Semangat Baja Penerima Manfaat ODHIV Ukir Karya
Selasa, 01 Desember 2020 - 09:57 WIB
Dukungan keluarga, lanjut AP, merupakan penyemangatnya dalam mengembangkan minatnya di bidang fotografi. Saat ini ia tengah mengumpulkan modal usaha di bidang fotografi, dimana selama setahun terakhir ia merintis usaha toko parfum refill dan makanan yang modalnya berasa dari BanTu (Bantuan Bertujuan) Kemensos serta bantuan dari orang tuanya.
Sama halnya dengan dukungan keluarga, AP juga merasakan hangatnya dukungan pendamping dan staf balai selama menjalani Time Bound Shelter. “Meskipun sudah tidak menjadi PM, saya tetap menjaga tali silaturahmi dengan mereka. Bagi saya, teman-teman di Balai “Bahagia” adalah orang tua sekaligus keluarga kedua saya di Medan,” kenang AP.
Senada dengan AP, Maidinse Hutasoit selaku Pekerja Sosial di Balai “Bahagia” Medan menyebutkan bahwa dukungan dan pendampingan terhadap ODHIV adalah hal krusial.
“Setelah PM menyelesaikan Time Bound Shelter, Balai “Bahagia” Medan tetap melakukan pemantauan terhadap mereka,” kata perempuan yang akrab disapa May ini.
Ia menyebut bahwa tidak hanya mampu berdikari dengan berwirausaha, para PM Balai “Bahagia” Medan yang sudah melakukan terminasi juga kerap menjadi motivator bagi sesama ODHIV di Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) maupun Kelompok Dukungan Sebaya (KDS).
Di tengah pandemi COVID-19 saat ini, Maidinse mengakui bahwa ada sedikit perubahan dalam pelayanan Balai “Bahagia” Medan, yakni dengan menerapkan sistem daycare dimana petugas-petugas balai sesuai dengan kompetensi bidang masing-masing datang ke beberapa LKS untuk melakukan pelayanan dan terapi bagi PM. Akibatnya, pelayanan balai kurang maksimal karena adanya pembatasan fisik dan durasi layanan.
“Hal ini tentu berlawanan dengan praktek pekerja sosial yang harus selalu dekat dengan PM untuk melakukan terapi, konseling maupun memberikan pelayanan rehabilitasi sosial lainnya,” kata Maidinse.
Gaung Anti Stigma Terhadap ODHIV di Tengah Pandemi
Sejalan dengan penetapan pemerintah Indonesia tentang Three Zero (tidak ada lagi infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian ODHIV akibat AIDS, dan tidak ada lagi diskriminasi terhadap ODHIV) untuk pengendalian kasus HIV/AIDS pada tahun 2030 mendatang, AP menyampaikan harapannya sebagai ODHIV dalam peringatan HIV/AIDS sedunia tahun ini.
“Saya berharap Three Zero dapat terwujud secepatnya, terutama Zero Stigma dimana tidak ada lagi diskriminasi terhadap teman-teman ODHIV. Pemerintah harus lebih fokus terhadap penghapusan stigma karena selama 30 tahun kemunculannya di Indonesia, HIV/AIDS masih cenderung dikaitkan dengan mortalitas dan seks bebas,” kata AP.
Sama halnya dengan dukungan keluarga, AP juga merasakan hangatnya dukungan pendamping dan staf balai selama menjalani Time Bound Shelter. “Meskipun sudah tidak menjadi PM, saya tetap menjaga tali silaturahmi dengan mereka. Bagi saya, teman-teman di Balai “Bahagia” adalah orang tua sekaligus keluarga kedua saya di Medan,” kenang AP.
Senada dengan AP, Maidinse Hutasoit selaku Pekerja Sosial di Balai “Bahagia” Medan menyebutkan bahwa dukungan dan pendampingan terhadap ODHIV adalah hal krusial.
“Setelah PM menyelesaikan Time Bound Shelter, Balai “Bahagia” Medan tetap melakukan pemantauan terhadap mereka,” kata perempuan yang akrab disapa May ini.
Ia menyebut bahwa tidak hanya mampu berdikari dengan berwirausaha, para PM Balai “Bahagia” Medan yang sudah melakukan terminasi juga kerap menjadi motivator bagi sesama ODHIV di Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) maupun Kelompok Dukungan Sebaya (KDS).
Di tengah pandemi COVID-19 saat ini, Maidinse mengakui bahwa ada sedikit perubahan dalam pelayanan Balai “Bahagia” Medan, yakni dengan menerapkan sistem daycare dimana petugas-petugas balai sesuai dengan kompetensi bidang masing-masing datang ke beberapa LKS untuk melakukan pelayanan dan terapi bagi PM. Akibatnya, pelayanan balai kurang maksimal karena adanya pembatasan fisik dan durasi layanan.
“Hal ini tentu berlawanan dengan praktek pekerja sosial yang harus selalu dekat dengan PM untuk melakukan terapi, konseling maupun memberikan pelayanan rehabilitasi sosial lainnya,” kata Maidinse.
Gaung Anti Stigma Terhadap ODHIV di Tengah Pandemi
Sejalan dengan penetapan pemerintah Indonesia tentang Three Zero (tidak ada lagi infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian ODHIV akibat AIDS, dan tidak ada lagi diskriminasi terhadap ODHIV) untuk pengendalian kasus HIV/AIDS pada tahun 2030 mendatang, AP menyampaikan harapannya sebagai ODHIV dalam peringatan HIV/AIDS sedunia tahun ini.
“Saya berharap Three Zero dapat terwujud secepatnya, terutama Zero Stigma dimana tidak ada lagi diskriminasi terhadap teman-teman ODHIV. Pemerintah harus lebih fokus terhadap penghapusan stigma karena selama 30 tahun kemunculannya di Indonesia, HIV/AIDS masih cenderung dikaitkan dengan mortalitas dan seks bebas,” kata AP.
Lihat Juga :
tulis komentar anda