Pernyataan Napoleon Menyesatkan Kebenaran, Kabareskrim: Saya Tak Pernah Ragu Usut Tuntas Kasus Djoko Tjandra

Kamis, 26 November 2020 - 14:42 WIB
"Kan dia jenderal bintang dua dan pejabat utama seharusnya yang bersangkutan crosscheck apakah betul TS memang dapat restu dari saya. Agak aneh kalau ada orang yang membawa nama kita dan orang itu langsung percaya begitu saja kalau mereka dekat dan mewakili orang itu," ujar Listyo.

(Baca Juga: Polri Sempat Melacak Pelarian Djoko Tjandra hingga Taiwan dan Korsel)

Pernyataan Napoleon dinilai hanya menyesatkan kebenaran yang ada. Seharunya, kata Listyo, yang bersangkutan fokus untuk menjawab subtansi fakta-fakta konstruksi hukum yang ditemukan oleh penyidik Bareskrim Polri. Tapi, hal itu tidak dilakukan oleh Napoleon.

"Pihak TS juga sudah membantah pengakuan dari NB. Kami meyakini Majelis Hakim pasti akan melihat fakta yang sesungguhnya. Mana yang suatu kebenaran dan mana hal yang mengada-ada," ucap Listyo.

Sebelumnya, terdakwa Tommy Sumardi membantah kesaksian Irjen Napoleon Bonaparte yang menyeret nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengurusan penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) dari daftar red notice Polri, hari ini.

(Baca Juga: KPK Menerima Dokumen Skandal Djoko Tjandra Setelah Dua Kali Meminta)

Tommy menjelaskan, kedatangannya ke ruangan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, atas dasar arahan dari Brigjen Prasetijo Utomo. Tommy mengakui bahwa Brigjen Prasetijo Utomo yang mengenalkan dirinya dengan Irjen Napoleon Bonaparte. Namun, ia membantah jika dalam pertemuan itu membawa-bawa nama petinggi Polri dan pejabat di senayan.

Selain itu, kata Listyo, soal penghapusan Red Notice juga bukan kewenangan dari Bareskrim Polri. Melainkan memang ranah dari Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter) Polri. Napoleon sendiri diketahui menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri.

"Bareskrim tidak punya kewenangan memerintah Kadiv Hubinter menghapus Red Notice karena yang mengajukan Red Notice Kejaksaan, alasan yang tidak masuk akal pernyataan itu," tegas Listyo.

Irjen Napoleon Bonaparte didakwa oleh jaksa penutut umum telah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar AS atau senilai Rp6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).

Uang itu diduga sebagai upaya untuk menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Daftar pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen imigrasi). Untuk melancarkan aksinya, Djoko Tjandra dibantu oleh rekannya, Tommy Sumardi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More