Minta Presiden Macron Lebih Arif dan Bijaksana, SBY: Tidak Boleh Ada yang Memonopoli Kebenaran
Senin, 02 November 2020 - 12:27 WIB
SBY mengingatkan, terkait Universal Declaration of Human Rights yang diproklamasikan dan diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, Prancis, yang menetapkan adanya pembatasan atau limitation. Pembatasan itu berkaitan dengan penggunaan hak dan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang (the exercise of rights and freedoms).
"Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 29 Ayat 2, dari Universal Declaration of Human Rights, menurut saya jiwa dan esensinya adalah, penggunaan hak dan kebebasan itu dibatasi oleh pertimbangan, atau jika berkaitan dengan, moralitas, ketertiban dan keamanan masyarakat, serta kesejahteraan umum. Saya berpendapat, penggambaran karikatur Nabi Muhammad adalah termasuk dalam lingkup pembatasan ini," tegasnya.
(
).
Selain itu, SBY melanjutkan, ia pun mengikuti putusan Mahkamah HAM Uni Eropa atas dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW oleh seorang warga Austria, dalam sebuah seminar di 2009. Diputuskan bahwa tindakan seseorang yang didakwa menghina Nabi Muhammad tersebut tidak dilindungi atau tidak sesuai dengan Pasal 10 tentang Kebebasan berpendapat dalam Konvensi HAM Uni Eropa. Putusan mahkamah ini menguatkan putusan Pengadilan Kriminal Wina 15 Februari 2011 dan Pengadilan Banding Wina bulan Desember 2011 atas kasus serupa. Mahkamah juga mengatakan bahwa putusan kedua pengadilan di Wina tersebut sudah benar dan adil.
"Karena telah mempertimbangkan kebebasan berpendapat warga negara Austria tersebut, sekaligus dihadapkan dengan hak masyarakat (khususnya Muslim) di Austria untuk menjaga kehormatan agama mereka, serta hak pemerintah Austria untuk menjaga perdamaian antar umat beragama di negeri itu," papar SBY.
Menurut mantan Menko Polhukam ini, cerita tentang putusan Mahkamah HAM Uni Eropa ini perlu ia angkat untuk dua alasan. Pertama, hal ini bisa menginspirasi dan menjadi pembanding bagi negara dan masyarakat Prancis tentang batas-batas sebuah kebebasan. Ia tahu, Prancis adalah negara terkemuka dan punya peran penting di komunitas Uni Eropa, bahkan di PBB.
"Saya berharap, jiwa dan esensi putusan Mahkamah HAM Uni Eropa tersebut juga menyiratkan nilai-nilai (shared values) yang dianut oleh Uni Eropa secara keseluruhan," ucapnya.
Kedua, sambung dia, cara yang ditempuh oleh komunitas muslim di Austria tersebut juga bisa menginspirasi komunitas Muslim di negara lain, jika harus menuntut haknya karena agamanya dihina oleh pihak lain. Menurutnya, itulah cara yang benar, karena dilakukan secara damai dan konstitusional, ketimbang dengan menggunakan kekerasan dan harus main hakim sendiri.
( ).
"Saya pikir itu dulu yang mesti saya sampaikan. Ini bukan forum ilmiah buat kita saling berdebat dan berargumentasi. Ini hanyalah forum podcast buat saya menyampaikan hak dan kebebasan yang saya miliki, yang dijamin oleh The Universal Declaration of Human Rights," ujarnya.
"Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 29 Ayat 2, dari Universal Declaration of Human Rights, menurut saya jiwa dan esensinya adalah, penggunaan hak dan kebebasan itu dibatasi oleh pertimbangan, atau jika berkaitan dengan, moralitas, ketertiban dan keamanan masyarakat, serta kesejahteraan umum. Saya berpendapat, penggambaran karikatur Nabi Muhammad adalah termasuk dalam lingkup pembatasan ini," tegasnya.
(
Baca Juga
Selain itu, SBY melanjutkan, ia pun mengikuti putusan Mahkamah HAM Uni Eropa atas dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW oleh seorang warga Austria, dalam sebuah seminar di 2009. Diputuskan bahwa tindakan seseorang yang didakwa menghina Nabi Muhammad tersebut tidak dilindungi atau tidak sesuai dengan Pasal 10 tentang Kebebasan berpendapat dalam Konvensi HAM Uni Eropa. Putusan mahkamah ini menguatkan putusan Pengadilan Kriminal Wina 15 Februari 2011 dan Pengadilan Banding Wina bulan Desember 2011 atas kasus serupa. Mahkamah juga mengatakan bahwa putusan kedua pengadilan di Wina tersebut sudah benar dan adil.
"Karena telah mempertimbangkan kebebasan berpendapat warga negara Austria tersebut, sekaligus dihadapkan dengan hak masyarakat (khususnya Muslim) di Austria untuk menjaga kehormatan agama mereka, serta hak pemerintah Austria untuk menjaga perdamaian antar umat beragama di negeri itu," papar SBY.
Menurut mantan Menko Polhukam ini, cerita tentang putusan Mahkamah HAM Uni Eropa ini perlu ia angkat untuk dua alasan. Pertama, hal ini bisa menginspirasi dan menjadi pembanding bagi negara dan masyarakat Prancis tentang batas-batas sebuah kebebasan. Ia tahu, Prancis adalah negara terkemuka dan punya peran penting di komunitas Uni Eropa, bahkan di PBB.
"Saya berharap, jiwa dan esensi putusan Mahkamah HAM Uni Eropa tersebut juga menyiratkan nilai-nilai (shared values) yang dianut oleh Uni Eropa secara keseluruhan," ucapnya.
Kedua, sambung dia, cara yang ditempuh oleh komunitas muslim di Austria tersebut juga bisa menginspirasi komunitas Muslim di negara lain, jika harus menuntut haknya karena agamanya dihina oleh pihak lain. Menurutnya, itulah cara yang benar, karena dilakukan secara damai dan konstitusional, ketimbang dengan menggunakan kekerasan dan harus main hakim sendiri.
( ).
"Saya pikir itu dulu yang mesti saya sampaikan. Ini bukan forum ilmiah buat kita saling berdebat dan berargumentasi. Ini hanyalah forum podcast buat saya menyampaikan hak dan kebebasan yang saya miliki, yang dijamin oleh The Universal Declaration of Human Rights," ujarnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda