Mahfud MD Cemas Mengubah Aturan Hukum Jadi Kebiasaan di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD melihat kemunduran demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini. Wajar jika Mahfud cemas lantaran hukum di Indonesia nanti bisa seenaknya diubah demi kepentingan suatu kelompok.
Menurut dia, hukum di Indonesia sengaja dibuat karena keinginan sekelompok orang yang sedang memegang kekuasaan.
"Saya agak cemas juga dengan masa depan hukum kita. Khawatir terjadi kebiasaan jika sekelompok elite yang sedang memegang sebagian terbesar kekuasaan ingin mencapai sesuatu lalu dibuat hukum agar keinginan tercapai," ujar Mahfud dalam tayangan akun YouTube Mahfud MD Official yang dikutip, Rabu (22/5/2024).
"Atau tidak dibuat hukumnya. Hukum yang ada diubah, dicari cara prosedur formal agar hukum bisa diubah dan dijelaskan secara formal bahwa itu tidak melanggar padahal secara substansi dan etika itu bermasalah," sambungnya.
Jika tak bisa mengubah hukum, kelompok penguasa memainkan cara lain seperti mengirim utusan ke lembaga peradilan. Hal itu dilakukan agar keinginan kelompok tersebut tercapai.
"Atau kalau tidak bisa membuat hukum, tidak bisa mengubah hukum, cara yang lebih cepat pesan utusan ke lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) misalnya agar hukum ini dibuat begini," kata cawapres nomor urut 3 pada Pilpres 2024 lalu.
Jika kebiasaan ini terus berjalan tentunya membuat kekhawatiran besar terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
"Itu yang saya cemaskan, jangan-jangan bangsa Indonesia berikutnya berpolitik dengan cara seperti itu," ucapnya.
Menurut dia, hukum di Indonesia sengaja dibuat karena keinginan sekelompok orang yang sedang memegang kekuasaan.
"Saya agak cemas juga dengan masa depan hukum kita. Khawatir terjadi kebiasaan jika sekelompok elite yang sedang memegang sebagian terbesar kekuasaan ingin mencapai sesuatu lalu dibuat hukum agar keinginan tercapai," ujar Mahfud dalam tayangan akun YouTube Mahfud MD Official yang dikutip, Rabu (22/5/2024).
"Atau tidak dibuat hukumnya. Hukum yang ada diubah, dicari cara prosedur formal agar hukum bisa diubah dan dijelaskan secara formal bahwa itu tidak melanggar padahal secara substansi dan etika itu bermasalah," sambungnya.
Jika tak bisa mengubah hukum, kelompok penguasa memainkan cara lain seperti mengirim utusan ke lembaga peradilan. Hal itu dilakukan agar keinginan kelompok tersebut tercapai.
"Atau kalau tidak bisa membuat hukum, tidak bisa mengubah hukum, cara yang lebih cepat pesan utusan ke lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) misalnya agar hukum ini dibuat begini," kata cawapres nomor urut 3 pada Pilpres 2024 lalu.
Jika kebiasaan ini terus berjalan tentunya membuat kekhawatiran besar terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
"Itu yang saya cemaskan, jangan-jangan bangsa Indonesia berikutnya berpolitik dengan cara seperti itu," ucapnya.
(jon)