Muslim Amerika dan Isu Palestina
Minggu, 14 Februari 2021 - 09:17 WIB
Sebaliknya bagi Komunitas Muslim Amerika, isu Palestina, khususnya Jerusalem dan Masjidil Aqsa, adalah masalah agama. Jerusalem adalah kota suci ketiga Umat Islam. Dan Masjid Al-Aqsa adalah “masraa” (tempat persinggahan Isra dan Mi’raj) Rasulullah SAW. Dan karenanya membiarkannya terjajah menjadi seolah membiarkan agama direndahkan oleh orang lain.
Dengan kenyataan seperti itu, komunitas Muslim Amerika mengambil sikap yang berhati-hati, imbang dan penuh perhitungan. Di satu sisi tetap membangun kekritisan dan resistensi kepada penjajahan dan kebijakan pemerintahan Israel yang seringkali penuh ketidakadilan dan represif. Namun di sisi lain sadar bahwa sikap itu boleh jadi membawa konskuensi yang kurang nyaman.
Hal lain yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat Muslim adalah kenyataan bahwa secara domestik di Amerika masyarakat Yahudi banyak yang bersahabat, bahkan memberikan dukungan dan pembelaan bagi warga Muslim Amerika melawan Islamophobia yang meninggi.
Baca juga: RI Gelontorkan Rp. 32 Miliar untuk Bantu Palestina Hadapi Pandemi Covid-19
Kenyataan itu semakin jelas di zaman pemerintahan Donald Trump. Bahkan, terjadi sebuah paradoks nyata. Di satu sisi Donald Trump memberikan pembelaan kepada Yahudi Israel dengan mengakui Jerusalem sebagai Ibu kota, bahkan memindahkan Kedutaan Amerika ke Jerusalem. Tapi di sisi lain, dengan karakter Nazis (white supremacy) Yahudi banyak mendapat serangan di Amerika.
Kenyataan dalam negeri Amerika itulah yang menjadikan komunitas Muslim dan Yahudi kemudian membangun relasi yang cukup baik. Kedua Komunitas mengalami tekanan yang luar biasa. Islamophobia dan Anti Semitisme sama-sama meninggi di zaman pemerintahan Donald Trump.
Bahkan, ada sebuah motto yang terbangun di antara kedua komunitas itu. Yaitu “fighting for one another”. Artinya masyarakat Muslim tidak tanggung-tanggung membela Yahudi saat diserang oleh anti Semitic. Dan masyarakat Yahudi juga tidak ragu-ragu membela warga Muslim saat diserang oleh para Islamophobik.
Itulah yang terjadi di tahun 2017 lalu. Saat itu Donald Trump mengeluarkan aturan yang sangat tidak populer, Muslim Ban. Pada saat itu saya memimpin demonstrasi besar-besaran bersama teman saya, Rabbi Marc Shcneier dan Russel Simmons (Hollywood figure) di Time Square dengan tema "Today I am a Muslim too".
Saya sendiri memang banyak terlibat dalam dialog Muslim-Yahudi ini sejak tragedi 9/11 di tahun 2001 lalu. Bahkan menulis buku “Sons of Abraham” bersama seorang Rabbi Schneier, serta keliling Amerika bahkan ke beberapa negara untuk mengkampanyekan pentingnya Dialog Yahudi-Muslim.
Dengan kenyataan seperti itu, komunitas Muslim Amerika mengambil sikap yang berhati-hati, imbang dan penuh perhitungan. Di satu sisi tetap membangun kekritisan dan resistensi kepada penjajahan dan kebijakan pemerintahan Israel yang seringkali penuh ketidakadilan dan represif. Namun di sisi lain sadar bahwa sikap itu boleh jadi membawa konskuensi yang kurang nyaman.
Hal lain yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat Muslim adalah kenyataan bahwa secara domestik di Amerika masyarakat Yahudi banyak yang bersahabat, bahkan memberikan dukungan dan pembelaan bagi warga Muslim Amerika melawan Islamophobia yang meninggi.
Baca juga: RI Gelontorkan Rp. 32 Miliar untuk Bantu Palestina Hadapi Pandemi Covid-19
Kenyataan itu semakin jelas di zaman pemerintahan Donald Trump. Bahkan, terjadi sebuah paradoks nyata. Di satu sisi Donald Trump memberikan pembelaan kepada Yahudi Israel dengan mengakui Jerusalem sebagai Ibu kota, bahkan memindahkan Kedutaan Amerika ke Jerusalem. Tapi di sisi lain, dengan karakter Nazis (white supremacy) Yahudi banyak mendapat serangan di Amerika.
Kenyataan dalam negeri Amerika itulah yang menjadikan komunitas Muslim dan Yahudi kemudian membangun relasi yang cukup baik. Kedua Komunitas mengalami tekanan yang luar biasa. Islamophobia dan Anti Semitisme sama-sama meninggi di zaman pemerintahan Donald Trump.
Bahkan, ada sebuah motto yang terbangun di antara kedua komunitas itu. Yaitu “fighting for one another”. Artinya masyarakat Muslim tidak tanggung-tanggung membela Yahudi saat diserang oleh anti Semitic. Dan masyarakat Yahudi juga tidak ragu-ragu membela warga Muslim saat diserang oleh para Islamophobik.
Itulah yang terjadi di tahun 2017 lalu. Saat itu Donald Trump mengeluarkan aturan yang sangat tidak populer, Muslim Ban. Pada saat itu saya memimpin demonstrasi besar-besaran bersama teman saya, Rabbi Marc Shcneier dan Russel Simmons (Hollywood figure) di Time Square dengan tema "Today I am a Muslim too".
Saya sendiri memang banyak terlibat dalam dialog Muslim-Yahudi ini sejak tragedi 9/11 di tahun 2001 lalu. Bahkan menulis buku “Sons of Abraham” bersama seorang Rabbi Schneier, serta keliling Amerika bahkan ke beberapa negara untuk mengkampanyekan pentingnya Dialog Yahudi-Muslim.
Lihat Juga :
tulis komentar anda