pidana. Namun tidak berarti selama proses pemenjaraan (di lapas) esensinya adalah penderitaan. Mengapa demikian? Dasar historisnya adalah prinsip-prinsip Pemasyarakatan yang disepakati di dalam konferensi Lembang tahun 1964.

Di dalam konferensi tersebut, disepakati bahwa satu-satunya penderitaan yang diberikan kepada narapidana adalah kebebasan bergerak. Pembinaan adalah upaya meningkatkan kemampuan narapidana dalam skill sosial dan kemandirian dan di dalam prosesnya lapas harus dipertimbangkan apa yang disebut dengan ‘itikad-itikad ke arah yang positif’. Inilah asal dari diberikannya reward atau hak bersyarat. Satu cara untuk menghargai itikad dari narapidana untuk lebih disiplin atau keinginan untuk berubah.

Meskipun remisi adalah sesuatu yang terkesan otomatis diberikan karena momen tertentu seperti 17 Agustus atau hari Raya Keagamaan, namun tidak berarti tidak ada syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah tidak melakukan pelanggaran (membuat masalah) di dalam lapas.

Ketentuan ini juga berlaku bagi hak-hak bersyarat lainnya. Mengacu pada PP No 99/2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Wargabinaan, syarat remisi adalah berkelakuan baik dan narapidana sudah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan. Maksud berkelakuan baik dalam hal ini narapidana mengikuti proses pembinaan dan tidak sedang menjalani hukuman disiplin 6 bulan sebelum remisi diberikan.

PP 99 ini sebenarnya mengubah peraturan yang berlaku sebelumnya, yaitu PP 32/1999, dengan substansi memperketat pemberian hak bersyarat kepada narapidana khusus, seperti narapidana kasus korupsi, narkotika, dan terorisme. Untuk narapidana korupsi, ditambahkan syarat bersedia membantu penegak hukum membongkar tindak pidana yang dilakukannya, dan telah membayar denda dan uang pengganti.

Akuntabilitas

Sebenarnya dapat dipahami kejengkelan publik terhadap kasus korupsi, perdagangan narkotika, dan terorisme. Hal ini ditampakkan dengan tuntutan publik agar ketika kejahatan tersebut mendapat hukuman yang berat. Persoalannya, berapa lama pidana yang dijatuhkan terhadap, katakanlah koruptor, bergantung pada tuntutan jaksa dan penilaian hakim. Oleh karenanya, adalah keliru untuk mempersoalkan remisi yang diberikan oleh lapas sebagai sesuatu yang tidak sejalan dengan pemberantasan kejahatan serius, termasuk menganggap bahwa remisi adalah bentuk meringankan hukuman.

Satu hal yang dapat dipersoalkan dalam pemberian hak-hak bersyarat ini adalah akuntabilitasnya. Memang belum ada riset khusus yang mengukur sejauh mana pemberian hak-hak bersyarat itu berdampak positif terhadap efektivitas pembinaan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More