Memburu Aset Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) . Kebijakan tersebut sudah ditunggu masyarakat, karena tempat tersebut telah 44 tahun dikuasai keluarga Soeharto melalui Yayasan Harapan Kita.
Pengambil alihan aset tersebut tentu diharapkan tidak berhenti sampai di TMII saja, karena masih banyak aset lainnnya yang dikuasai dan dikelola secara pribadi, perusahaan termasuk pihak asing. Selanjutnya aset tersebut diinventarisasi secara baik dan dikelola serta dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat luas.
Selain TMII, pemerintah juga berhasil mengambil alih aset negara dari tangan asing. Salah satunya Freeport. Dari Freeport pemerintah mengambil alih 51% saham dari sebelumnya 9,36%. Kemudian Blok Rokan dan Blok Mahakam yang kini diserahkan pengelolaannya kepada Pertamina.
Pengambil alihan TMII ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.19/2021. Hampir bersamaan, Jokowi juga membentuk Satgas Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menagih atau meburu aset-asetnya yang jumlahnya Rp108 triliun. Pembentukan satgas tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) RI No 6 tahun 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, Indonesia kehilangan banyak aset karena buruknya pembukuan atau neraca keuangan di masa lalu. Dia mencotohkan wilayah komplek Senayan sebenarnya milik negara, namun kemudian beralih ke tangan swasta. Misalnya Plaza Senayan, Hotel Mulia, Hotel Hilton termasuk Hotel Indonesia. Begitu juga Kompleks Kemayoran dan Gelora Bung Karno. Kawasan elit tersebut masih dikelola pihak swasta dan pribadi.
Hotel Sultan Jakarta, misalnya. Hotel yang dulunya bernama Hotel Hilton itu dibangun di era Presiden Sukarno, berbarengan dengan pembangunan kompleks Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta. Hal yang sama juga tengah terjadi pada Hotel Mulia.
"Semua melihat adalah komplek Senayan Gelora Bung Karno, dulu Presiden Soekarno itu membangun seluruh komplek itu sampai dengan Manggala Wanabakti TVRI, sampai pada Hotel Hilton. Semuanya termasuk Hotel Mulia sampai Plaza Senayan, itu semuanya adalah semua kompleks milik negara, " katanya beberapa waktu lalu,
Aset-aset yang dikuasai pihak lain harus direbut kembali karena nilainya santat besar. Direktur Barang Milik Negara (BMN) Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan, mengungkapkan, nilai aset negara yang paling besar salah satunya kompleks Gelora Bung Karno atau GBK di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Nilainya mencapai Rp 347 triliun. Nilai tersebut mencapai 3,3 persen dari total aset negara yang saat ini mencapai Rp 10.467,53 triliun. Ini merupakan nilai aset tertinggi di Indonesia. "Karena lokasinya di pusat kota, jadi nilai asetnya tertinggi di Indonesia," ujarnya.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mendukung penuh langkah pemerintah mengambil alih TMII atau aset negara lainnya. Dia berharap kebijakan ini bukan hanya bisa menyelematkan aset dimaksud, tapi juga bisa dipergunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat.
“Komisi II memberikan apresiasi dan mendukung langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan TMII,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding menyatakan, penyelematan aset negara dan daerah menjadi satu di antara sejumlah fokus utama yang dilakukan KPK untuk pencegahan korupsi. Menurut dia, KPK melalui Kedeputian Bidang Pencegahan telah mendampingi pemerintah daerah dengan mendorong implementasi delapan area intervensi untuk perbaikan tata kelola pemerintah daerah yang baik.
Satu di antaranya terkait manajemen aset daerah. Menurut Ipi, KPK menemukan banyaknya aset daerah/negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan terjadinya kerugian negara.
"Hal ini terjadi karena beberapa sebab, seperti aset tidak memiliki dokumen legal, tidak dikuasai secara fisik, dalam penguasaan pihak ketiga, atau dalam sengketa. Tata kelola aset yang baik akan menghindarkan potensi kerugian daerah karena aset yang berpindah tangan, diperjualbelikan atau dikuasai oleh pihak ketiga," ujar Ipi kepada KORAN SINDO, di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, melalui fokus area intervensi manajemen aset, KPK mendorong untuk dilakukan penertiban, pemulihan dan optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara. Untuk penertiban aset, kata Ipi, salah satunya yang didorong KPK dengan melakukan tertib administrasi terkait pencatatan aset, sertifikasi aset, dan penguasaan aset secara fisik. Untuk pemulihan maka fokus terkait aset yang dalam penguasaan pihak ketiga atau dalam sengketa.
