Tangkal Pandemi dengan Biota Laut
Senin, 15 Februari 2021 - 06:19 WIB
Tantangan Menuju Fitofarmaka
Peneliti pada Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Masteria Yunovilsa Putra mengatakan, produk alami dan turunan dari tanaman serta organisme laut mewakili lebih dari 50% dari semua obat dalam terapi modern.
Bahkan, terdapat lebih dari 100 senyawa laut telah diisolasi dari organisme laut Indonesia, seperti spons, soft coral, tunicate, algae, dan itu dilaporkan di lebih dari 70 publikasi. Organisme laut seperti bakteri, jamur, mikroalga, makroalga, cyanobacteria, dan invertebrata laut itu menghasilkan zat dengan berbagai aktivitas biologis, misalnya antikanker, antibakteri, dan antivirus.
Bcaa juga: Jadi Ketakutan Dunia, SROCC Ungkap Air Laut di Indonesia Terancam Jadi Asam
Hanya, menurut dia, memang belum banyak hasil dari biota laut yang bisa menjadi obat herbal terstandar (OHT) maupun fitofarmaka. Biota laut sejauh ini diakui belum banyak difokuskan untuk penelitian yang tujuannya sebagai zat pemacu imun (immunomodulator). Produksi dari biota laut masih sebatas sebagai obat herbal.
“Untuk produk-produk herbal kita sudah banyak di pasaran. Meski untuk menjadi fitofarmaka masih sangat sedikit sekali,” ujarnya.
Salah satu hambatan mengembangkan riset ke level fitofarmaka atau teruji keamanan dan khasiatnya secara ilmiah adalah bahan kimia untuk riset yang masih impor. Selain itu, faktor paling mendasar adalah pendanaan uji klinis untuk menjadi fitofarmaka. Kebanyakan industri dalam negeri masih ragu untuk berinvestasi karena butuh biaya yang besar.
“Sedangkan untuk infrastruktur lembaga pemerintahan dan universitas sebenarnya sudah mampu mengembangkannya,” ujarnya.
Masteria mengatakan saat ini Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sedang fokus riset teripang sebagai imunomodulator. Dia berharap hasil riset berupa ekstraksi dari body wall teripang tidak hanya berfungsi sebagai imunomodulator tetapi juga antibakteri, antikanker, dan antioksidan. Targetnya dalam dua tahun riset ekstraksi teripang itu sudah bisa menjadi obat herbal terstandar. “Apakah nanti akan menjadi fitofarmaka, tergantung komitmen industri,” katanya.
Butuh Kolaborasi
Peneliti pada Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Masteria Yunovilsa Putra mengatakan, produk alami dan turunan dari tanaman serta organisme laut mewakili lebih dari 50% dari semua obat dalam terapi modern.
Bahkan, terdapat lebih dari 100 senyawa laut telah diisolasi dari organisme laut Indonesia, seperti spons, soft coral, tunicate, algae, dan itu dilaporkan di lebih dari 70 publikasi. Organisme laut seperti bakteri, jamur, mikroalga, makroalga, cyanobacteria, dan invertebrata laut itu menghasilkan zat dengan berbagai aktivitas biologis, misalnya antikanker, antibakteri, dan antivirus.
Bcaa juga: Jadi Ketakutan Dunia, SROCC Ungkap Air Laut di Indonesia Terancam Jadi Asam
Hanya, menurut dia, memang belum banyak hasil dari biota laut yang bisa menjadi obat herbal terstandar (OHT) maupun fitofarmaka. Biota laut sejauh ini diakui belum banyak difokuskan untuk penelitian yang tujuannya sebagai zat pemacu imun (immunomodulator). Produksi dari biota laut masih sebatas sebagai obat herbal.
“Untuk produk-produk herbal kita sudah banyak di pasaran. Meski untuk menjadi fitofarmaka masih sangat sedikit sekali,” ujarnya.
Salah satu hambatan mengembangkan riset ke level fitofarmaka atau teruji keamanan dan khasiatnya secara ilmiah adalah bahan kimia untuk riset yang masih impor. Selain itu, faktor paling mendasar adalah pendanaan uji klinis untuk menjadi fitofarmaka. Kebanyakan industri dalam negeri masih ragu untuk berinvestasi karena butuh biaya yang besar.
“Sedangkan untuk infrastruktur lembaga pemerintahan dan universitas sebenarnya sudah mampu mengembangkannya,” ujarnya.
Masteria mengatakan saat ini Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sedang fokus riset teripang sebagai imunomodulator. Dia berharap hasil riset berupa ekstraksi dari body wall teripang tidak hanya berfungsi sebagai imunomodulator tetapi juga antibakteri, antikanker, dan antioksidan. Targetnya dalam dua tahun riset ekstraksi teripang itu sudah bisa menjadi obat herbal terstandar. “Apakah nanti akan menjadi fitofarmaka, tergantung komitmen industri,” katanya.
Butuh Kolaborasi
tulis komentar anda