La Nyalla dan BEM DIY Diskusi Sistem Demokrasi, Amendemen Konstitusi Dibahas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti berdiskusi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam acara Ngopi Bareng di Oase Cafe, Minggu (6/6/2021).
Dalam diskusi bertajuk Menampung Aspirasi Millennials Menuju Demokrasi Indonesia Lebih Baik, Berdaulat, dan Mandiri, La Nyalla mengajak berdiskusi mengenai sistem demokrasi di Indonesia.
Selain Ketua DPD, para pembicara yang mengisi acara adalah Dr (c) S. Aminuddin (Ketua Majelis Mubaligh Muda Indonesia), dr Ali Mahsun Atmo Biomed (Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima se-Indonesia) dan Arie Gumilar (Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu).
La Nyalla mengatakan, mahasiswa dan para pemuda adalah motor dalam reformasi tahun 98. Momen reformasi dimanfaatkan untuk melakukan amendemen terhadap UUD 1945 untuk pertama kalinya.
“Semangat amendemen saat itu adalah untuk membatasi masa jabatan presiden sekaligus memperkuat peran DPR. Tetapi amendemen kemudian bergulir terus hingga perubahan posisi MPR,” kata La Nyalla.
Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, sejak amendemen dilakukan, presiden dipilih langsung oleh rakyat. Hal tersebut juga berlaku bagi anggota DPR dan DPD yang sekaligus merupakan anggota MPR.
“Ini artinya kita telah memasuki sistem presidensiil murni dan liberal. Dimana suara rakyat, one man one vote, dihitung sebagai kedaulatan rakyat. Artinya, kita sudah meninggalkan secara total bayangan dan harapan para pendiri bangsa ini, yang menempatkan Pancasila sebagai sumber inspirasi sekaligus way of life sistem bernegara Indonesia,” tutur La Nyalla.
“Khususnya sila ke-4, dimana kedaulatan rakyat diwujudkan melalui pemilu untuk memilih wakil-wakilnya dan memberikan kedaulatan itu kepada wakilnya untuk bermusyawarah dalam menjalankan dan mengelola negara ini. Termasuk memilih siapa yang diberi mandat sebagai pemerintah. Dalam hal ini presiden,” lanjutnya.
La Nyalla menyadari pemilihan presiden oleh MPR saat itu memiliki beberapa kekurangan, terutama di era Orde Baru yang didominasi oleh faksi pendukung presiden masa itu.
“Terutama sejak fusi partai dan fakta bahwa Utusan Golongan adalah ‘orang-orang’ yang direstui Presiden. Bahkan Utusan Daerah, meskipun dipilih oleh DPRD di setiap provinsi, tetap saja calon-calonnya ‘disetujui’ dan ‘dilakukan litsus oleh Sospol’ terlebih dahulu. Sehingga yang maju ke Senayan, ya hampir setali tiga uang dengan Utusan Golongan,” paparnya.
La Nyalla menegaskan jika kelemahan tersebut harus diperbaiki. Menurut dia, arah perbaikan bangsa seharusnya tetap berpegang teguh terhadap cita-cita para pendiri bangsa agar Indonesia tidak membentuk dan menjalankan pemerintahan yang meniru apa yang ada di Barat.
Mengenai suara rakyat dihitung hanya sebagai angka, atau one man one vote, LaNyalla mengatakan, seharusnya suara rakyat disalurkan kepada hikmat permusyawaratan perwakilan, yang bersidang dengan menimbang suara, sesuai amanah Pancasila.
“Bukan menghitung suara, sehingga MPR dalam bersidang tidak boleh mengambil keputusan melalui voting. Tetapi harus benar-benar menimbang suara dan pendapat. Sehingga pada akhirnya menuju titik mufakat,” tuturnya.
Menurut dia, sistem presidensiil Indonesia sangat khas, yang disebut dengan Demokrasi Pancasila. Untuk itu, Pancasila seharusnya dijadikan nafas dalam semangat perbaikan bangsa.
“Jadi kalau ada yang tanya, sebenarnya apa DNA sistem pemerintahan Indonesia? parlementer atau presidensiil? Jawabnya adalah Pancasila. Yang merupakan sintesa atas dialektika teori-teori yang diterapkan negara-negara di barat. Saya katakan di sini Demokrasi Pancasila itu bukan teori yang tidak bisa diwujudkan,” sebut LaNyalla.
Mantan Ketum PSSI itu menegaskan, Pancasila merupakan sumber segala hukum yang seharusnya dijadikan pedoman, termasuk untuk memilih para pemimpin bangsa.
Dari tatanan sila-sila Pancasila, yakni membangun manusia Indonesia yang berakhlak, beradab dan bersatu, kata La Nyalla, diharapkan akan memunculkan para hikmat kebijaksaan, yang mewakili suara rakyat untuk mengambil keputusan-keputusan penting terhadap bangsa dan negara melalui musyawarah mufakat.
“Termasuk memilih siapa yang diberi ‘mandat’ untuk memimpin pemerintahan. Sehingga diharapkan Keadilan Sosial terwujud. Itulah Demokrasi Pancasila. Itulah Presidensiil yang diinginkan para pendiri bangsa,” tuturnya.
Oleh sebab itu, kata dia, DPD menilai pentingnya Amandemen konstitusi ke-5 dilakukan dengan suasana kebatinan untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Hal ini dilakukan karena DPD menilai semangat amandemen konstitusi yang dilakukan sejak 1999 hingga 2002 sudah cukup banyak melenceng dari harapan para pendiri bangsa.
“Sebab, hari ini kita melihat sekian banyak undang-undang yang dikatakan merupakan Derivatif dari Konstitusi, yang dalam kenyataannya menyusahkan rakyat,” tegas La Nyalla.
Sementara Ketua Majelis Mubaligh Muda Indonesia, Dr (c) S Aminuddin menyampaikan bahwa generasi muda harus memanfaatkan gadget atau menguasai teknologi.
"Karena saat ini dan masa depan teknologi sudah menguasai segala aspek kehidupan manusia. Karena itu saya mengajak mahasiswa maupun pelaku UKM dan ekonomi rakyat lainnya untuk siap akan kehidupan ke depan," katanya.
Namun Aminudin mengingatkan pentingnya punya ilmu agama. Sebagai jalan terang dalam berkehidupan, berkebangsaan dan bermasyarakat.
Dalam bidang energi, Arie Gumilar, mengatakan pentingnya kedaulatan negara. Menurut dia, bangsa yang kuat harus menguasai tiga hal, yaitu kedaulatan pangan, ekonomi dan energi.
"Tapi sekarang ini negara kita tidak berdaulat. Banyak sektor energi yang dikuasai asing. Padahal kedaulatan energi mutlak untuk anak bangsa. Kalau tidak dikuasai, kita semua akan menjadi pembantu di rumah sendiri," katanya.
Oleh karena itu, pemudalah yang bisa merebut kedaulatan tersebut. Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan bangsa.
"Bangsa Indonesia sudah buktikan bahwa pemudalah yang bisa merubah dunia ini. Sejak lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, kemerdekaan, tahun 66 dan juga reformasi. Penggeraknya adalah pemuda," katanya lagi.
Ali Mahsun Atmo sebagai orang yang berkecimpung di bidang usaha kecil, UMKM dan pelaku ekonomi rakyat menjelaskan, jutaan pelaku ekonomi rakyat gulung tikar karena pandemi.
Ali menyampaikan agar DPD memperjuangkan aspirasi para pedagang dan pelaku ekonomi rakyat. "Kita minta tolong ke Pak Ketua DPD agar disampaikan ke Presiden. Kita minta adanya pemutihan BI checking dan pemutihan beban bunga kredit rakyat yang tertunggak," tuturnya.
Menurut Ali, negara Indonesia di masa mendatang adalah gula-gula ekonomi yang akan direbut oleh negara lain. "Makanya pemuda harus bergerak dan berjuang. Supaya ke depan para pemimpin benar-benar memperhatikan rakyat," katanya.
