Istimewanya FGD Penguatan Peran DPD di Yogyakarta
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggelar Forum Group Discussion (FGD) di Grand Ambarukmo Hotel Yogyakarta, 5- 7 Juli 2024. Acaranya disebut istimewa mengingat tingginya antusiasme dan partisipasi anggota DPD terpilih.
Hadir 53 senator yang merupakan anggota terpilih dari berbagai daerah. Acara ini turut dihadiri tokoh masyarakat Yogyakarta. Kemudian, hadir narasumber yakni Ahli Hukum Tata Negara Prof Zainal Arifin Mochtar dan Wakil Ketua DPD Sultan B Najamuddin.
Sultan mengatakan, evaluasi dan rencana strategi penguatan lembaga DPD antara lain pertama, Senator tiga periode asal Bengkulu itu merekomendasikan agar lembaga DPD perlu melakukan pendekatan Collaborative Parliament bersama DPR. DPD dan DPR merupakan lembaga yang sama-sama mewakili daulat rakyat.
"Anggotanya sama-sama dihasilkan melalui pemilihan umum secara langsung. Dan sama-sama diberikan mandat imperatif oleh konstitusi. Namun, meskipun keduanya memiliki legitimasi politik yang konstitusional, tapi tidak dengan kewenangan dan perannya masing-masing," ujar Sultan.
Menurut mantan aktivis KNPI ini, DPD dan DPR memang memiliki sejarah yang berbeda. Keberadaan lembaga DPR yang sebelumnya disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI) usianya hampir sama dengan Republik Indonesia.
Bahkan, sebelum Indonesia merdeka eksistensi DPR telah resmi dibentuk oleh Belanda yang disebut Dewan Rakyat atau Volkstraad. Sementara DPD secara kelembagaan baru terbentuk setelah amendemen UUD 2001.
Namun, yang menjadi penting untuk diperhatikan adalah bahwa DPD dibentuk sebagai konsekuensi diterapkan otonomi daerah dan bentuk NKRI. Kita tahu asas negara kesatuan merupakan ketentuan yang tidak bisa diganggu gugat dalam konstitusi. Sehingga, upaya negara dalam menjaga persatuan Indonesia di tengah rezim desentralisasi kekuasaan ini menjadi dasar filosofis dibentuknya lembaga DPD.
"Artinya, eksistensi DPD sejatinya sama pentingnya dengan DPR. DPD sangat dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan politik nasional, demokrasi dan keadilan fiskal pusat-daerah," katanya.
Sultan yang juga pernah menjabat kepala daerah melanjutkan rekomendasinya yang kedua adalah dengan merevisi UU terkait fungsi dan peran DPD. Untuk memperkuat peran lembaga perwakilan tersebut bisa dimulai dengan merevisi UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP) dan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Kedua UU ini perlu direvisi agar peran politik legislasi dan pengawasan DPD dan DPR bisa diberikan secara proporsional.
Hadir 53 senator yang merupakan anggota terpilih dari berbagai daerah. Acara ini turut dihadiri tokoh masyarakat Yogyakarta. Kemudian, hadir narasumber yakni Ahli Hukum Tata Negara Prof Zainal Arifin Mochtar dan Wakil Ketua DPD Sultan B Najamuddin.
Sultan mengatakan, evaluasi dan rencana strategi penguatan lembaga DPD antara lain pertama, Senator tiga periode asal Bengkulu itu merekomendasikan agar lembaga DPD perlu melakukan pendekatan Collaborative Parliament bersama DPR. DPD dan DPR merupakan lembaga yang sama-sama mewakili daulat rakyat.
"Anggotanya sama-sama dihasilkan melalui pemilihan umum secara langsung. Dan sama-sama diberikan mandat imperatif oleh konstitusi. Namun, meskipun keduanya memiliki legitimasi politik yang konstitusional, tapi tidak dengan kewenangan dan perannya masing-masing," ujar Sultan.
Menurut mantan aktivis KNPI ini, DPD dan DPR memang memiliki sejarah yang berbeda. Keberadaan lembaga DPR yang sebelumnya disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI) usianya hampir sama dengan Republik Indonesia.
Bahkan, sebelum Indonesia merdeka eksistensi DPR telah resmi dibentuk oleh Belanda yang disebut Dewan Rakyat atau Volkstraad. Sementara DPD secara kelembagaan baru terbentuk setelah amendemen UUD 2001.
Namun, yang menjadi penting untuk diperhatikan adalah bahwa DPD dibentuk sebagai konsekuensi diterapkan otonomi daerah dan bentuk NKRI. Kita tahu asas negara kesatuan merupakan ketentuan yang tidak bisa diganggu gugat dalam konstitusi. Sehingga, upaya negara dalam menjaga persatuan Indonesia di tengah rezim desentralisasi kekuasaan ini menjadi dasar filosofis dibentuknya lembaga DPD.
"Artinya, eksistensi DPD sejatinya sama pentingnya dengan DPR. DPD sangat dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan politik nasional, demokrasi dan keadilan fiskal pusat-daerah," katanya.
Sultan yang juga pernah menjabat kepala daerah melanjutkan rekomendasinya yang kedua adalah dengan merevisi UU terkait fungsi dan peran DPD. Untuk memperkuat peran lembaga perwakilan tersebut bisa dimulai dengan merevisi UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP) dan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Kedua UU ini perlu direvisi agar peran politik legislasi dan pengawasan DPD dan DPR bisa diberikan secara proporsional.