Ketauladanan Itu Penting!
Jum'at, 20 November 2020 - 21:33 WIB
Pertanyaannya kemudian adalah jika Rasulullah SAW itu hanya berkewajiban tablig atau menyampaikan lalu kenapa beliau harus memposisikan diri sebagai contoh tauladan bagi manusia?
Jawabannya seperti yang disebutkan terdahulu bahwa secara alami semua orang memerlukan ketauladanan dari dalam hidupnya. Bagi seorang Mukmin tentunya ketauladanan terbesar dan termulia dalam hidupnya adalah ketauladanan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Aspek-aspek ketauladanan
Ketauladanan ini kemudian harus terbangun dalam kehidupan manusia secara menyeluruh. Artinya bahwa insan-insan Mukmin harus membangun ketauladanan dalam segala aspek dan tingkatan hidupnya.
Pertama, seorang Mukmin itu senantiasa membangun ketauladanan pada dan untuk dirinya sendiri. Seorang Mukmin akan selalu berkaca pada dirinya dan melakukan perbaikan di mana ada salah dan pengembangan di mana ada kelebihan.
Di sinilah sesungguhnya salah satu makna dan tujuan "al-muhasabah" (introspeksi diri) yang dianjurkan oleh agama. "Hisablah dirimu sebelum kalian dihisab".
Makna dari ungkapan Umar RA ini adalah bahwa seorang Mukmin itu tidak akan pernah membiarkan dirinya terhanyut dalam ombak hawa nafsu sehingga terjadi kelalaian-kelalaian dalam hidupnya.
"Nasuu Allah fa ansaahum anfusahum" (mereka lupa Allah. Maka Allah jadikan mereka lupa pada diri mereka)," kata Al-Quran.
Maka salah satu cara untuk menjaga agar manusia Mukmin tidak lupa diri adalah selalu membangun ketauladanan pada diri. Membimbing diri sendiri ke arah yang baik, bahkan lebih baik. "Dan pada dirimu tidakkah kamu perhatikan?".
Kedua, seorang Mukmin akan selalu membangun ketauladanan kepada keluarganya. Suami menjadi tauladan bagi istrinya. Sebaliknya istri juga menjadi tauladan kepada suaminya.
Jawabannya seperti yang disebutkan terdahulu bahwa secara alami semua orang memerlukan ketauladanan dari dalam hidupnya. Bagi seorang Mukmin tentunya ketauladanan terbesar dan termulia dalam hidupnya adalah ketauladanan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Aspek-aspek ketauladanan
Ketauladanan ini kemudian harus terbangun dalam kehidupan manusia secara menyeluruh. Artinya bahwa insan-insan Mukmin harus membangun ketauladanan dalam segala aspek dan tingkatan hidupnya.
Pertama, seorang Mukmin itu senantiasa membangun ketauladanan pada dan untuk dirinya sendiri. Seorang Mukmin akan selalu berkaca pada dirinya dan melakukan perbaikan di mana ada salah dan pengembangan di mana ada kelebihan.
Di sinilah sesungguhnya salah satu makna dan tujuan "al-muhasabah" (introspeksi diri) yang dianjurkan oleh agama. "Hisablah dirimu sebelum kalian dihisab".
Makna dari ungkapan Umar RA ini adalah bahwa seorang Mukmin itu tidak akan pernah membiarkan dirinya terhanyut dalam ombak hawa nafsu sehingga terjadi kelalaian-kelalaian dalam hidupnya.
"Nasuu Allah fa ansaahum anfusahum" (mereka lupa Allah. Maka Allah jadikan mereka lupa pada diri mereka)," kata Al-Quran.
Maka salah satu cara untuk menjaga agar manusia Mukmin tidak lupa diri adalah selalu membangun ketauladanan pada diri. Membimbing diri sendiri ke arah yang baik, bahkan lebih baik. "Dan pada dirimu tidakkah kamu perhatikan?".
Kedua, seorang Mukmin akan selalu membangun ketauladanan kepada keluarganya. Suami menjadi tauladan bagi istrinya. Sebaliknya istri juga menjadi tauladan kepada suaminya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda