Tiga Poin Penting dalam Ciptakan Generasi Lebih Baik

Senin, 21 September 2020 - 15:48 WIB
Hasil penelitian dari United States Agency for International Development (USAID) menyebutkan bahwa jarak kelahiran kurang dari 6 bulan dapat mengakibatkan resiko kematian hampir 3 kali lebih tinggi. Beda dengan jarak 60 bulan yang resikonya jauh lebih rendah, begitu pula dengan jarak kelahiran 33 bulan.

Angka Total Fertility Rate atau angka kelahiran total oleh seorang wanita antarprovinsi masih cukup tinggi kesenjangannya, ini situasi yang sangat memprihatinkan. Karakteristik orang yang mengalami beban hidup yang berat dengan terbebani jumlah anak umumnya berasal dari masyarakat miskin, tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah dan tinggal di perdesaan.

Hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 mencatat, 1 dari 9 anak perempuan di Indonesia menikah di bawah usia 18 tahun. Dari angka itu, hanya 1 dari 4 perempuan yang kemudian mengakses KB. Berarti masih ada 3 dari 4 anak perempuan itu yang berpotensi untuk hamil dan melahirkan anak ketika usianya masih anak-anak.

Kondisi ini berdampak pada meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang cukup tinggi sekitar 19,7% di tahun 2019. Ini artinya dari 100 wanita yang hamil terdapat lebih dari 19 wanita yang kehamilannya tidak diinginkan secara rata-rata.

Banyaknya perkawinan usia muda juga penyumbang tingginya angka kematian ibu. Meskipun UU Perkawinan sesuai dengan amar keputusan MK telah direvisi terbatas, yang mana usia pernikahan anak perempuan sudah dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, kenyataannya, masih banyak permintaan dispensasi pernikahan anak perempuan di bawah 19 tahun.

Dampak pernikahan anak, selain berisiko pada kesehatan reproduksi perempuan, berisiko meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Hasil studi di 55 negara berpendapatan menengah dan rendah menunjukkan adanya hubungan antara usia ibu saat melahirkan dan angka kejadian stunting.

Di Indonesia 17,5% orang yang sebetulnya tidak menghendaki kehamilan atau unwanted pregnancy. Orang yang kehamilannya tidak dikehendaki menjadi kurang perhatian pada anaknya.

Semakin muda usia ibu saat melahirkan, maka makin besar kemungkinan untuk melahirkan anak yang stunting (Finlay, Ozaltin, and Canning, 2011). Kejadian stunting juga merupakan beban keluarga serta negara di kemudian hari.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes 2018) menyatakan prevalensi stunting di Indonesia masih relatif tinggi sekitar 30,8% dibandingkan dengan beberapa Negara dikawasan Asia Tenggara. Stunting atau sering disebut kerdil merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita). Stunting dapat dipengaruhi oleh Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) atau prematur.

Kondisi ini disebabkan karena kelainan bawaan dan infeksi, yang dapat menunjukan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Peningkatan pemahaman akan kesehatan reproduksi, mengatur jarak kelahiran dapat membantu dalam pencegahan stunting.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More