"KPK memfasilitasi penandatanganan kerja sama antara pemda dengan Kejaksaan Negeri atau Tinggi agar Kejaksaan dalam hal ini Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) dapat bertindak untuk dan atas nama pemda dengan surat kuasa khusus (SKK) dari pemda menyelesaikan aset-aset bermasalah milik pemda, baik melalui proses litigasi maupun non litigasi," paparnya.
Ipi membeberkan, berikutnya adalah bagaimana optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara. Setelah aset ditertibkan dan dikuasai secara fisik oleh negara, KPK mendorong dilakukan optimalisasi pemanfaatan aset yang berkontribusi bagi penerimaan keuangan negara dan bermanfaat untuk masyarakat luas. Dia menjelaskan, pengelolaannya dapat saja dilakukan dengan bekerja sama kepada pihak ketiga sesuai dengan peraturan.
"Sejak 2019, KPK kemudian juga melakukan pendampingan terhadap Kementerian, Lembaga, dan BUMN di tingkat pusat dalam pengelolaan aset negara. Kementerian Sekretariat Negara menjadi salah satu fokus yang menjadi perhatian KPK terkait pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara (BMN) khususnya untuk mendorong optimalisasi kontribusi bagi penerimaan negara," tegas Ipi.
Terkait aset Gelora Bung Karno (GBK) misalnya, ujar Ipi, KPK meminta kepada Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) untuk meninjau ulang kerja sama terkait 13 objek aset dan/atau mitra kerja sama dalam pemanfaatan aset milik PPK GBK.
Musababnya, kata dia, selain persoalan pemanfaatan dan/atau penguasaan aset oleh pihak ketiga, ada kewajiban lainnya terkait kontribusi aset komersil yang belum memberikan manfaat maksimal bagi penerimaan keuangan negara.
Dia lantas membeberka, pada tahun 2020 m melalui program korsupgah KPK dengan pemda, dan Kementerian/Lembaga/BUMN/D di seluruh Indonesia, KPK berhasil melakukan pemulihan, penertiban, dan optimalisasi aset senilai Rp592,4 triliun. Angka Rp592,4 triliun terbagi dalam dua aspek.
Aspek pertama terkait penertiban, dan optimalisasi aset Barang Milik Negara (BMN) senilai Rp551,6 triliun. Bagian satu ini terdiri dari enam kementerian dan BUMN. Masing-masing yakni Kemsetneg berupa penertiban dan optimalisasi aset GBK, kemayoran, TMII, dan Monas dengan total Rp548,2 triliun; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat aset senilai Rp2,55 triliun; PT. Pertamina (Persero) aset Senilai Rp9,51 triliun; PT. PLN (Persero) total sertifikasi 11.429 aset senilai Rp4,01 triliun; PT. Krakatau Steel (Persero) total sertifikasi dan optimalisasi aset senilai Rp1,05 triliun; dan PT. Angkasa Pura II (Persero) total optimalisasi aset senilai Rp102 miliar.
Selanjutnya pemulihan, penertiban, dan optimalisasi aset Pemerintah Daerah senilai Rp40,8 triliun. Angka ini berupa: penambahan sertifikat aset pemerintah daerah sebanyak 25.048 sertifikat senilai Rp25 triliun, pemulihan penertiban aset sebanyak 3.085 unit senilai Rp3,03 triliun, dan prasarana dan utilitas 82 pemerintah daerah di 495 lokasi senilai Rp12 triliun.
Butuh Masukan untuk TMII
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan saat ini pihaknya tengah merumuskan kriteria siapa yang nantinya mengelola TMII. Seperti diketahui pemerintah telah resmi mengambil-alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita.
“Jadi ini nanti Kemensetneg merumuskan kriteria siapa yang akan secara tepat profesional memperbaiki Taman Mini, kemudian memberikan kontribusi kepada keuangan negara secara signifikan,” katanya.
Pratikno memberikan sinyal bahwa pengelolaan TMII akan diserahkan pada salah satu BUMN Pariwisata. Diharapkan pengelolaan TMII di masa mendatang menjadi lebih baik. “Arahnya adalah ini akan meminta tolong salah satu BUMN pariwisata untuk mengelola TMII ini. Jadi dikelola oleh orang-orang yang profesional, lembaga yang profesional, dan harapannya akan jauh lebih baik dan memberikan kontribusi kepada keuangan negara,” ujarnya.
Hal ini juga membantah kabar bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membentuk yayasan baru untuk mengelola TMII. Bagaimana pengelolaannya ke depan,Kemensetneg membuka kanal aspirasi publik sebagai wadah penyampaian masukkan dalam pengelolaan obyek tersebut ke depan (email: [email protected], Instagram, Twitter, dan Facebook).
"Kemensetneg akan memfasilitasi penyerapan aspirasi publik terkait pengembangan dan pengelolaan TMII ke depan. Hal ini dilakukan sebagai komitmen untuk meningkatkan perbaikan pengelolaan aset negara, menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah," kata Kabiro Humas Kemensetneg, Eddy Cahyono Sugiarto.
Kemensetneg menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat yang telah menyampaikan aspirasinya melalui Kanal Aspirasi TMII, antara lain harapan agar pengelolaan TMII ke depan berbasis konsep 4.0, edukasi nusantara yang dikemas lebih modern, melibatkan partisipasi budayawan, seniman, duta wisata, dan duta budaya, perbaikan sarana dan prasarana serta lebih memperhatikan lingkungan.
"Diharapkan masyarakat luas dapat terus memberikan masukan melalui kanal aspirasi TMII yang ada, sehingga dapat mengakselerasi pencapaian Taman Mini Indonesia Indah sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya bangsa, sarana wisata edukasi bermatra budaya nusantara, mempertebal rasa cinta tanah air, dan membina rasa persatuan serta kesatuan bangsa," ucap Eddy.
Sebelumnya, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mendorong penyerahan pengelolaan TMII kepada negara. Yayasan Harapan Kita selama ini telah mengelola TMII sejak pertengahan tahun 1970-an berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 51 Tahun 1977.
Keppres itu menyatakan TMII adalah hak milik Negara Republik Indonesia dan penguasaan serta pengelolaan TMII diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita. Namun, sesuai Akta Perlemahan TMII tertanggal 17 Juni 1987 di hadapan Notaris, Yayasan Harapan Kita sudah menyerahkan kepemilikan TMII kembali kepada Pemerintah Republik Indonesia. Seluruh lahan tanah dan bangunan yang ada juga turut diserahkan.
Selanjutnya, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19/2021 tentang Pengelolaan TMII. PP ini menyebutkan penguasaan dan pengelolaan TMII oleh Kementerian Sekretariat Negara serta berakhirnya pengelolaan oleh Yayasan Harapan Kita. “Kemensetneg diharapkan menyelamatkan keberadaan TMII menjadi asset negara yang penting untuk mengenal kekayaan dan keberagaman, terutama budaya Indonesia kepada masyarakat, termasuk manca negara,” tambah Doli yang juga anggota Fraksi Partai Golkar tersebut.
Keberadaan TMII di bawah Kemensetneg juga diharapkan agar pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara bisa dilakukan secara maksimal. Selain itu juga berkontribusi positif kepada negara. “Kami juga memohon agar ikon-ikon budaya di TMII seperti Keong Mas, dan rumah-rumah adat yang ada di sana tetap dijaga dengan baik,” tambah Doli Kurnia.
Selama ini hilangnya aset negara disebabkan sejumlah faktor, di antaranya aset tidak memiliki dokumen legal, tidak dikuasai secara fisik, atau dalam sengketa. Kondisi ini bisa terjadi, karena pengurus TMII, Yayasan Harapan Kita, saat ini tengah digugat oleh perusahaan asal Singapura, Mitra Pte. Kid ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tata kelola aset yang baik oleh Kemensetneg diharapkan akan menghindarkan potensi kerugian negara karena aset yang berpindah tangan, diperjualbelikan atau dikuasai oleh pihak ketiga.
Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding mengungkapkan, , pada 2020 KPK telah mendampingi Kementerian Sekretariat Negara untuk dapat mengelola TMII dengan tujuan untuk optimalisasi kontribusi kepada negara dan pemanfaatannya untuk masyarakat luas," ungkapnya.
Ipi menggariskan, langkah KPK mendampingi Kemensetneg untuk pengelolaan TMII didasarkan pada beberapa regulasi yang menyatakan bahwa TMII merupakan aset milik negara. Pertama, Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 51 Tahun 1977 menetapkan bahwa TMII adalah hak milik Negara Republik Indonesia dan penguasaan serta pengelolaan TMII diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita.
