Pendidikan Kebencanaan Mendesak Diperkuat
Jum'at, 22 Januari 2021 - 05:57 WIB
“Sampai hari ini, kita tidak melihat ada fakultas kebencanaan. Kita tidak melihat materi tentang kebencanaan diajarkan di SD, SMP, dan SMA. Sampai hari ini, kita tidak melihat khutbah keagamaan, baik di masjid, gereja, pura (dan lainnya), yang menekankan pentingnya menjaga alam. Hari ini kita betul-betul sudah mengeksploitasi alam,” tuturnya.
(Baca juga: Tertimbun Longsor, Jalur Tasikmalaya-Pangandaran Putus )
Untuk memberikan pendidikan kebencanaan ini, sebenarnya pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 33/ 2019 telah membuat pedoman yang dinamakan Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
Pada pasal 1 ayat 3 Permendikbud tersebut disebutkan bahwa program SPAB merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan. Kemudian, pada pasal 2 huruf a dinyatakan SPAB ini bertujuan untuk meningkatkan sumber daya di satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana.
Adapun ruang lingkup penyelenggaraan program SPAB meliputi penyelenggaraan pada saat prabencana, layanan pendidikan dalam situasi darurat bencana dan pemulihan layanan pendidikan pascabencana.
Meski telah diundang sejak 22 Oktober 2019, namun efektvitas regulasi ini tak banyak terlihat. Kala terjadi bencana, lembaga-lembaga pendidikan umumnya kelabakan dan gagal memberikan layanan kepada masyarakat secara semestinya.
KORAN SINDO belum berhasil mendapat penjelasan apa penyebab Permendikbud ini tidak berjalan sesuai harapan. Kabiro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Hendarman saat dihubungi belum bersedia memberi penjelasan. “Silakan ke Dirjen PAUD Dikdasmen agar lebih akurat,” ucapnya. Namun, hingga berita ini diturunkan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Jumeri dan Sesdirjen Sutanto belum menjawab permohonan wawancara.
Pelatihan Saja Tak Cukup
Maman Imanulhaq menilai pelatihan kesiapsiagaan yang sering digelar oleh sejumlah lembaga negara, seperti Basarnas dan BNPB, tidak cukup untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Alasannya, masyarakat harus diedukasi tentang cara hidup dalam mengelola sungai, saluran air, bibir pantai, lahan, hutan, dan gunung. “Itu harus diberikan melalui kurikulum pendidikan,” ucapnya.
Pada Pasal 5 huruf H Permendikbud No 33/2019 ditegaskan bahwa kementerian bertanggung jawab untuk mengintegrasikan materi terkait dengan pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan ke dalam kurikulum nasional. Kementerian juga diharuskan menyediakan bahan dan informasi tentang pengurangan risiko bencana.
(Baca juga: Tertimbun Longsor, Jalur Tasikmalaya-Pangandaran Putus )
Untuk memberikan pendidikan kebencanaan ini, sebenarnya pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 33/ 2019 telah membuat pedoman yang dinamakan Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
Pada pasal 1 ayat 3 Permendikbud tersebut disebutkan bahwa program SPAB merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan. Kemudian, pada pasal 2 huruf a dinyatakan SPAB ini bertujuan untuk meningkatkan sumber daya di satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana.
Adapun ruang lingkup penyelenggaraan program SPAB meliputi penyelenggaraan pada saat prabencana, layanan pendidikan dalam situasi darurat bencana dan pemulihan layanan pendidikan pascabencana.
Meski telah diundang sejak 22 Oktober 2019, namun efektvitas regulasi ini tak banyak terlihat. Kala terjadi bencana, lembaga-lembaga pendidikan umumnya kelabakan dan gagal memberikan layanan kepada masyarakat secara semestinya.
KORAN SINDO belum berhasil mendapat penjelasan apa penyebab Permendikbud ini tidak berjalan sesuai harapan. Kabiro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Hendarman saat dihubungi belum bersedia memberi penjelasan. “Silakan ke Dirjen PAUD Dikdasmen agar lebih akurat,” ucapnya. Namun, hingga berita ini diturunkan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Jumeri dan Sesdirjen Sutanto belum menjawab permohonan wawancara.
Pelatihan Saja Tak Cukup
Maman Imanulhaq menilai pelatihan kesiapsiagaan yang sering digelar oleh sejumlah lembaga negara, seperti Basarnas dan BNPB, tidak cukup untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Alasannya, masyarakat harus diedukasi tentang cara hidup dalam mengelola sungai, saluran air, bibir pantai, lahan, hutan, dan gunung. “Itu harus diberikan melalui kurikulum pendidikan,” ucapnya.
Pada Pasal 5 huruf H Permendikbud No 33/2019 ditegaskan bahwa kementerian bertanggung jawab untuk mengintegrasikan materi terkait dengan pencegahan dan penanggulangan dampak bencana di satuan pendidikan ke dalam kurikulum nasional. Kementerian juga diharuskan menyediakan bahan dan informasi tentang pengurangan risiko bencana.
Lihat Juga :
tulis komentar anda