Dalam diskusi bertajuk Menampung Aspirasi Millennials Menuju Demokrasi Indonesia Lebih Baik, Berdaulat, dan Mandiri, La Nyalla mengajak berdiskusi mengenai sistem demokrasi di Indonesia.
Selain Ketua DPD, para pembicara yang mengisi acara adalah Dr (c) S. Aminuddin (Ketua Majelis Mubaligh Muda Indonesia), dr Ali Mahsun Atmo Biomed (Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima se-Indonesia) dan Arie Gumilar (Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu).
La Nyalla mengatakan, mahasiswa dan para pemuda adalah motor dalam reformasi tahun 98. Momen reformasi dimanfaatkan untuk melakukan amendemen terhadap UUD 1945 untuk pertama kalinya.
“Semangat amendemen saat itu adalah untuk membatasi masa jabatan presiden sekaligus memperkuat peran DPR. Tetapi amendemen kemudian bergulir terus hingga perubahan posisi MPR,” kata La Nyalla.
Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, sejak amendemen dilakukan, presiden dipilih langsung oleh rakyat. Hal tersebut juga berlaku bagi anggota DPR dan DPD yang sekaligus merupakan anggota MPR.
“Ini artinya kita telah memasuki sistem presidensiil murni dan liberal. Dimana suara rakyat, one man one vote, dihitung sebagai kedaulatan rakyat. Artinya, kita sudah meninggalkan secara total bayangan dan harapan para pendiri bangsa ini, yang menempatkan Pancasila sebagai sumber inspirasi sekaligus way of life sistem bernegara Indonesia,” tutur La Nyalla.
“Khususnya sila ke-4, dimana kedaulatan rakyat diwujudkan melalui pemilu untuk memilih wakil-wakilnya dan memberikan kedaulatan itu kepada wakilnya untuk bermusyawarah dalam menjalankan dan mengelola negara ini. Termasuk memilih siapa yang diberi mandat sebagai pemerintah. Dalam hal ini presiden,” lanjutnya.
La Nyalla menyadari pemilihan presiden oleh MPR saat itu memiliki beberapa kekurangan, terutama di era Orde Baru yang didominasi oleh faksi pendukung presiden masa itu.
“Terutama sejak fusi partai dan fakta bahwa Utusan Golongan adalah ‘orang-orang’ yang direstui Presiden. Bahkan Utusan Daerah, meskipun dipilih oleh DPRD di setiap provinsi, tetap saja calon-calonnya ‘disetujui’ dan ‘dilakukan litsus oleh Sospol’ terlebih dahulu. Sehingga yang maju ke Senayan, ya hampir setali tiga uang dengan Utusan Golongan,” paparnya.
La Nyalla menegaskan jika kelemahan tersebut harus diperbaiki. Menurut dia, arah perbaikan bangsa seharusnya tetap berpegang teguh terhadap cita-cita para pendiri bangsa agar Indonesia tidak membentuk dan menjalankan pemerintahan yang meniru apa yang ada di Barat.
Mengenai suara rakyat dihitung hanya sebagai angka, atau one man one vote, LaNyalla mengatakan, seharusnya suara rakyat disalurkan kepada hikmat permusyawaratan perwakilan, yang bersidang dengan menimbang suara, sesuai amanah Pancasila.
“Bukan menghitung suara, sehingga MPR dalam bersidang tidak boleh mengambil keputusan melalui voting. Tetapi harus benar-benar menimbang suara dan pendapat. Sehingga pada akhirnya menuju titik mufakat,” tuturnya.
Menurut dia, sistem presidensiil Indonesia sangat khas, yang disebut dengan Demokrasi Pancasila. Untuk itu, Pancasila seharusnya dijadikan nafas dalam semangat perbaikan bangsa.
