Menghidupkan Sumpah Pemuda di Era Keterbukaan Informasi

Kamis, 29 Oktober 2020 - 22:30 WIB
Generasi hari ini juga bukan lagi semata menjadi konsumen dari berbagai konten tentang keberagaman, persatuan, namun mereka sendiri adalah produsen dari konten-konten keberagaman itu. “Dari mereka, oleh mereka untuk Indonesia”.

Anak-anak milenial ini menyajikan keberagaman dengan ringan, misalnya memvideokan kuliner, rumah adat serta berbagai keunikan yang mereka temui saat travelling, berfoto dengan teman-teman yang beda warna kulit, suku, agama selama perjalanan. Kebanggaan mereka dengan keberagaman Indonesia diekpresikan dengan cara-cara yang unik dan asyik. Bahkan ada sindiran yang biasa anak-anak kita ini sampaikan kepada mereka yang sangat fanatik dan belum terbiasa dengan perbedaan yaitu “kurang piknik lu”. Hanya tiga kata tapi bermakna. Kurang piknik ini bukan menyarankan untuk membeli tiket, naik pesawat, jalan-jalan, menginap di hotel yang tentu tidak semua orang dapat melakukannya. Namun kurang piknik ini bermakna kurang membaca, kurang diskusi, dan menariknya kurang piknik itu bisa “diobati” dengan berselancar di media sosial, menonton film pendek berbahasa Aceh, Jawa, Minang, Sunda, Banjar, Dayak, Papua dll untuk membuka pikiran.

Saya juga melihat anak-anak kita sejak dini sudah melihat berbagai perbedaan, bukan saja di lingkungannya tapi di berbagai belahan dunia dari ponselnya. Harapan kita, semua ini melahirkan kesadaran permanen bahwa seluruh perbedaan di alam ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Sebelum kita lahir perbedaan itu sudah ada, kita syukuri dan rayakan perbedaan itu.

Banyak bangsa di Nusantara ini, pada 28 Oktober 1928 diwakili oleh para pemudanya bersumpah menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia. Jadi kita bisa disebut Keluarga Besar Bangsa Indonesia. Di dunia ini ke mana saja kita memandang selalu ada perbedaan, di keluarga, di organisasi, bahkan di internal setiap agama ada perbedaan.

Dari sejarah dan akumulasi pengalaman manusia, kita bisa mengetahui dan memahami bagaimana cara mengelola perbedaan, mengapa ada damai, mengapa ada perang dan bagaimana cara merawat perdamaian.

Kita bersyukur, semangat Sumpah Pemuda telah menjadikan generasi muda hari ini sebagai sosok-sosok yang melihat perbedaan sebagai keindahan, dan sekali lagi itu terlihat dari betapa kreatifnya mereka membuat konten-konten yang mereka produksi.

Tetapi di sisi lain, di tengah banyaknya konten yang mengajarkan pentingnya persatuan itu, generasi muda juga melihat ketimpangan sosial di masyarakat, bahkan tidak jarang mereka membanding-bandingkan Indonesia dengan negara lain.

Di era keterbukaan informasi ini, generasi muda dengan cepat mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan siapa pun, dari negara manapun. Mereka mengecek pencapaian yang kita sampaikan, mereka mendapatkan informasi dan ilmu dengan mengikuti berbagai webinar yang diadakan berbagai organisasi di dunia.

Di sinilah modal dan tantangannya dalam menghidupkan semangat Sumpah Pemuda di era keterbukaan informasi ini. Jika semangat Sumpah Pemuda 1928 mampu mengantarkan Indonesia ke gerbang kemerdekaan 1945 dan merawat NKRI hingga hari ini, maka semangat Sumpah Pemuda 1928 dan potensi pemuda hari ini adalah modal yang sangat besar. Tantangannya adalah, kita bersama harus mampu menggunakan modal yang sangat besar itu untuk mengubah ketimpangan sosial menjadi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selamat Hari Sumpah Pemuda. Bersatu dan Bangkit. Salam 3M.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More