Laut Indonesia Dinilai Marak Kejahatan Maritim
Rabu, 27 Januari 2021 - 18:35 WIB
Pihaknya juga menemukan adanya unsur kesengajaan dan upaya melawan hukum nasional dan ketentuan internasional yang dilakukan oleh kapal asing yang melintasi perairan Indonesia.
"Kapal riset China (Xiang Yang Hong 03 ), kapal ikan Taiwan (Hai Chien Hsing 20) dan 2 kapal tanker masing-masing MT Horse berbendera Iran dan MT Frea berbendera Panama memiliki modus yang sama yaitu mematikan Automatic Identification System (AlS)," kata Abdi.
Khususnya kapal ikan berbendera Taiwan Hai Chien Hsing 20 ditemukan telah cukup lama mematikan AIS selama melakukan operasi penangkapan ikan. "Kapal Hai Chien Hsing 20 terakhir kali mengaktifkan AIS sekitar 3 bulan lalu tepatnya 6 Oktober 2020)," tuturnya.
Baca juga: Menlu Baru AS Tegaskan Siap Bantu ASEAN Hadapi Tekanan China di LCS
Ketentuan yang dilanggar adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019 Tentang pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal Yang Berlayar Di Wilayah Perairan Indonesia, Konvensi Safety Of Life At Sea (SOLAS) dan Tokyo MoU.
"Ada ancaman sanksi administrasi menurut ketentuan internasional dan ancaman pidana jika melanggar hukum nasional," ucapnya.
Peneliti DFW Indonesia Baso Hamdani menambahkan bahwa titik rawan kejahatan di laut Indonesia berada di perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Selat Malaka. Baso menyarankan agar kemampuan operasi Badan Keamanan laut (Bakamla) perlu ditingkatkan.
"Kemampuan dan kapasitas Bakamla saat ini hanya 30% dari kebutuhan ideal sehingga perlu ada dukungan dan upaya meningkatkan kemampuan operasional Bakamla," kata Baso.
Baso mengingatkan, eskalasi dan ketegangan di Laut China Selatan yang akan berdampak pada Indonesia terutama di Natuna.
"Pemerintah perlu mengantisipasi pembangunan di Natuna dengan mendorong semua sektor pembangunan agar bisa sinergis. Pendekatan keamanan dan kesejahteraan mesti berjalan bersamaan di Natuna. Ini yang belum nampak," pungkasnya.
"Kapal riset China (Xiang Yang Hong 03 ), kapal ikan Taiwan (Hai Chien Hsing 20) dan 2 kapal tanker masing-masing MT Horse berbendera Iran dan MT Frea berbendera Panama memiliki modus yang sama yaitu mematikan Automatic Identification System (AlS)," kata Abdi.
Khususnya kapal ikan berbendera Taiwan Hai Chien Hsing 20 ditemukan telah cukup lama mematikan AIS selama melakukan operasi penangkapan ikan. "Kapal Hai Chien Hsing 20 terakhir kali mengaktifkan AIS sekitar 3 bulan lalu tepatnya 6 Oktober 2020)," tuturnya.
Baca juga: Menlu Baru AS Tegaskan Siap Bantu ASEAN Hadapi Tekanan China di LCS
Ketentuan yang dilanggar adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019 Tentang pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal Yang Berlayar Di Wilayah Perairan Indonesia, Konvensi Safety Of Life At Sea (SOLAS) dan Tokyo MoU.
"Ada ancaman sanksi administrasi menurut ketentuan internasional dan ancaman pidana jika melanggar hukum nasional," ucapnya.
Peneliti DFW Indonesia Baso Hamdani menambahkan bahwa titik rawan kejahatan di laut Indonesia berada di perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Selat Malaka. Baso menyarankan agar kemampuan operasi Badan Keamanan laut (Bakamla) perlu ditingkatkan.
"Kemampuan dan kapasitas Bakamla saat ini hanya 30% dari kebutuhan ideal sehingga perlu ada dukungan dan upaya meningkatkan kemampuan operasional Bakamla," kata Baso.
Baso mengingatkan, eskalasi dan ketegangan di Laut China Selatan yang akan berdampak pada Indonesia terutama di Natuna.
"Pemerintah perlu mengantisipasi pembangunan di Natuna dengan mendorong semua sektor pembangunan agar bisa sinergis. Pendekatan keamanan dan kesejahteraan mesti berjalan bersamaan di Natuna. Ini yang belum nampak," pungkasnya.
tulis komentar anda