Kedua, Akta Persembahan TMII tertanggal 17 Juni 1987 di hadapan Notaris, Yayasan Harapan Kita menyerahkan kepemilikan TMII kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang terdiri atas lahan tanah dan seluruh bangunan yang ada di atasnya."Kemensetneg kemudian menerbitkan 6 (enam) sertifikat atas nama Kemensetneg atas lahan TMII. Sehingga, lahan TMII telah tercatat sebagai barang milik negara (BNN) Kemensetneg," tuturnya.
Dia mengatakan, dalam upaya melakukan pembenahan dan pengelolaan TMII, KPK bahkan juga mendapatkan bahwa telah dilakukan beberapa kali pembahasan terkait penguasaan dan pengelolaan TMII yang bekerja sama dengan instansi terkait. Antara lain Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam Laporan Hasil Audit Keuangan BPP TMII dalam Rangka Pengalihan Penguasaan dan Pengelolaan TMII pada tahun 2017, menyatakan bahwa Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) perlu melakukan penataan dalam pengelolaan aset di TMII.
Berikutnya, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam Laporan Akhir Legal Audit Perjanjian Kerja Sama TMII dengan Pihak Ketiga (mitra/investor) pada 2017.
Di dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa Kemensetneg tidak dapat mempertahankan bentuk yayasan ketika akan mengambil alih TMII dan memberikan tiga opsi rekomendasi pengelolaan TMII, yaitu BLU, pengoperasian oleh pihak lain, dan kerja sama pemanfaatan.
"Dalam proses pendampingan tersebut, KPK telah mengkoordinasikan dan memfasilitasi pembahasan untuk mendorong penyerahan pengelolaan TMII kepada negara dalam hal ini Kemensetneg," ungkap Ipi.
Selanjutnya pada Desember 2020 KPK juga telah mendorong dan memfasilitasi penandatanganan perjanjian pinjam pakai antara Kemensetneg dengan pemerintah provinsi terkait anjungan daerah pada TMII. Selain itu juga ada penandatanganan nota kesepahaman antara Kemensetneg dengan 5 (lima) instansi, terkait optimalisasi pemanfaatan tanah milik Kemensetneg untuk museum yang berada di kawasan TMII.
Pengambil alihan aset tersebut tentu diharapkan tidak berhenti sampai di TMII saja, karena masih banyak aset lainnnya yang dikuasai dan dikelola secara pribadi, perusahaan termasuk pihak asing. Selanjutnya aset tersebut diinventarisasi secara baik dan dikelola serta dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat luas.
Selain TMII, pemerintah juga berhasil mengambil alih aset negara dari tangan asing. Salah satunya Freeport. Dari Freeport pemerintah mengambil alih 51% saham dari sebelumnya 9,36%. Kemudian Blok Rokan dan Blok Mahakam yang kini diserahkan pengelolaannya kepada Pertamina.
Pengambil alihan TMII ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.19/2021. Hampir bersamaan, Jokowi juga membentuk Satgas Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menagih atau meburu aset-asetnya yang jumlahnya Rp108 triliun. Pembentukan satgas tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) RI No 6 tahun 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, Indonesia kehilangan banyak aset karena buruknya pembukuan atau neraca keuangan di masa lalu. Dia mencotohkan wilayah komplek Senayan sebenarnya milik negara, namun kemudian beralih ke tangan swasta. Misalnya Plaza Senayan, Hotel Mulia, Hotel Hilton termasuk Hotel Indonesia. Begitu juga Kompleks Kemayoran dan Gelora Bung Karno. Kawasan elit tersebut masih dikelola pihak swasta dan pribadi.
Hotel Sultan Jakarta, misalnya. Hotel yang dulunya bernama Hotel Hilton itu dibangun di era Presiden Sukarno, berbarengan dengan pembangunan kompleks Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta. Hal yang sama juga tengah terjadi pada Hotel Mulia.
"Semua melihat adalah komplek Senayan Gelora Bung Karno, dulu Presiden Soekarno itu membangun seluruh komplek itu sampai dengan Manggala Wanabakti TVRI, sampai pada Hotel Hilton. Semuanya termasuk Hotel Mulia sampai Plaza Senayan, itu semuanya adalah semua kompleks milik negara, " katanya beberapa waktu lalu,
Aset-aset yang dikuasai pihak lain harus direbut kembali karena nilainya santat besar. Direktur Barang Milik Negara (BMN) Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan, mengungkapkan, nilai aset negara yang paling besar salah satunya kompleks Gelora Bung Karno atau GBK di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Nilainya mencapai Rp 347 triliun. Nilai tersebut mencapai 3,3 persen dari total aset negara yang saat ini mencapai Rp 10.467,53 triliun. Ini merupakan nilai aset tertinggi di Indonesia. "Karena lokasinya di pusat kota, jadi nilai asetnya tertinggi di Indonesia," ujarnya.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mendukung penuh langkah pemerintah mengambil alih TMII atau aset negara lainnya. Dia berharap kebijakan ini bukan hanya bisa menyelematkan aset dimaksud, tapi juga bisa dipergunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat.
“Komisi II memberikan apresiasi dan mendukung langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan TMII,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding menyatakan, penyelematan aset negara dan daerah menjadi satu di antara sejumlah fokus utama yang dilakukan KPK untuk pencegahan korupsi. Menurut dia, KPK melalui Kedeputian Bidang Pencegahan telah mendampingi pemerintah daerah dengan mendorong implementasi delapan area intervensi untuk perbaikan tata kelola pemerintah daerah yang baik.
Satu di antaranya terkait manajemen aset daerah. Menurut Ipi, KPK menemukan banyaknya aset daerah/negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan terjadinya kerugian negara.
"Hal ini terjadi karena beberapa sebab, seperti aset tidak memiliki dokumen legal, tidak dikuasai secara fisik, dalam penguasaan pihak ketiga, atau dalam sengketa. Tata kelola aset yang baik akan menghindarkan potensi kerugian daerah karena aset yang berpindah tangan, diperjualbelikan atau dikuasai oleh pihak ketiga," ujar Ipi kepada KORAN SINDO, di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, melalui fokus area intervensi manajemen aset, KPK mendorong untuk dilakukan penertiban, pemulihan dan optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara. Untuk penertiban aset, kata Ipi, salah satunya yang didorong KPK dengan melakukan tertib administrasi terkait pencatatan aset, sertifikasi aset, dan penguasaan aset secara fisik. Untuk pemulihan maka fokus terkait aset yang dalam penguasaan pihak ketiga atau dalam sengketa.
"KPK memfasilitasi penandatanganan kerja sama antara pemda dengan Kejaksaan Negeri atau Tinggi agar Kejaksaan dalam hal ini Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) dapat bertindak untuk dan atas nama pemda dengan surat kuasa khusus (SKK) dari pemda menyelesaikan aset-aset bermasalah milik pemda, baik melalui proses litigasi maupun non litigasi," paparnya.
Ipi membeberkan, berikutnya adalah bagaimana optimalisasi pemanfaatan aset untuk kepentingan negara. Setelah aset ditertibkan dan dikuasai secara fisik oleh negara, KPK mendorong dilakukan optimalisasi pemanfaatan aset yang berkontribusi bagi penerimaan keuangan negara dan bermanfaat untuk masyarakat luas. Dia menjelaskan, pengelolaannya dapat saja dilakukan dengan bekerja sama kepada pihak ketiga sesuai dengan peraturan.
"Sejak 2019, KPK kemudian juga melakukan pendampingan terhadap Kementerian, Lembaga, dan BUMN di tingkat pusat dalam pengelolaan aset negara. Kementerian Sekretariat Negara menjadi salah satu fokus yang menjadi perhatian KPK terkait pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara (BMN) khususnya untuk mendorong optimalisasi kontribusi bagi penerimaan negara," tegas Ipi.
Terkait aset Gelora Bung Karno (GBK) misalnya, ujar Ipi, KPK meminta kepada Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) untuk meninjau ulang kerja sama terkait 13 objek aset dan/atau mitra kerja sama dalam pemanfaatan aset milik PPK GBK.
Musababnya, kata dia, selain persoalan pemanfaatan dan/atau penguasaan aset oleh pihak ketiga, ada kewajiban lainnya terkait kontribusi aset komersil yang belum memberikan manfaat maksimal bagi penerimaan keuangan negara.
Dia lantas membeberka, pada tahun 2020 m melalui program korsupgah KPK dengan pemda, dan Kementerian/Lembaga/BUMN/D di seluruh Indonesia, KPK berhasil melakukan pemulihan, penertiban, dan optimalisasi aset senilai Rp592,4 triliun. Angka Rp592,4 triliun terbagi dalam dua aspek.