“Jadi kalau ada yang tanya, sebenarnya apa DNA sistem pemerintahan Indonesia? parlementer atau presidensiil? Jawabnya adalah Pancasila. Yang merupakan sintesa atas dialektika teori-teori yang diterapkan negara-negara di barat. Saya katakan di sini Demokrasi Pancasila itu bukan teori yang tidak bisa diwujudkan,” sebut LaNyalla.
Mantan Ketum PSSI itu menegaskan, Pancasila merupakan sumber segala hukum yang seharusnya dijadikan pedoman, termasuk untuk memilih para pemimpin bangsa.
Dari tatanan sila-sila Pancasila, yakni membangun manusia Indonesia yang berakhlak, beradab dan bersatu, kata La Nyalla, diharapkan akan memunculkan para hikmat kebijaksaan, yang mewakili suara rakyat untuk mengambil keputusan-keputusan penting terhadap bangsa dan negara melalui musyawarah mufakat.
“Termasuk memilih siapa yang diberi ‘mandat’ untuk memimpin pemerintahan. Sehingga diharapkan Keadilan Sosial terwujud. Itulah Demokrasi Pancasila. Itulah Presidensiil yang diinginkan para pendiri bangsa,” tuturnya.
Oleh sebab itu, kata dia, DPD menilai pentingnya Amandemen konstitusi ke-5 dilakukan dengan suasana kebatinan untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Hal ini dilakukan karena DPD menilai semangat amandemen konstitusi yang dilakukan sejak 1999 hingga 2002 sudah cukup banyak melenceng dari harapan para pendiri bangsa.
“Sebab, hari ini kita melihat sekian banyak undang-undang yang dikatakan merupakan Derivatif dari Konstitusi, yang dalam kenyataannya menyusahkan rakyat,” tegas La Nyalla.
Sementara Ketua Majelis Mubaligh Muda Indonesia, Dr (c) S Aminuddin menyampaikan bahwa generasi muda harus memanfaatkan gadget atau menguasai teknologi.
"Karena saat ini dan masa depan teknologi sudah menguasai segala aspek kehidupan manusia. Karena itu saya mengajak mahasiswa maupun pelaku UKM dan ekonomi rakyat lainnya untuk siap akan kehidupan ke depan," katanya.
Namun Aminudin mengingatkan pentingnya punya ilmu agama. Sebagai jalan terang dalam berkehidupan, berkebangsaan dan bermasyarakat.
Dalam bidang energi, Arie Gumilar, mengatakan pentingnya kedaulatan negara. Menurut dia, bangsa yang kuat harus menguasai tiga hal, yaitu kedaulatan pangan, ekonomi dan energi.
"Tapi sekarang ini negara kita tidak berdaulat. Banyak sektor energi yang dikuasai asing. Padahal kedaulatan energi mutlak untuk anak bangsa. Kalau tidak dikuasai, kita semua akan menjadi pembantu di rumah sendiri," katanya.
Oleh karena itu, pemudalah yang bisa merebut kedaulatan tersebut. Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan bangsa.
"Bangsa Indonesia sudah buktikan bahwa pemudalah yang bisa merubah dunia ini. Sejak lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, kemerdekaan, tahun 66 dan juga reformasi. Penggeraknya adalah pemuda," katanya lagi.
Ali Mahsun Atmo sebagai orang yang berkecimpung di bidang usaha kecil, UMKM dan pelaku ekonomi rakyat menjelaskan, jutaan pelaku ekonomi rakyat gulung tikar karena pandemi.
Ali menyampaikan agar DPD memperjuangkan aspirasi para pedagang dan pelaku ekonomi rakyat. "Kita minta tolong ke Pak Ketua DPD agar disampaikan ke Presiden. Kita minta adanya pemutihan BI checking dan pemutihan beban bunga kredit rakyat yang tertunggak," tuturnya.
Menurut Ali, negara Indonesia di masa mendatang adalah gula-gula ekonomi yang akan direbut oleh negara lain. "Makanya pemuda harus bergerak dan berjuang. Supaya ke depan para pemimpin benar-benar memperhatikan rakyat," katanya.
(dam)