La Nyalla dan BEM DIY Diskusi Sistem Demokrasi, Amendemen Konstitusi Dibahas
Minggu, 06 Juni 2021 - 20:53 WIB
La Nyalla menyadari pemilihan presiden oleh MPR saat itu memiliki beberapa kekurangan, terutama di era Orde Baru yang didominasi oleh faksi pendukung presiden masa itu.
“Terutama sejak fusi partai dan fakta bahwa Utusan Golongan adalah ‘orang-orang’ yang direstui Presiden. Bahkan Utusan Daerah, meskipun dipilih oleh DPRD di setiap provinsi, tetap saja calon-calonnya ‘disetujui’ dan ‘dilakukan litsus oleh Sospol’ terlebih dahulu. Sehingga yang maju ke Senayan, ya hampir setali tiga uang dengan Utusan Golongan,” paparnya.
La Nyalla menegaskan jika kelemahan tersebut harus diperbaiki. Menurut dia, arah perbaikan bangsa seharusnya tetap berpegang teguh terhadap cita-cita para pendiri bangsa agar Indonesia tidak membentuk dan menjalankan pemerintahan yang meniru apa yang ada di Barat.
Mengenai suara rakyat dihitung hanya sebagai angka, atau one man one vote, LaNyalla mengatakan, seharusnya suara rakyat disalurkan kepada hikmat permusyawaratan perwakilan, yang bersidang dengan menimbang suara, sesuai amanah Pancasila.
“Bukan menghitung suara, sehingga MPR dalam bersidang tidak boleh mengambil keputusan melalui voting. Tetapi harus benar-benar menimbang suara dan pendapat. Sehingga pada akhirnya menuju titik mufakat,” tuturnya.
Menurut dia, sistem presidensiil Indonesia sangat khas, yang disebut dengan Demokrasi Pancasila. Untuk itu, Pancasila seharusnya dijadikan nafas dalam semangat perbaikan bangsa.
“Jadi kalau ada yang tanya, sebenarnya apa DNA sistem pemerintahan Indonesia? parlementer atau presidensiil? Jawabnya adalah Pancasila. Yang merupakan sintesa atas dialektika teori-teori yang diterapkan negara-negara di barat. Saya katakan di sini Demokrasi Pancasila itu bukan teori yang tidak bisa diwujudkan,” sebut LaNyalla.
Mantan Ketum PSSI itu menegaskan, Pancasila merupakan sumber segala hukum yang seharusnya dijadikan pedoman, termasuk untuk memilih para pemimpin bangsa.
Dari tatanan sila-sila Pancasila, yakni membangun manusia Indonesia yang berakhlak, beradab dan bersatu, kata La Nyalla, diharapkan akan memunculkan para hikmat kebijaksaan, yang mewakili suara rakyat untuk mengambil keputusan-keputusan penting terhadap bangsa dan negara melalui musyawarah mufakat.
“Termasuk memilih siapa yang diberi ‘mandat’ untuk memimpin pemerintahan. Sehingga diharapkan Keadilan Sosial terwujud. Itulah Demokrasi Pancasila. Itulah Presidensiil yang diinginkan para pendiri bangsa,” tuturnya.
“Terutama sejak fusi partai dan fakta bahwa Utusan Golongan adalah ‘orang-orang’ yang direstui Presiden. Bahkan Utusan Daerah, meskipun dipilih oleh DPRD di setiap provinsi, tetap saja calon-calonnya ‘disetujui’ dan ‘dilakukan litsus oleh Sospol’ terlebih dahulu. Sehingga yang maju ke Senayan, ya hampir setali tiga uang dengan Utusan Golongan,” paparnya.
La Nyalla menegaskan jika kelemahan tersebut harus diperbaiki. Menurut dia, arah perbaikan bangsa seharusnya tetap berpegang teguh terhadap cita-cita para pendiri bangsa agar Indonesia tidak membentuk dan menjalankan pemerintahan yang meniru apa yang ada di Barat.
Mengenai suara rakyat dihitung hanya sebagai angka, atau one man one vote, LaNyalla mengatakan, seharusnya suara rakyat disalurkan kepada hikmat permusyawaratan perwakilan, yang bersidang dengan menimbang suara, sesuai amanah Pancasila.
“Bukan menghitung suara, sehingga MPR dalam bersidang tidak boleh mengambil keputusan melalui voting. Tetapi harus benar-benar menimbang suara dan pendapat. Sehingga pada akhirnya menuju titik mufakat,” tuturnya.
Menurut dia, sistem presidensiil Indonesia sangat khas, yang disebut dengan Demokrasi Pancasila. Untuk itu, Pancasila seharusnya dijadikan nafas dalam semangat perbaikan bangsa.
“Jadi kalau ada yang tanya, sebenarnya apa DNA sistem pemerintahan Indonesia? parlementer atau presidensiil? Jawabnya adalah Pancasila. Yang merupakan sintesa atas dialektika teori-teori yang diterapkan negara-negara di barat. Saya katakan di sini Demokrasi Pancasila itu bukan teori yang tidak bisa diwujudkan,” sebut LaNyalla.
Mantan Ketum PSSI itu menegaskan, Pancasila merupakan sumber segala hukum yang seharusnya dijadikan pedoman, termasuk untuk memilih para pemimpin bangsa.
Dari tatanan sila-sila Pancasila, yakni membangun manusia Indonesia yang berakhlak, beradab dan bersatu, kata La Nyalla, diharapkan akan memunculkan para hikmat kebijaksaan, yang mewakili suara rakyat untuk mengambil keputusan-keputusan penting terhadap bangsa dan negara melalui musyawarah mufakat.
“Termasuk memilih siapa yang diberi ‘mandat’ untuk memimpin pemerintahan. Sehingga diharapkan Keadilan Sosial terwujud. Itulah Demokrasi Pancasila. Itulah Presidensiil yang diinginkan para pendiri bangsa,” tuturnya.
tulis komentar anda