Aspek pertama terkait penertiban, dan optimalisasi aset Barang Milik Negara (BMN) senilai Rp551,6 triliun. Bagian satu ini terdiri dari enam kementerian dan BUMN. Masing-masing yakni Kemsetneg berupa penertiban dan optimalisasi aset GBK, kemayoran, TMII, dan Monas dengan total Rp548,2 triliun; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat aset senilai Rp2,55 triliun; PT. Pertamina (Persero) aset Senilai Rp9,51 triliun; PT. PLN (Persero) total sertifikasi 11.429 aset senilai Rp4,01 triliun; PT. Krakatau Steel (Persero) total sertifikasi dan optimalisasi aset senilai Rp1,05 triliun; dan PT. Angkasa Pura II (Persero) total optimalisasi aset senilai Rp102 miliar.
Selanjutnya pemulihan, penertiban, dan optimalisasi aset Pemerintah Daerah senilai Rp40,8 triliun. Angka ini berupa: penambahan sertifikat aset pemerintah daerah sebanyak 25.048 sertifikat senilai Rp25 triliun, pemulihan penertiban aset sebanyak 3.085 unit senilai Rp3,03 triliun, dan prasarana dan utilitas 82 pemerintah daerah di 495 lokasi senilai Rp12 triliun.
Butuh Masukan untuk TMII
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan saat ini pihaknya tengah merumuskan kriteria siapa yang nantinya mengelola TMII. Seperti diketahui pemerintah telah resmi mengambil-alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita.
“Jadi ini nanti Kemensetneg merumuskan kriteria siapa yang akan secara tepat profesional memperbaiki Taman Mini, kemudian memberikan kontribusi kepada keuangan negara secara signifikan,” katanya.
Pratikno memberikan sinyal bahwa pengelolaan TMII akan diserahkan pada salah satu BUMN Pariwisata. Diharapkan pengelolaan TMII di masa mendatang menjadi lebih baik. “Arahnya adalah ini akan meminta tolong salah satu BUMN pariwisata untuk mengelola TMII ini. Jadi dikelola oleh orang-orang yang profesional, lembaga yang profesional, dan harapannya akan jauh lebih baik dan memberikan kontribusi kepada keuangan negara,” ujarnya.
Hal ini juga membantah kabar bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membentuk yayasan baru untuk mengelola TMII. Bagaimana pengelolaannya ke depan,Kemensetneg membuka kanal aspirasi publik sebagai wadah penyampaian masukkan dalam pengelolaan obyek tersebut ke depan (email: [email protected], Instagram, Twitter, dan Facebook).
"Kemensetneg akan memfasilitasi penyerapan aspirasi publik terkait pengembangan dan pengelolaan TMII ke depan. Hal ini dilakukan sebagai komitmen untuk meningkatkan perbaikan pengelolaan aset negara, menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah," kata Kabiro Humas Kemensetneg, Eddy Cahyono Sugiarto.
Kemensetneg menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat yang telah menyampaikan aspirasinya melalui Kanal Aspirasi TMII, antara lain harapan agar pengelolaan TMII ke depan berbasis konsep 4.0, edukasi nusantara yang dikemas lebih modern, melibatkan partisipasi budayawan, seniman, duta wisata, dan duta budaya, perbaikan sarana dan prasarana serta lebih memperhatikan lingkungan.
"Diharapkan masyarakat luas dapat terus memberikan masukan melalui kanal aspirasi TMII yang ada, sehingga dapat mengakselerasi pencapaian Taman Mini Indonesia Indah sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya bangsa, sarana wisata edukasi bermatra budaya nusantara, mempertebal rasa cinta tanah air, dan membina rasa persatuan serta kesatuan bangsa," ucap Eddy.
Sebelumnya, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mendorong penyerahan pengelolaan TMII kepada negara. Yayasan Harapan Kita selama ini telah mengelola TMII sejak pertengahan tahun 1970-an berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 51 Tahun 1977.
Keppres itu menyatakan TMII adalah hak milik Negara Republik Indonesia dan penguasaan serta pengelolaan TMII diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita. Namun, sesuai Akta Perlemahan TMII tertanggal 17 Juni 1987 di hadapan Notaris, Yayasan Harapan Kita sudah menyerahkan kepemilikan TMII kembali kepada Pemerintah Republik Indonesia. Seluruh lahan tanah dan bangunan yang ada juga turut diserahkan.
Selanjutnya, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19/2021 tentang Pengelolaan TMII. PP ini menyebutkan penguasaan dan pengelolaan TMII oleh Kementerian Sekretariat Negara serta berakhirnya pengelolaan oleh Yayasan Harapan Kita. “Kemensetneg diharapkan menyelamatkan keberadaan TMII menjadi asset negara yang penting untuk mengenal kekayaan dan keberagaman, terutama budaya Indonesia kepada masyarakat, termasuk manca negara,” tambah Doli yang juga anggota Fraksi Partai Golkar tersebut.
Keberadaan TMII di bawah Kemensetneg juga diharapkan agar pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara bisa dilakukan secara maksimal. Selain itu juga berkontribusi positif kepada negara. “Kami juga memohon agar ikon-ikon budaya di TMII seperti Keong Mas, dan rumah-rumah adat yang ada di sana tetap dijaga dengan baik,” tambah Doli Kurnia.
Selama ini hilangnya aset negara disebabkan sejumlah faktor, di antaranya aset tidak memiliki dokumen legal, tidak dikuasai secara fisik, atau dalam sengketa. Kondisi ini bisa terjadi, karena pengurus TMII, Yayasan Harapan Kita, saat ini tengah digugat oleh perusahaan asal Singapura, Mitra Pte. Kid ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tata kelola aset yang baik oleh Kemensetneg diharapkan akan menghindarkan potensi kerugian negara karena aset yang berpindah tangan, diperjualbelikan atau dikuasai oleh pihak ketiga.
Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding mengungkapkan, , pada 2020 KPK telah mendampingi Kementerian Sekretariat Negara untuk dapat mengelola TMII dengan tujuan untuk optimalisasi kontribusi kepada negara dan pemanfaatannya untuk masyarakat luas," ungkapnya.
Ipi menggariskan, langkah KPK mendampingi Kemensetneg untuk pengelolaan TMII didasarkan pada beberapa regulasi yang menyatakan bahwa TMII merupakan aset milik negara. Pertama, Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 51 Tahun 1977 menetapkan bahwa TMII adalah hak milik Negara Republik Indonesia dan penguasaan serta pengelolaan TMII diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita.
Kedua, Akta Persembahan TMII tertanggal 17 Juni 1987 di hadapan Notaris, Yayasan Harapan Kita menyerahkan kepemilikan TMII kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang terdiri atas lahan tanah dan seluruh bangunan yang ada di atasnya."Kemensetneg kemudian menerbitkan 6 (enam) sertifikat atas nama Kemensetneg atas lahan TMII. Sehingga, lahan TMII telah tercatat sebagai barang milik negara (BNN) Kemensetneg," tuturnya.
Dia mengatakan, dalam upaya melakukan pembenahan dan pengelolaan TMII, KPK bahkan juga mendapatkan bahwa telah dilakukan beberapa kali pembahasan terkait penguasaan dan pengelolaan TMII yang bekerja sama dengan instansi terkait. Antara lain Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam Laporan Hasil Audit Keuangan BPP TMII dalam Rangka Pengalihan Penguasaan dan Pengelolaan TMII pada tahun 2017, menyatakan bahwa Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) perlu melakukan penataan dalam pengelolaan aset di TMII.
Berikutnya, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam Laporan Akhir Legal Audit Perjanjian Kerja Sama TMII dengan Pihak Ketiga (mitra/investor) pada 2017.
Di dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa Kemensetneg tidak dapat mempertahankan bentuk yayasan ketika akan mengambil alih TMII dan memberikan tiga opsi rekomendasi pengelolaan TMII, yaitu BLU, pengoperasian oleh pihak lain, dan kerja sama pemanfaatan.
"Dalam proses pendampingan tersebut, KPK telah mengkoordinasikan dan memfasilitasi pembahasan untuk mendorong penyerahan pengelolaan TMII kepada negara dalam hal ini Kemensetneg," ungkap Ipi.
Selanjutnya pada Desember 2020 KPK juga telah mendorong dan memfasilitasi penandatanganan perjanjian pinjam pakai antara Kemensetneg dengan pemerintah provinsi terkait anjungan daerah pada TMII. Selain itu juga ada penandatanganan nota kesepahaman antara Kemensetneg dengan 5 (lima) instansi, terkait optimalisasi pemanfaatan tanah milik Kemensetneg untuk museum yang berada di kawasan TMII.
(ynt)