Tren Pelanggaran Protokol Kesehatan Meningkat Saat Kampanye Pilkada
Rabu, 18 November 2020 - 09:13 WIB
Pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, pelanggaran protokol kesehatan oleh calon mudah terjadi karena lemahnya aturan. Dia menyebut Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu tidak tegas sejak awal.
“Ini karena lemahnya Bawaslu dan KPU. Tidak ada sanksi tegas berupa diskualifikasi bagi calon yang melanggar. Kalau hanya sanksi teguran, pasti diterabas. Kalau berani, kasih sanksi diskualifikasi,” ujarnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri Syafrizal mengatakan, pelaksanaan pilkada masih dalam tataran kondusif dan terkendali. Menurutnya, dari hasil evaluasi belum terbukti pilkada menimbulkan klaster baru yang signifikan. Bahkan, terjadi penurunan zonasi risiko Covid-19 di daerah-daerah peserta pilkada. “Ini menarik ya. Dari data yang kami kumpulkan, malah terjadi penurunan zonasi risiko,” katanya. (Baca juga: 4 Fakta tentang Partai Ummat, Partai Baru Amien Rais)
Syafrizal menyebut saat awal penyelenggaraan kampanye terdapat 45 daerah peserta pilkada yang berzona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19. Namun, per 8 November lalu menurun tinggal belasan saja. “Ini data 8 November, daerah merah di zonasi atau di daerah yang melakukan pilkada di 309 daerah itu turun menjadi 18 daerah,” ujarnya.
Menurutnya, daerah yang melaksanakan pilkada justru ada penurunan jumlah zona merah. Sementara di daerah yang tidak ada pilkada justru terjadi peningkatan. “Jadi, daerah yang ada pilkada maupun tidak ada pilkada sangat tergantung terhadap protokol kesehatan . Manakala aturan yang ada ditepati, ditaati, dan dipatuhi, kita yakin pelaksanaan pilkada bisa berjalan lebih baik lagi,” tuturnya.
Syafrizal mengatakan berdasarkan data Bawaslu yang per 31 Oktober 2020, dari total 13.646 kampanye tatap muka terdapat 306 pelanggaran protokol kesehatan. Jumlah pelanggaran itu, kata dia, tidaklah signifikan.
“Menurut kami, masih dalam batas yang tak terlalu signifikan dan tidak ada juga yang (kerumunan kampanyenya) ribuan. Enggak ada juga. Memang batasnya 50, tetapi lebih seperti 70, 100 masih ada,” tandasnya.
Syafrizal mengaku pihaknya hanya memberi sanksi teguran tertulis kepala daerah yang berkerumun karena tidak berwenang menegur pasangan calon. “Mendagri menegur 82 kepala daerah yang melakukan atau membiarkan, juga ikut berkerumun karena mengumpulkan massa yang banyak. Tegurannya bukan lisan, teguran tertulis. Ada 82 daerah sebelum kampanye,” katanya. (Baca juga: Minyak Sawit Topang Ekspor Indonesia Sebesar 15 Persen)
Tegakkan Hukum
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan pentingnya protokol kesehatan dipatuhi seluruh masyarakat. Jokowi juga meminta Mendagri tak segan-segan jika ada kepala daerah yang terkesan membiarkan atau bahkan ikut dalam kerumunan massa yang berpotensi terjadinya penularan Covid-19.
“Ini karena lemahnya Bawaslu dan KPU. Tidak ada sanksi tegas berupa diskualifikasi bagi calon yang melanggar. Kalau hanya sanksi teguran, pasti diterabas. Kalau berani, kasih sanksi diskualifikasi,” ujarnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri Syafrizal mengatakan, pelaksanaan pilkada masih dalam tataran kondusif dan terkendali. Menurutnya, dari hasil evaluasi belum terbukti pilkada menimbulkan klaster baru yang signifikan. Bahkan, terjadi penurunan zonasi risiko Covid-19 di daerah-daerah peserta pilkada. “Ini menarik ya. Dari data yang kami kumpulkan, malah terjadi penurunan zonasi risiko,” katanya. (Baca juga: 4 Fakta tentang Partai Ummat, Partai Baru Amien Rais)
Syafrizal menyebut saat awal penyelenggaraan kampanye terdapat 45 daerah peserta pilkada yang berzona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19. Namun, per 8 November lalu menurun tinggal belasan saja. “Ini data 8 November, daerah merah di zonasi atau di daerah yang melakukan pilkada di 309 daerah itu turun menjadi 18 daerah,” ujarnya.
Menurutnya, daerah yang melaksanakan pilkada justru ada penurunan jumlah zona merah. Sementara di daerah yang tidak ada pilkada justru terjadi peningkatan. “Jadi, daerah yang ada pilkada maupun tidak ada pilkada sangat tergantung terhadap protokol kesehatan . Manakala aturan yang ada ditepati, ditaati, dan dipatuhi, kita yakin pelaksanaan pilkada bisa berjalan lebih baik lagi,” tuturnya.
Syafrizal mengatakan berdasarkan data Bawaslu yang per 31 Oktober 2020, dari total 13.646 kampanye tatap muka terdapat 306 pelanggaran protokol kesehatan. Jumlah pelanggaran itu, kata dia, tidaklah signifikan.
“Menurut kami, masih dalam batas yang tak terlalu signifikan dan tidak ada juga yang (kerumunan kampanyenya) ribuan. Enggak ada juga. Memang batasnya 50, tetapi lebih seperti 70, 100 masih ada,” tandasnya.
Syafrizal mengaku pihaknya hanya memberi sanksi teguran tertulis kepala daerah yang berkerumun karena tidak berwenang menegur pasangan calon. “Mendagri menegur 82 kepala daerah yang melakukan atau membiarkan, juga ikut berkerumun karena mengumpulkan massa yang banyak. Tegurannya bukan lisan, teguran tertulis. Ada 82 daerah sebelum kampanye,” katanya. (Baca juga: Minyak Sawit Topang Ekspor Indonesia Sebesar 15 Persen)
Tegakkan Hukum
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan pentingnya protokol kesehatan dipatuhi seluruh masyarakat. Jokowi juga meminta Mendagri tak segan-segan jika ada kepala daerah yang terkesan membiarkan atau bahkan ikut dalam kerumunan massa yang berpotensi terjadinya penularan Covid-19.
Lihat Juga :
tulis komentar anda