Anak Ideologis Disebut Hasil Kaderisasi Politik, Pengamat: Omong Kosong

Rabu, 14 Oktober 2020 - 07:57 WIB
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan elite hanya beramai-ramai membangun dinasti politik. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Cukup banyak anak dari elite-elite melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan politik nasional dari orang tua mereka. Anak-anak itu bahkan disebut sebagai anak ideologis sang bapak. Sebut saja Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang melanjutkan kiprah bapaknya, Soekarno dengan PNI-nya.

Begitu juga anak-anak mantan Presiden Soeharto. Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut dulu disebut-sebut juga sebagai suksesor Soeharto. Belakangan muncul juga nama anak-anak Soeharto yang lain, yaitu Tommy Soeharto dan Titiek Soeharto.

(Baca: Punya Kapasitas, Hanafi Rais Dinilai Layak Jadi Penerus Amien Rais)



Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggantikan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Sementara Puan Maharani, anak Megawati, mulus bertengger sebagai ketua DPR.

Di sisi lain, keluarga Presiden Joko Widodo tak mau ketinggalan. Anak dan menantunya sudah berada di gelanggang politik. Tentu saja ada harapan besar untuk melanjutkan kiprah Jokowi di masa mendatang.

Sebagian orang menganggap fenomena ini wajar. Anak-anak tersebut bukan saja keturunan biologis tapi juga ideologis yang tepat untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Yang terhangat, Hanafi Rais yang disebut-sebut disiapkan memimpin Partai Ummat bentukan Amien Rais.

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, boleh saja jika ada yang mengaitkan naiknya anak-anak tokoh politik karena faktor warisan ideologis. Baginya, itu bagian dari pengkaderan politik.

"Maka klientelistik atau trah politik kita nanti hanya pertarungan antara trah Soekarno, Trah Soeharto, Trah SBY, Dan sekarang Trah Jokowi sedang merakit kekuatan besar anak ideologisnya," tutur Pangi saat dihubungi SINDOnews, Selasa (13/10/2020).

(Baca: Hanafi Rais Lebih Pas Disebut Putra Mahkota yang Disiapkan)

Pangi menyebut fenomena politik Indonesia sebagai politik kain sarung. ”Seperti lingkaran kain sarung' muter-muter di situ saja, yakni elite oligarki dan tren politik klientelistik. Ini sudah tabiat alam, manusiawi sekali bagaimana trah mereka tetap ingin berkuasa, menjadi elite dan memberikan pikiran, pengaruh dan kontribusinya," ujarnya.

Akan tetapi, faktanya yang terjadi tidak sepenuhnya soal ideologis. Pangi mengatakan, para elite politik terkesan omong kosong ketika bicara kaderisasi. Sebab, yang ada hanya bagaimana beramai-ramai membangun dinasti politik dari trah keluarga mereka.

"Lihat saja sekarang masih memakai jurus aji mumpung, anak ideologisnya maju dalam pilkada, mumpung masih menjabat presiden, ini etika politiknya berat," tukas dia.
(muh)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More