Memburu Aset Negara

Rabu, 14 April 2021 - 05:40 WIB
Sejumlah wisatawan berjalan di depan salah satu bangunan ikonik di TMII, beberapa waktu lalu. FOTO/YORRI FARLI
JAKARTA - Pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) . Kebijakan tersebut sudah ditunggu masyarakat, karena tempat tersebut telah 44 tahun dikuasai keluarga Soeharto melalui Yayasan Harapan Kita.

Pengambil alihan aset tersebut tentu diharapkan tidak berhenti sampai di TMII saja, karena masih banyak aset lainnnya yang dikuasai dan dikelola secara pribadi, perusahaan termasuk pihak asing. Selanjutnya aset tersebut diinventarisasi secara baik dan dikelola serta dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat luas.

Selain TMII, pemerintah juga berhasil mengambil alih aset negara dari tangan asing. Salah satunya Freeport. Dari Freeport pemerintah mengambil alih 51% saham dari sebelumnya 9,36%. Kemudian Blok Rokan dan Blok Mahakam yang kini diserahkan pengelolaannya kepada Pertamina.

Pengambil alihan TMII ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.19/2021. Hampir bersamaan, Jokowi juga membentuk Satgas Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menagih atau meburu aset-asetnya yang jumlahnya Rp108 triliun. Pembentukan satgas tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) RI No 6 tahun 2021.





Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, Indonesia kehilangan banyak aset karena buruknya pembukuan atau neraca keuangan di masa lalu. Dia mencotohkan wilayah komplek Senayan sebenarnya milik negara, namun kemudian beralih ke tangan swasta. Misalnya Plaza Senayan, Hotel Mulia, Hotel Hilton termasuk Hotel Indonesia. Begitu juga Kompleks Kemayoran dan Gelora Bung Karno. Kawasan elit tersebut masih dikelola pihak swasta dan pribadi.

Hotel Sultan Jakarta, misalnya. Hotel yang dulunya bernama Hotel Hilton itu dibangun di era Presiden Sukarno, berbarengan dengan pembangunan kompleks Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta. Hal yang sama juga tengah terjadi pada Hotel Mulia.

"Semua melihat adalah komplek Senayan Gelora Bung Karno, dulu Presiden Soekarno itu membangun seluruh komplek itu sampai dengan Manggala Wanabakti TVRI, sampai pada Hotel Hilton. Semuanya termasuk Hotel Mulia sampai Plaza Senayan, itu semuanya adalah semua kompleks milik negara, " katanya beberapa waktu lalu,

Aset-aset yang dikuasai pihak lain harus direbut kembali karena nilainya santat besar. Direktur Barang Milik Negara (BMN) Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan, mengungkapkan, nilai aset negara yang paling besar salah satunya kompleks Gelora Bung Karno atau GBK di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Nilainya mencapai Rp 347 triliun. Nilai tersebut mencapai 3,3 persen dari total aset negara yang saat ini mencapai Rp 10.467,53 triliun. Ini merupakan nilai aset tertinggi di Indonesia. "Karena lokasinya di pusat kota, jadi nilai asetnya tertinggi di Indonesia," ujarnya.



Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mendukung penuh langkah pemerintah mengambil alih TMII atau aset negara lainnya. Dia berharap kebijakan ini bukan hanya bisa menyelematkan aset dimaksud, tapi juga bisa dipergunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat.

“Komisi II memberikan apresiasi dan mendukung langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan TMII,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung.

Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding menyatakan, penyelematan aset negara dan daerah menjadi satu di antara sejumlah fokus utama yang dilakukan KPK untuk pencegahan korupsi. Menurut dia, KPK melalui Kedeputian Bidang Pencegahan telah mendampingi pemerintah daerah dengan mendorong implementasi delapan area intervensi untuk perbaikan tata kelola pemerintah daerah yang baik.

Satu di antaranya terkait manajemen aset daerah. Menurut Ipi, KPK menemukan banyaknya aset daerah/negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan terjadinya kerugian negara.

"Hal ini terjadi karena beberapa sebab, seperti aset tidak memiliki dokumen legal, tidak dikuasai secara fisik, dalam penguasaan pihak ketiga, atau dalam sengketa. Tata kelola aset yang baik akan menghindarkan potensi kerugian daerah karena aset yang berpindah tangan, diperjualbelikan atau dikuasai oleh pihak ketiga," ujar Ipi kepada KORAN SINDO, di Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, melalui fokus area intervensi manajemen aset, KPK mendorong untuk dilakukan penertiban, pemulihan dan optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara. Untuk penertiban aset, kata Ipi, salah satunya yang didorong KPK dengan melakukan tertib administrasi terkait pencatatan aset, sertifikasi aset, dan penguasaan aset secara fisik. Untuk pemulihan maka fokus terkait aset yang dalam penguasaan pihak ketiga atau dalam sengketa.

"KPK memfasilitasi penandatanganan kerja sama antara pemda dengan Kejaksaan Negeri atau Tinggi agar Kejaksaan dalam hal ini Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) dapat bertindak untuk dan atas nama pemda dengan surat kuasa khusus (SKK) dari pemda menyelesaikan aset-aset bermasalah milik pemda, baik melalui proses litigasi maupun non litigasi," paparnya.

Ipi membeberkan, berikutnya adalah bagaimana optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara. Setelah aset ditertibkan dan dikuasai secara fisik oleh negara, KPK mendorong dilakukan optimalisasi pemanfaatan aset yang berkontribusi bagi penerimaan keuangan negara dan bermanfaat untuk masyarakat luas. Dia menjelaskan, pengelolaannya dapat saja dilakukan dengan bekerja sama kepada pihak ketiga sesuai dengan peraturan.



"Sejak 2019, KPK kemudian juga melakukan pendampingan terhadap Kementerian, Lembaga, dan BUMN di tingkat pusat dalam pengelolaan aset negara. Kementerian Sekretariat Negara menjadi salah satu fokus yang menjadi perhatian KPK terkait pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara (BMN) khususnya untuk mendorong optimalisasi kontribusi bagi penerimaan negara," tegas Ipi.

Terkait aset Gelora Bung Karno (GBK) misalnya, ujar Ipi, KPK meminta kepada Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) untuk meninjau ulang kerja sama terkait 13 objek aset dan/atau mitra kerja sama dalam pemanfaatan aset milik PPK GBK.

Musababnya, kata dia, selain persoalan pemanfaatan dan/atau penguasaan aset oleh pihak ketiga, ada kewajiban lainnya terkait kontribusi aset komersil yang belum memberikan manfaat maksimal bagi penerimaan keuangan negara.

Dia lantas membeberka, pada tahun 2020 m melalui program korsupgah KPK dengan pemda, dan Kementerian/Lembaga/BUMN/D di seluruh Indonesia, KPK berhasil melakukan pemulihan, penertiban, dan optimalisasi aset senilai Rp592,4 triliun. Angka Rp592,4 triliun terbagi dalam dua aspek.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More