Muslim Amerika dan Isu Palestina
Minggu, 14 Februari 2021 - 09:17 WIB
Satu contoh kolaborasi kami yang nyata adalah pemberhentian pelarangan penyembelian “halal dan kosher” oleh Konsil Eropa (European Council) di tahun 2013 lalu. Saat itu teman saya, Rabbi Schneier dan saya, ke Austria berbicara di Parlemen Austria tentang Halal dan Kosher. Kami diterima oleh tokoh-tokoh agama, dan juga para politisi di negara itu.
Kini buku yang kami berdua tulis itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Anak-Anak Ibrahim: isu-isu yang menyatukan dan memisahkan Yahudi dan Muslim”. Saat ini juga sedang diproses penerjemahannya ke dalam bahasa Arab, Hebrew, dan Rusia.
Intinya, permasalahan Palestina-Israel bagi kami warga Muslim Amerika akan terus disikapi secara kritis. Tapi semua itu tidak akan mengurangi upaya kami untuk terus membangun komunikasi dan dialog dengan masyarakat Yahudi. Tentu dengan pertimbangan bahwa baik kekritisan atau sebaliknya dialog bertujuan untuk mendukung kepentingan (interest) umat dan kemanusiaan secara umum.
Lalu, bagaimana menyikapi masalah Palestina yang nampaknya semakin suram belakangan ini? Apakah sikap imbang Komunitas Muslim itu justeru sejalan dengan keputusan sebagian negara-negara mayoritas Islam membangun hubungan dengan Israel?
Atau jangan-jangan memang masanya mencoba berpikir lebih jernih, jauh dari sikap emosi, dan melihat jika perjuangan untuk mendukung Palestina memerlukan alternatif lain?
Tunggu di tulisan selanjutnya! (Bersambung)
Kini buku yang kami berdua tulis itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Anak-Anak Ibrahim: isu-isu yang menyatukan dan memisahkan Yahudi dan Muslim”. Saat ini juga sedang diproses penerjemahannya ke dalam bahasa Arab, Hebrew, dan Rusia.
Intinya, permasalahan Palestina-Israel bagi kami warga Muslim Amerika akan terus disikapi secara kritis. Tapi semua itu tidak akan mengurangi upaya kami untuk terus membangun komunikasi dan dialog dengan masyarakat Yahudi. Tentu dengan pertimbangan bahwa baik kekritisan atau sebaliknya dialog bertujuan untuk mendukung kepentingan (interest) umat dan kemanusiaan secara umum.
Lalu, bagaimana menyikapi masalah Palestina yang nampaknya semakin suram belakangan ini? Apakah sikap imbang Komunitas Muslim itu justeru sejalan dengan keputusan sebagian negara-negara mayoritas Islam membangun hubungan dengan Israel?
Atau jangan-jangan memang masanya mencoba berpikir lebih jernih, jauh dari sikap emosi, dan melihat jika perjuangan untuk mendukung Palestina memerlukan alternatif lain?
Tunggu di tulisan selanjutnya! (Bersambung)
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda