Burhanuddin Abdullah Nilai UU Ciptaker Kuatkan Koperasi dan UMKM
Rabu, 14 Oktober 2020 - 07:51 WIB
JAKARTA - Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah menyambut baik Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. UU tersebut merupakan upaya penyederhanaan aturan investasi yang tumpang-tindih dan bahkan saling bertentangan, sehingga menambah ketidakjelasan.
Dia mengharapkan, adanya UU Omnibus Law tersebut dapat memberikan relaksasi dalam perizinan pendirian koperasi, dari yang semula harus sekurang-kurangnya 20 orang menjadi cukup dengan hanya 9 orang. Karena di negara-negara Amerika Utara, badan usaha koperasi dapat didirikan hanya oleh 3 orang. "Tinggal nanti dalam pelaksanaanya perlu didukung dan dikawal sedemikian rupa dengan berbagai aturan pelaksanaan sehingga para pendiri koperasi tesebut tetap berpegang pada jatidiri koperasi, yaitu organisasi ekonomi yang berwatak sosial," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/10/2020). (Baca juga: Mendagri Mulai Sosialisasi UU Ciptaker ke Seluruh DPRD di Indonesia)
Pembinaan koperasi dan UMKM yang sempat dilakukan beberapa waktu yang lalu, hanya menjadi alat politik. Koperasi dan UMKM pun semakin terpinggirkan, serta perannya dalam perekonomian terlalu kecil. Untuk membesarkannya tentu perlu investasi. "Pangsa UMKM dalam pembentukan PDB kita ingin ditingkatkan menjadi 65% lebih dari yang sekarang sekitar 60%. Untuk hal itu pun sama, membutuhkan investasi. Dengan cara ini beberapa tujuan akan tercapai. Investasi mana akan meningkatkan proses pertambahan nilai (added value) yang meningkatkan PDB, membuka kemungkinan meluasnya kesempatan kerja terutama di pedesaan, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan sekaligus mendekatkan kesenjangan," terangnya. (Baca juga: UU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Menjawab Tantangan Ekonomi)
Oleh karena itu, Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia menambahkan, pembinaan koperasi dan penguatan kemitraan bagi UMKM digunakan sebesar-besarnya untuk membuka kemungkinan investasi dan menciptakan lapangan kerja terutama di pedesaan. "Memang tidak ada pernyataan spesifik bahwa koperasi atau komunitas dapat berusaha di bidang misalnya rumah sakit, kelistrikan dan utilitas masyarakat lainnya, tetapi menurutnya hal itu nantinya adalah soal pengembangan 'trust'. Bila keluangan yang ada sekarang dapat dilaksanakan oleh koperasi dengan 'amanah', maka kesempatan lain mestinya juga akan dibuka," tutup Burhanuddin.
Dia mengharapkan, adanya UU Omnibus Law tersebut dapat memberikan relaksasi dalam perizinan pendirian koperasi, dari yang semula harus sekurang-kurangnya 20 orang menjadi cukup dengan hanya 9 orang. Karena di negara-negara Amerika Utara, badan usaha koperasi dapat didirikan hanya oleh 3 orang. "Tinggal nanti dalam pelaksanaanya perlu didukung dan dikawal sedemikian rupa dengan berbagai aturan pelaksanaan sehingga para pendiri koperasi tesebut tetap berpegang pada jatidiri koperasi, yaitu organisasi ekonomi yang berwatak sosial," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/10/2020). (Baca juga: Mendagri Mulai Sosialisasi UU Ciptaker ke Seluruh DPRD di Indonesia)
Pembinaan koperasi dan UMKM yang sempat dilakukan beberapa waktu yang lalu, hanya menjadi alat politik. Koperasi dan UMKM pun semakin terpinggirkan, serta perannya dalam perekonomian terlalu kecil. Untuk membesarkannya tentu perlu investasi. "Pangsa UMKM dalam pembentukan PDB kita ingin ditingkatkan menjadi 65% lebih dari yang sekarang sekitar 60%. Untuk hal itu pun sama, membutuhkan investasi. Dengan cara ini beberapa tujuan akan tercapai. Investasi mana akan meningkatkan proses pertambahan nilai (added value) yang meningkatkan PDB, membuka kemungkinan meluasnya kesempatan kerja terutama di pedesaan, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan sekaligus mendekatkan kesenjangan," terangnya. (Baca juga: UU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Menjawab Tantangan Ekonomi)
Oleh karena itu, Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia menambahkan, pembinaan koperasi dan penguatan kemitraan bagi UMKM digunakan sebesar-besarnya untuk membuka kemungkinan investasi dan menciptakan lapangan kerja terutama di pedesaan. "Memang tidak ada pernyataan spesifik bahwa koperasi atau komunitas dapat berusaha di bidang misalnya rumah sakit, kelistrikan dan utilitas masyarakat lainnya, tetapi menurutnya hal itu nantinya adalah soal pengembangan 'trust'. Bila keluangan yang ada sekarang dapat dilaksanakan oleh koperasi dengan 'amanah', maka kesempatan lain mestinya juga akan dibuka," tutup Burhanuddin.
(cip)
tulis komentar anda