Epidemiolog Prediksi Libur Nataru Naikkan 20% Kasus Positif Covid-19
Selasa, 05 Januari 2021 - 10:10 WIB
JAKARTA - Pergerakan penduduk yang masif pada libur nataru (natal dan tahun baru ) diprediksi akan meningkatkan kasus positif Covid-19 sebanyak 20 persen. Pada Februari nanti, jumlah orang terpapar diperkirakan mencapai 1 juta sehingga fasilitas kesehatan (faskes) akan kewalahan.
Epidemiolog Syahrizal Syarif mengatakan masa inkubasi virus Sars Cov-II itu 14 hari. Gejalanya kadang sudah muncul pada hari ke 5-7. Dia menyebut penyebaran virus Sars Cov-II di masyarakat saat ini sudah tidak terkendali. Pada liburan nataru, masyarakat tidak hanya bergerak untuk berlibur, tetapi berkunjung ke rumah saudara di kampung.
Dia mengungkapkan di beberapa kota, seperti Yogyakarta dan Semarang, cukup ketat menerapkan protokol kesehatan (prokes). Mereka meminta bukti hasil tes negatif dari rapid test antigen. Namun, di daerah lain tidak terlalu ketat.
“Kita akan lihat (kenaikan) minggu depan. Kalau lihat awal pergerakan pada 25-26 (Desember) memang saat ini (harusnya) menuai hasil (kenaikan kasus). Sudah pasti naik. Cuma meledaknya akan terlihat pada beban fasilitas kesehatan,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Senin malam (4/1/2021).
(Baca: Update, 2.697 WNI Covid-19 di Luar Negeri)
Jumlah kasus yang sedikit ini diduga karena jumlah pemeriksaan spesimen yang minim. Saat ini, rata-rata pemeriksaanya 27.000-28.000 per hari. Bandingkan dengan India dan Brazil yang jumlah kasusnya tinggi, mereka memeriksa di atas 100.000 per 1 juta penduduk per hari. Dari sini terlihat, kapasitas pemeriksaan Indonesia terbatas.
Dosen Universitas Indonesia itu memperkirakan jumlah orang yang positif Covid-19 lebih banyak dari angka yang selama ini diumumkan. “Kalau kemampuan kapasitas pemeriksaan seperti India dan Brazil, minimal kasus kita sudah 1,5-2 juta (orang),” jelasnya.
Dia menyatakan persyaratan rapid test antigen untuk melakukan perjalanan cukup positif dalam menekan kasus. Sebab, sebagian orang ada yang membatalkan perjalanannya. Rapid tes antigen ini lebih baik daripada pemerintah tidak melakukan sesuatu di tengah penyebaran virus Sars Cov-II yang tinggi. Syahrizal menyebut paling banyak peningkatan kasus itu 20 persen dari angka yang ada.
Indonesia, menurutnya, harus belajar dari 7 negara yang berhasil mengendalikan pandemi Covid-19 ini, seperti Saudi Arabia, Bolivia, dan Singapura. Dia mengungkapkan Singapura itu sudah sejak lama bisa mengendalikan penyebaran virus Sars Cov-II. Akan tetapi, mereka tetap membatasi kerumunan orang hanya sebanyak 3 orang. Baru dua minggu lalu, Singapura memperbolehkan lima orang duduk satu meja di restoran.
Epidemiolog Syahrizal Syarif mengatakan masa inkubasi virus Sars Cov-II itu 14 hari. Gejalanya kadang sudah muncul pada hari ke 5-7. Dia menyebut penyebaran virus Sars Cov-II di masyarakat saat ini sudah tidak terkendali. Pada liburan nataru, masyarakat tidak hanya bergerak untuk berlibur, tetapi berkunjung ke rumah saudara di kampung.
Dia mengungkapkan di beberapa kota, seperti Yogyakarta dan Semarang, cukup ketat menerapkan protokol kesehatan (prokes). Mereka meminta bukti hasil tes negatif dari rapid test antigen. Namun, di daerah lain tidak terlalu ketat.
“Kita akan lihat (kenaikan) minggu depan. Kalau lihat awal pergerakan pada 25-26 (Desember) memang saat ini (harusnya) menuai hasil (kenaikan kasus). Sudah pasti naik. Cuma meledaknya akan terlihat pada beban fasilitas kesehatan,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Senin malam (4/1/2021).
(Baca: Update, 2.697 WNI Covid-19 di Luar Negeri)
Jumlah kasus yang sedikit ini diduga karena jumlah pemeriksaan spesimen yang minim. Saat ini, rata-rata pemeriksaanya 27.000-28.000 per hari. Bandingkan dengan India dan Brazil yang jumlah kasusnya tinggi, mereka memeriksa di atas 100.000 per 1 juta penduduk per hari. Dari sini terlihat, kapasitas pemeriksaan Indonesia terbatas.
Dosen Universitas Indonesia itu memperkirakan jumlah orang yang positif Covid-19 lebih banyak dari angka yang selama ini diumumkan. “Kalau kemampuan kapasitas pemeriksaan seperti India dan Brazil, minimal kasus kita sudah 1,5-2 juta (orang),” jelasnya.
Dia menyatakan persyaratan rapid test antigen untuk melakukan perjalanan cukup positif dalam menekan kasus. Sebab, sebagian orang ada yang membatalkan perjalanannya. Rapid tes antigen ini lebih baik daripada pemerintah tidak melakukan sesuatu di tengah penyebaran virus Sars Cov-II yang tinggi. Syahrizal menyebut paling banyak peningkatan kasus itu 20 persen dari angka yang ada.
Indonesia, menurutnya, harus belajar dari 7 negara yang berhasil mengendalikan pandemi Covid-19 ini, seperti Saudi Arabia, Bolivia, dan Singapura. Dia mengungkapkan Singapura itu sudah sejak lama bisa mengendalikan penyebaran virus Sars Cov-II. Akan tetapi, mereka tetap membatasi kerumunan orang hanya sebanyak 3 orang. Baru dua minggu lalu, Singapura memperbolehkan lima orang duduk satu meja di restoran.
tulis komentar anda