Rencana Penerapan Sirekap di Pilkada 2020 Dinilai Terburu-buru
Kamis, 12 November 2020 - 11:48 WIB
JAKARTA - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 (virus Corona) menjadi tantangan sendiri bagi penyelenggara. Kini, pekerjaan rumah (PR) bertambah dengan rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerapkan Sistem Informasi Rekapitulasi secara Elektronik (Sirekap).
(Baca juga: Massa Penjemput Habib Rizieq Dipersoalkan, Ustaz Haikal: Cinta Itu Resonansi)
Beberapa pihak, seperti Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan lembaga pengawas pemilu, meminta KPU untuk mempertimbangkan ulang rencana ini. Apalagi waktu pelaksanaan pilkada di 270 daerah kurang dari sebulan lagi.
(Baca juga: Bawaslu Usul Sirekap Tak Digunakan di Pilkada 2020)
Banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari kesiapan sumber daya manusia, sosialisasi, hingga infrastruktur. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama menilai rencana penerapan Sirekap ini terburu-terburu.
“Di banyak negara rencana penggunaan teknologi informasi (TI) itu waktunya cukup panjang. Mereka tidak langsung menerapkan di banyak daerah, di pilot project (dulu). Hanya di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) terlebih dahulu,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu (11/11/2020).
Dalam uji coba tersebut, penyelenggara akan melihat sistemnya bekerja atau tidak. Lalu dievaluasi dan setelah dinyatakan baik, akan ditingkat ke level yang besar lagi, misalnya pemilihan umum nasional.
Heroik menyatakan penerapan Sirekap di 270 daerah sangat berisiko. Selain itu, menurutnya, apakah partai politik (parpol) dan pasangan calon (paslon) kepala daera sudah mengetahui mengenai rencana ini. Mau bagaimanapun, mereka merupakan stakeholder utama dalam penggunaan Sirekap ini.
“Apakah mereka menerima? Apakah mereka cukup confident untuk menggunakan Sirekap ini? Usul (kami), Sirekap sebaiknya tidak menggantikan hasil hitung manual yang berjenjang. Sirekap digunakan layaknya Sistem Informasi Perhitungan (Situng),” pungkasnya.
(Baca juga: Massa Penjemput Habib Rizieq Dipersoalkan, Ustaz Haikal: Cinta Itu Resonansi)
Beberapa pihak, seperti Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan lembaga pengawas pemilu, meminta KPU untuk mempertimbangkan ulang rencana ini. Apalagi waktu pelaksanaan pilkada di 270 daerah kurang dari sebulan lagi.
(Baca juga: Bawaslu Usul Sirekap Tak Digunakan di Pilkada 2020)
Banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari kesiapan sumber daya manusia, sosialisasi, hingga infrastruktur. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama menilai rencana penerapan Sirekap ini terburu-terburu.
“Di banyak negara rencana penggunaan teknologi informasi (TI) itu waktunya cukup panjang. Mereka tidak langsung menerapkan di banyak daerah, di pilot project (dulu). Hanya di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) terlebih dahulu,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu (11/11/2020).
Dalam uji coba tersebut, penyelenggara akan melihat sistemnya bekerja atau tidak. Lalu dievaluasi dan setelah dinyatakan baik, akan ditingkat ke level yang besar lagi, misalnya pemilihan umum nasional.
Heroik menyatakan penerapan Sirekap di 270 daerah sangat berisiko. Selain itu, menurutnya, apakah partai politik (parpol) dan pasangan calon (paslon) kepala daera sudah mengetahui mengenai rencana ini. Mau bagaimanapun, mereka merupakan stakeholder utama dalam penggunaan Sirekap ini.
“Apakah mereka menerima? Apakah mereka cukup confident untuk menggunakan Sirekap ini? Usul (kami), Sirekap sebaiknya tidak menggantikan hasil hitung manual yang berjenjang. Sirekap digunakan layaknya Sistem Informasi Perhitungan (Situng),” pungkasnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda