E-Sertifikat Tanah Sebaiknya untuk Bukti Kepemilikan Cadangan
Kamis, 18 Februari 2021 - 14:55 WIB
JAKARTA - Kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang ( Kemen ATR/BPN ) yang akan merilis sertifikat tanah elektronik ( e-Sertifikat) sebaiknya tidak mengganti sertifikat fisik.
"Tetapi e -Sertifikat ini di fungsikan sebagai back up atau dokumen cadangan yang menguatkan sertifikat fisik sebagai bukti kepemilikan yang sah," kata anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus kepada wartawan, Kamis (18/2/2021).
Sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), sambung Guspardi, idealnya secara otomatis tersimpan dengan aman di server BPN sebagai salinan. Jika terjadi kasus, pihak korban bisa langsung melaporkan ke BPN dan di server data base BPN pun langsung terkunci dan aset bisa diblokir sementara.
"Sementara tidak bisa dilakukan apapun atas aset tersebut, sampai pemilik sah mengurusnya dengan verifikasi dan validasi ke kantor BPN yang menerbitkan sertifikat tersebut," ujarnya.
(Baca: Gerindra Desak Batalkan Rencana Sertifikat Tanah Elektronik, Ini Alasannya)
Legislator asal Sumatera Barat (Sumbar) ini membandingkan e-Sertifikat dengan kartu ATM yang hilang, pemilik tentu akan langsung menghubungi call center bank terkait untuk meminta memblokir ATM. Pihak Bank akan mengklarifikasi data-data pelapor dan memblokir sementara ATM itu, sehingga tidak bisa di gunakan sementara.
Kemudian, sambung dia, penggantian ATM dan pengaktifkan kembali rekening dapat dilakukan setelah kita mendatangi bank bersangkutan dengan membawa dokumen dan persyaratan lainnya sesuai prosedur perbankan. Dan yang terpenting uang yang ada dalam rekening kita selamat dan terhindar dari hal yang tidak diinginkan. Begitupun dalam program digitalisasi pertanahan ini, sertifikat tanah elektronik ini juga bisa dibuat mekanisme dan sistem pengamanan berlapis untuk verifikasi dan validasi sertifikat.
"Kapan perlu dibuat double bahkan triple security. Selain ada barcode dan password bisa ditambahkan tekhnologi biometrik seperti fitur sidik jari, retina, wajah bahkan identifikasi irama suara guna memberikan tingkat keamanan dan kepercayaan dalam mengotentifikasi dan validasi keabsahan seritifikat itu," paparnya.
Menurut anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, kalau sistem ini bisa diaplikasikan dalam e-sertifikat, tentu pindah tangan sertifikat secara ilegal bisa dihindari. Dan tentu meminimalkan risiko jika kasus dan sengketa pertanahan lainnya terjadi seperti pemalsuan sertifikat, penyerobotan tanah, sertifikat ganda dan sederet masalah pertanahan lainnya. "Mafia tanah yang selama ini yang masih bergentayangan akan kelimpungan," imbuhnya.
(Baca: Sertifikat Tanah Ibunda Dino Patti Djalal Jadi Jaminan Bank, Menteri ATR: Diblokir)
Oleh karena itu, kata Guspardi, pemecahan masalah mafia tanah yang sampai saat ini masih menjadi momok dan mengancam, harus segera di carikan solusinya. Salah satunya dengan mendisain sistem pengamanan berlapis dalam program serifikat tanah elektronik ini. Sebagai pihak yang menerbitkan serifikat tanah, BPN harus bertanggung jawab penuh terhadap jaminan keamanan dan kerahasiaan dokumen sertifikat berupa data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah masyarakat.
"Di samping itu KPK dan lembaga penegak hukum lainnya juga dilibatkan dalam pelaksanaan kebijakan sertifikat tanah elektronik ini. Yang terpenting harus transfirmatif, sehingga berdampak baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menciptakan rasa aman dan meminimalisir kasus pertanahan yang selama ini masih banyak terjadi. Dan yang terpenting bisa memberangus praktik mafia tanah yang masih mengancam," pungkas Guspardi.
