Minta Presiden Macron Lebih Arif dan Bijaksana, SBY: Tidak Boleh Ada yang Memonopoli Kebenaran

Senin, 02 November 2020 - 12:27 WIB
loading...
Minta Presiden Macron Lebih Arif dan Bijaksana, SBY: Tidak Boleh Ada yang Memonopoli Kebenaran
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Foto/Dok SINDO
A A A
JAKARTA - Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait karikatur Nabi Muhammad SAW dan Islam membuat Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersikap. SBY meminta Macron lebih arif dan bijaksana dalam menyampaikan pandangan terkait keyakinan atau agama lain.

Pesan ini ditulis SBY di kediamannya di Puri Cikeas dan dibacakan staf pribadi SBY, Ossy Dermawan, dalam podcast yang diunggah di akun resmi SBY di Instagram, YouTube, dan Facebook, Senin (2/11/2020) dini hari.

"Khusus kepada Presiden Prancis Macron , Anda bisa menjadi pemimpin yang lebih arif dan lebih bijaksana. Tolong imbangi pandangan dan keyakinan Anda, dengan pandangan dan keyakinan pemimpin lain yang berbeda. Ingat, semua bangsa punya hak untuk tinggal dan hidup di bumi ini. Semuanya setara. Tidak boleh ada yang memonopoli kebenaran dan selalu mendiktekan pandangan-pandangannya," pinta SBY.

(Lihat Juga Foto: Personel Sat Brimob Polri Bersiap Amankan Aksi Unjuk Rasa di Kedubes Prancis ).

Sebagai sahabat Prancis, sambung SBY , Indonesia juga ingin Prancis selalu diberikan kedamaian dan kesejahteraan. Ia juga berdoa bangsa Prancis bisa menjalin persahabatan dan kemitraan yang kuat dengan semua bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Namun, SBY mengingatkan bahwa terorisme kejahatan luar biasa yang tidak mengenal agama.

"Khusus menyangkut keamanan dalam negeri Anda, saya juga berharap Prancis dibebaskan dari berbagai aksi teror dan kekerasan yang kerap terjadi. Terorisme adalah 'extraordinary crimes', dan sejatinya tak mengenal agama. Radikalisme juga ada di identitas mana pun, agama apapun," tegasnya.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini mengatakan, dirinya bukan hanya pandai berkata-kata, tapi saat memimpin Indonesia beberapa waktu lalu, Indonesia juga mengalami aksi-aksi terorisme yang serius. Dan, Indonesia tegas memerangi terorisme itu.

"Kami juga tegas dalam memerangi terorisme. Namun, tidak pernah mengatakan bahwa agama Islamlah yang salah dan bermasalah, seperti nada bicara Anda beberapa saat yang lalu," beber Presiden RI dua periode tersebut.

Karena itu, sambung Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini, sebagai Presiden Prancis, Macron punya peluang untuk mengubah jalannya sejarah dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, khususnya terkait pandangan kebebasan yang sesungguhnya tidak mutlak dan tetap ada batasnya.

SBY mengingatkan, terkait Universal Declaration of Human Rights yang diproklamasikan dan diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, Prancis, yang menetapkan adanya pembatasan atau limitation. Pembatasan itu berkaitan dengan penggunaan hak dan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang (the exercise of rights and freedoms).

"Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 29 Ayat 2, dari Universal Declaration of Human Rights, menurut saya jiwa dan esensinya adalah, penggunaan hak dan kebebasan itu dibatasi oleh pertimbangan, atau jika berkaitan dengan, moralitas, ketertiban dan keamanan masyarakat, serta kesejahteraan umum. Saya berpendapat, penggambaran karikatur Nabi Muhammad adalah termasuk dalam lingkup pembatasan ini," tegasnya.

( ).

Selain itu, SBY melanjutkan, ia pun mengikuti putusan Mahkamah HAM Uni Eropa atas dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW oleh seorang warga Austria, dalam sebuah seminar di 2009. Diputuskan bahwa tindakan seseorang yang didakwa menghina Nabi Muhammad tersebut tidak dilindungi atau tidak sesuai dengan Pasal 10 tentang Kebebasan berpendapat dalam Konvensi HAM Uni Eropa. Putusan mahkamah ini menguatkan putusan Pengadilan Kriminal Wina 15 Februari 2011 dan Pengadilan Banding Wina bulan Desember 2011 atas kasus serupa. Mahkamah juga mengatakan bahwa putusan kedua pengadilan di Wina tersebut sudah benar dan adil.

"Karena telah mempertimbangkan kebebasan berpendapat warga negara Austria tersebut, sekaligus dihadapkan dengan hak masyarakat (khususnya Muslim) di Austria untuk menjaga kehormatan agama mereka, serta hak pemerintah Austria untuk menjaga perdamaian antar umat beragama di negeri itu," papar SBY.

Menurut mantan Menko Polhukam ini, cerita tentang putusan Mahkamah HAM Uni Eropa ini perlu ia angkat untuk dua alasan. Pertama, hal ini bisa menginspirasi dan menjadi pembanding bagi negara dan masyarakat Prancis tentang batas-batas sebuah kebebasan. Ia tahu, Prancis adalah negara terkemuka dan punya peran penting di komunitas Uni Eropa, bahkan di PBB.

"Saya berharap, jiwa dan esensi putusan Mahkamah HAM Uni Eropa tersebut juga menyiratkan nilai-nilai (shared values) yang dianut oleh Uni Eropa secara keseluruhan," ucapnya.

Kedua, sambung dia, cara yang ditempuh oleh komunitas muslim di Austria tersebut juga bisa menginspirasi komunitas Muslim di negara lain, jika harus menuntut haknya karena agamanya dihina oleh pihak lain. Menurutnya, itulah cara yang benar, karena dilakukan secara damai dan konstitusional, ketimbang dengan menggunakan kekerasan dan harus main hakim sendiri.

( ).

"Saya pikir itu dulu yang mesti saya sampaikan. Ini bukan forum ilmiah buat kita saling berdebat dan berargumentasi. Ini hanyalah forum podcast buat saya menyampaikan hak dan kebebasan yang saya miliki, yang dijamin oleh The Universal Declaration of Human Rights," ujarnya.

Kepada Presiden Macron , SBY menegaskan bahwa ia memiliki kesamaan yakni pecinta demokrasi, ia juga menghormati hak-hak asasi manusia dan kebebasan. Namun, di sisi lain dirinya mencintai kedamaian dan perdamaian (peace). Kedamaian mempersyaratkan hadirnya toleransi dan kerukunan antarmasyarakat dan bangsa yang berbeda-beda identitasnya.

( ).

"Karenanya, saling menghormati, saling toleran, dan saling bertenggang rasa adalah kondisi yang harus dijaga dan dirawat dengan baik," tutur SBY.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1418 seconds (0.1#10.140)