"Tetapi e -Sertifikat ini di fungsikan sebagai back up atau dokumen cadangan yang menguatkan sertifikat fisik sebagai bukti kepemilikan yang sah," kata anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus kepada wartawan, Kamis (18/2/2021).
Sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), sambung Guspardi, idealnya secara otomatis tersimpan dengan aman di server BPN sebagai salinan. Jika terjadi kasus, pihak korban bisa langsung melaporkan ke BPN dan di server data base BPN pun langsung terkunci dan aset bisa diblokir sementara.
"Sementara tidak bisa dilakukan apapun atas aset tersebut, sampai pemilik sah mengurusnya dengan verifikasi dan validasi ke kantor BPN yang menerbitkan sertifikat tersebut," ujarnya.
(Baca: Gerindra Desak Batalkan Rencana Sertifikat Tanah Elektronik, Ini Alasannya)
Legislator asal Sumatera Barat (Sumbar) ini membandingkan e-Sertifikat dengan kartu ATM yang hilang, pemilik tentu akan langsung menghubungi call center bank terkait untuk meminta memblokir ATM. Pihak Bank akan mengklarifikasi data-data pelapor dan memblokir sementara ATM itu, sehingga tidak bisa di gunakan sementara.
Kemudian, sambung dia, penggantian ATM dan pengaktifkan kembali rekening dapat dilakukan setelah kita mendatangi bank bersangkutan dengan membawa dokumen dan persyaratan lainnya sesuai prosedur perbankan. Dan yang terpenting uang yang ada dalam rekening kita selamat dan terhindar dari hal yang tidak diinginkan. Begitupun dalam program digitalisasi pertanahan ini, sertifikat tanah elektronik ini juga bisa dibuat mekanisme dan sistem pengamanan berlapis untuk verifikasi dan validasi sertifikat.
"Kapan perlu dibuat double bahkan triple security. Selain ada barcode dan password bisa ditambahkan tekhnologi biometrik seperti fitur sidik jari, retina, wajah bahkan identifikasi irama suara guna memberikan tingkat keamanan dan kepercayaan dalam mengotentifikasi dan validasi keabsahan seritifikat itu," paparnya.
Menurut anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, kalau sistem ini bisa diaplikasikan dalam e-sertifikat, tentu pindah tangan sertifikat secara ilegal bisa dihindari. Dan tentu meminimalkan risiko jika kasus dan sengketa pertanahan lainnya terjadi seperti pemalsuan sertifikat, penyerobotan tanah, sertifikat ganda dan sederet masalah pertanahan lainnya. "Mafia tanah yang selama ini yang masih bergentayangan akan kelimpungan," imbuhnya.
(Baca: Sertifikat Tanah Ibunda Dino Patti Djalal Jadi Jaminan Bank, Menteri ATR: Diblokir)
Oleh karena itu, kata Guspardi, pemecahan masalah mafia tanah yang sampai saat ini masih menjadi momok dan mengancam, harus segera di carikan solusinya. Salah satunya dengan mendisain sistem pengamanan berlapis dalam program serifikat tanah elektronik ini. Sebagai pihak yang menerbitkan serifikat tanah, BPN harus bertanggung jawab penuh terhadap jaminan keamanan dan kerahasiaan dokumen sertifikat berupa data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah masyarakat.
"Di samping itu KPK dan lembaga penegak hukum lainnya juga dilibatkan dalam pelaksanaan kebijakan sertifikat tanah elektronik ini. Yang terpenting harus transfirmatif, sehingga berdampak baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menciptakan rasa aman dan meminimalisir kasus pertanahan yang selama ini masih banyak terjadi. Dan yang terpenting bisa memberangus praktik mafia tanah yang masih mengancam," pungkas Guspardi.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda